REPUBLIKA.CO.ID, PLAM SPRING -- Pertemuan dua pemimpin negara berpengaruh dunia, yakni Presiden AS Barack Obama dan Presiden Cina Xi Jinping di Sunnyland, Kalifornia, AS, berakhir pada Sabtu (8/6). Obama menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan kepada Xi Jinping tentang aksi peretasan oleh Cina yang dapat memperburuk hubungan kedua negara.
Presiden Afro Amerika pertama ini berharap, Xi Jinping dapat bersikap tegas menyikapi tindakan ilegal tersebut. “Jika ini tidak ditangani, bila ini terus berlanjut melakukan pencurian terhadap properti milik AS, hal itu akan mempersulit hubungan ekonomi dan menghambat hubungan kedua negara yang sangat potensial,” kata penasihat keamanan nasional AS, Tom Donilon, mengutip pernyataan Obama kepada Xi Jinping.
Dalam laporan yang dikeluarkan Washington Post sebelumnya, peretas Cina diduga telah mengakses 40 program persenjataan milik AS, termasuk sistem pesawat tempur dan helikopter. Peretas Cina juga diduga telah mengakses desain interior markas intelijen Australia. Obama mendapat tekanan dari kalangan dalam negeri AS agar bisa menyelesaikan kasus ini.
Penasihat senior Presiden Cina Yang Jiechi mengatakan, Beijing menginginkan kerja sama, bukan friksi dengan Amerika terkait kemanan siber. Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama, Xi Jinping menegaskan, Cina juga menjadi korban serangan siber. Dia juga ingin Amerika Serikat dan Cina bekerja sama mencari solusi masalah itu. “Keamanan siber tak seharusnya menyebabkan kecurigaan dan friksi hubungan Cina dan Amerika. Ini seharusnya menjadi titik awal kerja sama,” kata Yang.