REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Para ulama perlu berperan dalam menyosialisasikan industri asuransi syariah ke masyarakat. Pasalnya, asuransi syariah memiliki captive market di umat sehingga dalam pengembangannya perlu partisipasi ulama.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) Muhidin Junaedi mengatakan, perusahaan asuransi syariah harus mengubah pendekatannya dengan masyarakat. “Karena asuransi syariah punya captive market di umat, jadi ya datangilah lembaga pendidikan Islam, pesantren, organisasi masyarakat Islam, dan tawarkan produk di sana,” ucapnya kepada Republika di Bogor, Selasa (18/6).
Selama ini, ulama hanya membaca dan mengkaji kitab kuning, tetapi belum menjadi bagian sosialisasi ekonomi syariah di kehidupan nyata. “Makanya kami berusaha rangkul mereka. Saya pikir cara itu bisa mengena,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Hubungan dan Kerja Sama Internasional ini.
Menurutnya, paradigma ulama masih cenderung konvensional dalam berpikir. Pada dasarnya, ulama telah memahami arti penting asuransi syariah. Hanya saja, kata Muhidin, mereka kurang memahami permasalahan teknis dan teknologi dari industri tersebut.
MUI sering mengajak para ulama berdiskusi mengenai keunggulan produk asuransi syariah maupun bank syariah. Para ulama pun menyambut baik ajakan MUI untuk menyosialisasikan ekonomi syariah.
Muhidin mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat kurang paham mengenai asuransi syariah. “Titik lemah asuransi syariah adalah iklan dan sosialisasinya sangat minim,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat belum terbiasa menjadi pemegang premi karena masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga tidak terpikir menggunakan jasa asuransi. Ada juga tantangan eksternal dari asuransi konvensional yang mempromosikan produknya besar-besaran dan berani mengeluarkan bermacam produk menarik bagi konsumen.
Sebagai DPS dari Takafuf, Muhidin pun memberikan komentarnya mengenai perusahaan tersebut. “Dalam konteks lokal, harus saya akui Takaful belum down to earth,” ucapnya. Takaful belum menjadi bagian denyut nadi masyarakat meski telah menjadi pelopor industri asuransi syariah Indonesia.
Secara historis, harusnya Takaful berada jauh di depan asuransi syariah lainnya. Muhidin berujar, apa yang dicapai Takaful sejak berdirinya hingga sekarang belum maksimal dan masih mempunyai ruang perbaikan. Masyarakat hanya baru mengenal nama saja, tetapi belum mengenal betul bentuk produk, apalagi di tingkat grass root (akar rumput). Oleh karena itu, ini kesempatan besar bagi Takaful untuk mendekatkan diri ke kalangan bawah. “Takaful harus turun ke bawah, saya optimistis kalau pendekatan Takaful diubah menjadi cara yang lebih membumi atau blusukan maka bisa mengambil pangsa pasar besar,” katanya.
Ketua I Ikatan Alumni Ekonomi Islam (IAEI) Agustianto mengatakan, ulama menduduki posisi penting dalam masyarakat Islam. Peran ulama bukan hanya pada aspek ibadah dan memberikan fatwa saja, tetapi juga mencakup berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan kekomprehensifan ajaran Islam itu sendiri. Terumuskannya sistem ekonomi Islam secara konseptual, termasuk sistem perbankan syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya adalah hasil ijtihad dan kerja keras intelektual para ulama.
Agustianto menyebut ada berbagai macam peran ulama dalam memasyarakatkan, menerapkan, dan membumikan ekonomi syariah. Ulama berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa ajaran muamalah maliyah harus diamalkan dan dihidupkan kembali sesuai dengan perintah Alquran dan sunah. “Selama ini, sebagian umat Islam telah melakukan aktivitas ekonomi maupun mengkaji ilmu ekonomi, tetapi sayang sekali, praktiknya banyak yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti riba, maysir, gharar, dan bisnis batil,” ujar Agustianto.
Aktualisasi muamalah dapat diwujudkan, di antaranya, dalam bentuk asuransi syariah, perbankan syariah, leasing syariah, pasar modal syariah, koperasi syariah, dan baitulmal wa tamwil, pasar modal syariah (sukuk, saham, dan reksadana syariah), pegadaian syariah, dan multi level marketing (MLM) syariah.
Ulama, kata Agustianto, juga berperan menjelaskan keterpurukan ekonomi umat Islam selama ini di antaranya disebabkan umat Islam mengabaikan fiqh muamalah. Di sekolah tertentu, pesantren, misalnya, muamalah memang diajarkan namun sifatnya normatif dan dogmatis, belum dikembangkan sesuai dengan aplikasi perbankan dan keuangan kontemporer.
Ulama berperan mengajak umat untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh), tidak sepotong-potong. “Selama ini masih banyak kaum Muslimin yang bergumul secara langsung dengan sistem bunga yang diharamkan Alquran dalam bank konvensional,” ucapnya. Menggunakan produk keuangan syariah merupakan upaya menuju Islam kafah sehingga tidak lagi menerapkan sistem kapitalis dalam kegiatan ekonomi.
Chief Shariah sekaligus Corporate Communication Allianz Indonesia Kiswati Soeryoko mengatakan, bisnis asuransi syariah dapat diterima baik oleh berbagai lapisan dan golongan masyarakat di Indonesia. Namun demikian, kata dia, potensi masa depan industri asuransi masih sangat besar sehingga proses edukasi dan sosialisasi masih harus ditingkatkan.
Untuk memperkuat komitmen perusahaan dalam mengembangkan bisnis asuransi syariah bagi masyarakat, Allianz akan memperkuat distribusi pemasaran produk melalui penambahan mitra-mitra bisnis perbankan dan juga terus menambah jumlah agen tesertifikasi syariah. Selain itu, Allianz Life Syariah juga akan memperkuat distribusi melalui jalur telemarketing. “Kami yakin bisnis asuransi jiwa syariah akan berkembang dengan baik di Indonesia karena model bisnisnya sangat sesuai dengan pola kehidupan masyarakat Indonesia yang berlandaskan asas berbagi dan tolong-menolong,” kata Kiswati. n qommarria rostanti ed: irwan kelana
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.