REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL - Setelah dua pekan diduduki oleh para demonstran, Lapangan Taksim akhirnya berhasil dikuasai aparat kepolisian. Dalam operasi pada Sabtu (15/6) malam, polisi merangsek memasuki lapangan dan membubarkan demonstran yang bercokol di sana.
Pada Ahad (16/6) pagi, lapangan utama Kota Istanbul ini pun mulai dibersihkan oleh para petugas kebersihan. Dengan menggunakan buldoser, mereka membersihkan sampah dan puing-puing yang ditinggalkan para demonstran. Sejumlah aparat kepolisian ikut juga membantu membersihkan alun-alun kota itu.
Pada malam sebelumnya, pengunjuk rasa memasang barikade untuk menahan serbuan polisi yang bersenjatakan gas air mata dan peluru karet. Ratusan polisi berhelm putih pun memasuki alun-alun itu dan membubarkan demonstran secara paksa.
Hanya sedikit perlawanan yang mampu dilancarkan para pengunjuk rasa. Ini karena mereka tak kuat menahan semburan gas air mata yang bergulung-gulung hingga menyerupai awan putih.
Salah seorang anggota Solidaritas Taksim mengatakan, puluhan orang terluka akibat tembakan peluru karet. Ia menyebut tindakan ini sebagai penindasan. Serbuan polisi ini, menurut dia, sangat mengerikan karena menyebabkan puluhan orang terluka. “Biarkan mereka di taman, kami tak peduli. Biarkan semuanya menjadi milik mereka,” ucap dia kepada kantor berita AP.
Berdasarkan data dari situs Solidaritas Taksim, ratusan orang mengalami luka-luka akibat serbuan polisi di Lapangan Taksim, Sabtu malam. Sementara, pernyataan resmi dari kantor wali Kota Istanbul menyebut, 44 orang yang terluka dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Ditegaskan dalam pernyataan itu, tak ada satu pun korban yang mengalami luka serius.
Juru Bicara Partai Pembangunan dan Keadilan yang berkuasa di Turki, Huseyn Celik, menyatakan pihaknya sudah mendengarkan tuntutan dan permintaan demonstran. Namun, pemerintah tak bisa membiarkan demonstrasi ini terus berlanjut. “Ini (demonstrasi) harus diakhiri,” ujar dia.
Pada Sabtu siang, ribuan pengunjuk rasa juga berkumpul di Ankara. Namun, mereka bukan demonstran antipemerintah. Sebaliknya, mereka adalah massa propemerintah. Demo yang diselenggarakan oleh Partai Pembangunan dan Keadilan ini dianggap sebagai demonstrasi tandingan terhadap aksi demonstran di Lapangan Taksim. Pada aksi itu, massa meneriakkan yel-yel dukungan kepada PM Turki Recep Tayip Erdogan.
Gelombang demonstrasi di Turki bermula dari protes segelintir orang terhadap rencana pemerintah untuk meremajakan Gezi Park, termasuk membangun pusat perbelanjaan di salah satu ruang terbuka di Istanbul tersebut. Aksi yang semula damai berubah panas setelah polisi berupaya membubarkan paksa kerumunan massa. Kerusuhan pun tak terhindarkan.
Setidaknya, tiga orang tewas dan ribuan orang lainnya luka-luka dalam gelombang demonstrasi yang diwarnai kekerasan ini. Isu yang diusung para demonstran pun belakangan meluas dengan menyuarakan tuntutan mundurnya PM Erdogan dan membebaskan Turki dari kekuasaan AKP.
Pada satu kesempatan, Erdogan pernah menyatakan kondisi di Turki saat ini hampir sama dengan kejadian pada 27 April 2007. Ketika itu, militer mengeluarkan memorandum untuk menentang Adalet Kalkinma Partisi (Partai Keadilan dan Pembangunan/AKP) yang berusaha mengangkat Abdullah Gul sebagai presiden.
Namun, Erdogan yang menjadi PM Turki sejak 14 Maret 2003 tak mau tunduk kepada militer. Bahkan, penyelidikan yang digelar setelah itu membuat sejumlah jenderal dijebloskan ke penjara. Mereka dituduh berupaya melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Saat ini pun Erdogan yakin masih ada kekuatan besar yang berusaha menjatuhkan dia. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.