REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran akan berusaha lebih transparan dalam masalah nuklir. Meski demikian, bukan berarti Iran akan tunduk pada tekanan internasional untuk menghentikan program nuklirnya. Seperti negara berdaulat lainnya, Iran pun berhak mengolah nuklir dan tidak mau diintervensi pihak asing.
Penegasan tersebut disampaikan presiden Iran yang baru saja terpilih Hassan Rowhani di Teheran, Senin (17/6), dalam konferensi pers pertamanya setelah memenangi pemilihan presiden (pilpres) Iran, pekan lalu. Ulama moderat berusia 65 tahun mengatakan, pemerintahan Iran mendatang akan menerapkan dua langkah.
“Pertama, Iran akan menampilkan sikap lebih transparan untuk memberitahu dunia apa yang dilakukan Iran dalam peraturan internasional. Kedua, kita akan meningkatkan kepercayaan antara Iran dan dunia,” tegas tokoh reformis ini.
Selama ini, Iran dikecam karena sikap keras dan ketertutupannya terkait program nuklir yang dijalankan. Sejumlah negara, terutama negara-negara Barat pun menuding, Iran menjalankan program nuklir untuk memproduksi senjata.
Meski Iran telah berulang kali membantah, tetap saja tak dipercaya. Akibatnya, beragam sanksi pun menghujani Iran. Diakui Rowhani, sanksi menjadi masalah berat yang dihadapi negaranya saat ini. Sanksi membuat rakyat Iran menderita karena ekonomi negara tertekan. “Sanksi ini sangat menindas, tidak adil dan hanya menguntungkan Israel.”
Karena itu, ia sangat berharap ada kesepakatan awal dengan dunia internasional terkait masalah nuklir ini. Meski berjanji lebih transparan, Rowhani yang pernah menjadi negosiator nuklir menegaskan bahwa tak akan ada lagi penghentian (moratorium) program nuklir, seperti di era pemerintahan Presiden Mohammad Khatami. “Periode itu telah berakhir,” ujar dia seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA, Senin (17/6) malam.
Rowhani juga menegaskan, program nuklir Iran sepenuhnya legal, sebab Iran tak melakukan aktivitas pengayaan uranium.
Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Iran, Jumat (14/6), Rowhani tampil sebagai pemenang setelah meraup 50,68 persen suara. Ia akan menggantikan Mahmud Ahmadinejad yang telah menduduki kursi presiden Iran selama dua periode. Pelantikan Rowhani sebagai presiden akan dilangsungkan pada Agustus mendatang.
Selama ini, Rowhani dikenal sebagai tokoh moderat. Karena itu, banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS), berharap, Iran di bawah kepemimpinan Rowhani akan bersikap lebih lunak dan mau berkompromi dalam membantu menstabilkan keamanan Timur Tengah.
Sejalan dengan harapan itu, Rowhani menjanjikan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat internasional. Pada saat yang sama, ia pun meminta masyarakat internasional untuk memperlakukan Iran secara terhormat dan mengakui hak-hak negaranya.
Mengenai konflik Suriah, Rowhani berpendapat, upaya untuk mengatasi masalah itu harus dikembalikan kepada rakyat Suriah sendiri, tanpa adanya intervensi internasional. Walau begitu, Iran tak akan mengubah kebijakan persekutuannya dengan pemerintah Suriah yang kini dipimpin Presiden Bashar al-Assad. Tapi, Rowhani juga meyakinkan semua pihak bahwa Iran akan memperkuat jalinan persahabatan dengan negara-negara Teluk yang selama ini mendukung oposisi Suriah.
Hal lain yang patut dicatat dari pernyataan Rowhani adalah ia akan berupaya membangun hubungan baik dengan AS, negara adidaya yang selama ini menjadi seteru Iran. “Luka lama di antara kedua negara harus segera disembuhkan,” kata dia. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.