Ahad 09 Jun 2013 08:58 WIB
Tempat Wisata Bandung

Bernostalgia di Bandoengsche Melk Centrale

Salah satu sudut kota Bandung (ilustrasi).
Foto: Republika/Imam Budi Utomo
Salah satu sudut kota Bandung (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Begitu mendengar nama Bandung, yang terlintas kemudian di pikiran sebagian orang adalah kekayaan kulinernya. Memang, kota ini sudah lama menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di Indonesia.

Para wisatawan dapat menjumpai bermacam-macam restoran yang menawarkan beragam menu di sini, mulai dari masakan tradisional hingga hidangan dari negeri Eropa. Salah satu yang legendaris adalah Bandoengsche Melk Centrale (BMC). Sebuah restoran di Jl Aceh No 30, Bandung, yang menyajikan berbagai bentuk olahan susu sebagai menu utamanya. Ada yogurt, kefir, shalimar, susu kambing, juga susu sapi murni.

Tempat ini aslinya memang bukan sebuah restoran, melainkan pusat pengolahan susu di zaman Belanda, ujar Head FB Service BMC, Ahmad Khoerudin.Kisah tersebut bermula pada pengujung 1928. BMC, kata Khoerudin, didirikan sebagai badan koperasi yang beranggotakan peternak sapi perah dan pengusaha susu di Bandung dan sekitarnya.

Saat itu, usaha peternakan sapi perah memang sedang menunjukkan geliatnya di wilayah ini.

Pendirian BMC sendiri didorong oleh kesadaran para peternak sapi dan produsen susu untuk membentuk instalasi pengawetan susu yang memadai, ujarnya. Yang pertamaBMC, ungkap Sudarsono Katam dalam catatannya, menjadi koperasi susu pertama yang menerapkan manajemen modern dan peralatan pabrik berteknologi tinggi pada zamannya.

Sejak berdirinya, BMC merupakan satu-satunya pusat pengolahan susu termodern di Hindia Belanda karena sudah menggunakan sistem pasteurisasi dalam proses produksinya. Gedung BMC selesai dibangun pada 1929 dengan arsitektur bergaya art deco. Unsur dekorasi bangunan ini terutama tampak pada lekuk-lekuk tegak lurus di kanan dan kiri dinding bagian atas.

Pada dinding atas di bagian depannya, terdapat enam buah bukaan berbentuk persegi panjang yang dibuat secara vertikal. Tipologi bangunan ini, menurut Sudarsono, mirip gaya bangunan-bangunan untuk pabrik ataupun bioskop. Hal ini terlihat pada dinding datar yang tinggi di bagian mukanya, lalu diikuti oleh bangunan panjang di belakangnya, tulis Darsono menggambarkan. Bagian depan gedung BMC difungsikan sebagai kedai susu. Semua hasil susu olahan yang diproduksi koperasi ini diperjualbelikan di situ.

Sementara, intalasi pengolahan susu dan kantor pemasaran berada di dalam bangunan yang memanjang ke belakang tadi. Koperasi BMC pada masa itu dikelola oleh beberapa orang yang dipimpin oleh seorang direktur. Instalasi pengolahan susu dilayani oleh para pekerja pribumi di bawah pengawasan orang-orang Belanda.

Saat bekerja, mereka dibagi ke dalam dua kelompok, yakni bagian siang dan malam. Jadi, mereka melaksanakan tugasnya sesuai shift masing-masing. BMC, lanjut Sudarsono lagi, menampung susu dari peternakan sapi perah yang ada di wilayah Bandung Raya.

Mulai dari Cisarua, Lembang, hingga Pangalengan. Setiap kali pengiriman, jumlah susu yang diterima pabrik ini tidak selalu sama dari waktu ke waktu bergantung pada hasil perahan yang diperoleh para peternak sapi di daerah-daerah tersebut. Desain asliPada masa pendudukan Jepang, BMC berganti namanya menjadi Koperasi Soesoe Bandung. Penguasa militer Negeri Matahari Terbit itu juga menyita semua peternakan dan perusahaan susu milik warga Belanda di Bandung. Di bawah Jepang, BMC menjadi tak terurus karena banyaknya pemilik peternakan sapi perah dan karyawan berkebangsaan Belanda yang dijebloskan ke kamp interniran.

Khoerudin menuturkan, setelah masa kemerdekaan, pengeloalan BMC akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Statusnya pun berganti dari swasta menjadi badan usaha milik daerah (BUMD). Sampai pengujung dekade 1990-an, BMC terus berkonsentrasi pada produksi susu.

Sejak 1999, barulah kami merambah bisnis lain dengan membuka restoran ini, kayanya menjelaskan. Selain menyediakan berbagai produk susu, BMC kini juga menyediakan ragam makanan. Mulai dari nasi goreng, steak, sup, jus, hingga bermacam-macam hidangan penutup. Sebagai pabrik susu tertua di Jabar, kata Khoerudin lagi, gedung BMC masuk dalam daftar cagar budaya di Kota Bandung.

Karena itu, sebagian besar bangunan ini masih mempertahankan desain aslinya sampai sekarang. Nuansa klasik plus alunan musik lawas pada malam hari yang ditawarkan tempat ini sangat cocok untuk dinikmati bersama keluarga. Ia berkisah, pernah sekali satu keluarga dari Belanda datang berlibur ke Bandung beberapa waktu lalu. Mereka pun mencoba menikmati hidangan yang ditawarkan BMC.

Namun, siapa yang menyangka bila kedatangan para turis asing tersebut ke restoran ini ternyata juga untuk bernostalgia. Dari percakapan saya dengan para tamu asing itu, terungkap bahwa salah satu keluarga mereka ternyata dulu pernah menjadi manajer di sini semasa pemerintahan kolonial, ungkapnya. n fian novera ed: nina chairani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement