Sabtu 08 Jun 2013 01:15 WIB
Ibadah Haji

Indonesia Minta Kelonggaran Operasional Haji

 Ruang kendali pengamanan pelaksanaan ibadah haji di Mina, Sabtu (27/10).  (Hassan Ammar/AP)
Ruang kendali pengamanan pelaksanaan ibadah haji di Mina, Sabtu (27/10). (Hassan Ammar/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia saat ini sedang melakukan negosiasi terkait aset operasional haji Indonesia di Arab Saudi yang kemungkinan tidak terpakai. Kementerian Agama (Kemenag) melalui Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) meminta pada Kerajaan Arab Saudi untuk dapat memberikan pengecualian bagi Indonesia.

Dirjen PHU Anggito Abimanyu mengungkapkan, saat ini negosiasi meminta kebijakan khusus terkait dibolehkannya penggunaan aset operasional haji dari Indonesia masih proses menuju kesepakatan. “Harapan kami Arab Saudi bisa memberi pengecualian untuk Indonesia karena kita memiliki karakter jamaah yang berbeda dari segi jumlah jamaah dan manajemennya,” ujar Anggito, Jumat (7/6).

Pengecualian kebijakan aset operasional haji khusus Indonesia tersebut setelah keluarnya aturan dari Kerajaan Arab Saudi untuk musim haji tahun ini terkait pembatasan kegiatan operasional haji dari negara jamaah asal. Pembatasan itu termasuk kendaraan operasional haji milik Indonesia yang terdiri atas 132 unit kendaraan dari jenis bus, ambulans, hingga kelas mobil kecil.

Karena itu, Anggito pun berharap Kerajaan Arab Saudi segera memberi pengecualian kepada Indonesia. Sebab, jika pengecualian kebijakan itu tidak diberikan ke Indonesia, jamaah haji dan operasional haji Indonesia bisa dipastikan sangat dirugikan dan mengganggu pelaksanaan haji. “Jumlah jamaah kita sangat banyak dan kita punya kendaraan di sana. Kalau tidak mendapat pengecualian, ongkos operasional yang harus dikeluarkan cukup besar,” jelasnya.

Hal itu karena setiap negara harus menyewa kendaraan beserta sopir yang telah disediakan oleh Pemerintah Arab Saudi. Bayangkan, dengan besarnya jumlah jamaah haji Indonesia, berapa ongkos tambahan yang harus dikeluarkan. Risiko lain, kata Anggito, ketidaknyamanan. Karena sopir yang disewa pastinya tidak bisa berkomunikasi dengan jamaah. “Karena itu, segera kita pastikan dapat pengecualian ini,” ujarnya.

Anggito juga khawatir dalam masa renovasi besar-besaran Masjidil Haram ini dapat mengganggu aktivitas jamaah haji, khususnya jamaah haji asal Indonesia. Seperti diketahui, kata dia, waktu renovasi ini memang cukup mepet karena setelah musim haji tahun lalu sampai Ramadhan tahun ini.

Ditjen PHU khawatir renovasi ini tidak selesai tepat waktu, menghambat proses haji, dan membuat ketidaknyamanan beribadah karena tempat ibadah saat renovasi menjadi lebih sempit. Dampak lain dari renovasi ini juga dibatasinya kuota umrah. Indonesia hanya mendapat 18 ribu kuota umrah pada bulan Sya’ban dan Ramadhan tahun ini.

Anggito mengatakan, pihaknya juga sudah berkirim surat ke agen penyelenggara umrah agar dapat menjadi perhatian. Untuk jamaah umrah yang sudah melunasi pembayaran, mungkin mendapat pengecualian. Ini agar tidak ada yang merasa dirugikan dalam pelaksanaannya nanti.

Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga menyampaikan hal yang sama. Menag mengatakan, ada 1.700 gedung baru dan renovasi di sekitar Masjidil Haram dan ini membuat Saudi harus mengurangi kepadatan dengan mengurangi kuota umrah. Pembatasan kuota umrah atau kuota visa umrah sekitar 50 persen pada dua bulan tersebut. n amri amrullah ed: chairul akhmad

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement