REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak 12 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas (migas) asing mengalami kerugian hingga 1,9 miliar dolar AS atau Rp 19 triliun di 16 blok eksplorasi di laut. Mereka gagal mendapatkan cadangan minyak dan gas yang ekonomis.
Deputi Pengendalian Perencanaan Aussie B Gautama menyatakan, pengeboran eksplorasi minyak dan gas bumi di laut dalam telah dimulai sejak 2009 hingga 2013 oleh 12 KKKS di 16 blok. Pengeboran eksplorasi telah dilakukan sebanyak 25 sumur. “Namun, hingga saat ini mereka belum berhasil menemukan cadangan migas yang komersil,” ujarnya, Selasa (11/6).
Seluruh kerugian dalam kurun waktu tersebut ditanggung sendiri oleh KKKS asing dan tidak diganti oleh negara. Menurutnya, kerugian tersebut tidak bisa dihindari. Apalagi, saat ini mencari migas untuk penambahan cadangan demi kepentingan negara semakin sulit karena potensi yang ada lokasinya di laut dalam.
Untuk itu, melakukan eksplorasi di wilayah tersebut dibutuhkan modal yang besar dan keberanian untuk mengambil risiko. Bahkan, setelah dilakukan pengeboran di laut dalam, sejumlah KKKS asing gagal menemukan cadangan migas sehingga harus menanggung kerugian yang sangat besar.
“Sejumlah KKKS asing tersebut berniat hengkang dari wilayah kerja tersebut dan berencana mengembalikan wilayah kerja eksplorasi kepada pemerintah,” ujarnya. Hal ini sangat disayangkan. Oleh karena itu, pemerintah diingatkan untuk berhati-hati menjaga iklim investasi di sektor hulu migas. Jika tidak ada KKKS asing yang memiliki modal besar dan berani mengambil risiko maka cukup sulit mendapatkan tambahan cadangan migas Indonesia.
Selain sejumlah KKKS yang berniat hengkang tersebut, terdapat dua blok eksplorasi di laut dalam yang dialihkan pengoperasiannya dari KKKS Marathon Oil kepada KKKS Niko Resources, yaitu Blok Kumawa dan Blok Bone Bay. Niko Resources memang masih aktif melakukan eksplorasi di laut dalam. Hingga saat ini, Niko mengoperasikan 18 blok eksplorasi dan tiga blok sebagai nonoperator.
Pada 2013 hingga 2014, Niko Resources masih akan melanjutkan lima pengeboran eksplorasi laut dalam di lima wilayah kerja eksplorasi. Sehingga, perseroan merupakan harapan satu-satunya yang berpeluang untuk menemukan cadangan migas di wilayah sulit itu.
Niko Resources merupakan operator blok eksplorasi yang sangat efisien dalam pembiayaan operasional yang hanya 600 ribu dolar AS per blok per tahun. Sedangkan, biaya pengeboran sumur eksplorasi di laut dalam dengan kedalaman sumur lebih dari 20 ribu kaki menghabiskan biaya kurang dari 90 juta dolar AS per sumur.
Kepala SKK Migas Rubi Rudiandini menyatakan, saat ini cadangan minyak Indonesia hanya tinggal sekitar 3,6 miliar barel dan diperkirakan akan habis dalam waktu beberapa belas tahun mendatang. Angka tersebut dengan asumsi tidak ada penurunan produksi ke depan serta tidak ditemukan cadangan minyak baru.
Pengamat Energi Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, untuk menggairahkan aktivitas eksplorasi migas, setidaknya pemerintah harus memberikan sedikitnya tiga macam insentif. Pertama, penghapusan bea masuk segala macam peralatan dan barang modal yang akan digunakan para investor dalam melakukan eksplorasi.
Kedua, penundaan pengenaan pajak selama periode tertentu atau yang populer dengan nama tax holiday. Terakhir, pemerintah harus memperbesar pembagian keuntungan. n fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.