REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ichsan Emrald Alamsyah
Awal pekan ini, Pemerintah Turki akhirnya bisa bernapas lega meski sesaat. Gelombang demonstrasi terbesar sepanjang 10 tahun pemerintahan PM Recep Tayyip Erdogan berhasil dibubarkan polisi. Lapangan Taksim yang selama tiga pekan riuh rendah oleh aksi garang para demonstran, lengang.
Tapi, menjelang senja pada Selasa (18/6), seorang pria berkemeja putih dengan santai berjalan ke tengah Lapangan Taksim. Ia tampak seperti warga biasa yang sedang jalan-jalan sembari cuci mata di alun-alun utama Kota Istanbul itu. Namun, ada satu hal yang membedakan ia dengan orang lain. Pria yang diketahui bernama Erdem Gunduz itu kemudian berdiri tegak, memasukkan tangan ke dalam kantong celana, dan diam tanpa bergerak sama sekali.
Ia berdiri, entah bermaksud menantang atau merenung, di depan gambar Bapak Turki Modern, Mustafa Kemal Ataturk, di Ataturk Cultural Center. Ketika orang-orang di sekitarnya pergi, pria yang berprofesi sebagai koreografer ini masih saja mematung. Beberapa orang tampaknya tak terlalu memperhatikan. Bahkan, ada orang yang sengaja berfoto di dekatnya sekadar untuk lucu-lucuan. Beberapa saat kemudian, sejumlah orang mencoba mendekatinya, bahkan polisi mencoba mengajaknya bicara.
Tak butuh waktu lama, aksi Erdem Gunduz yang nyeleneh ini menarik minat dan perhatian warga Istanbul. Media sosial sangat membantu menyebarluaskan aksi aneh ini. Sang koreografer ini pun langsung menjadi buah bibir. Tak sekadar dibicarakan, aksi diam ini segera mendapat simpati dan ratusan orang mengikutinya. Pria dan perempuan, tua dan muda, kembali berkumpul di Lapangan Taksim. Tapi, kali ini tak ada aksi bakar membakar atau lempar batu. Semua hanya diam mematung.
Aksi protes nan damai ini langsung populer. Meski demikian, aparat polisi selalu siaga dengan mengawasi aksi diam itu. Polisi malah sempat menahan beberapa demonstran. Sebagai negara demokrasi, tentu suara berbeda sangat dimungkinkan di Turki. Maka, pada Rabu (19/6) muncul aksi tandingan yang dilakukan delapan orang pro pemerintah. Mereka berdiri mematung di depan para demonstran yang juga sedang beraksi diam. Kelompok pro pemerintah ini mengenakan kaus bertuliskan “Warga Berdiri Melawan Warga Berdiri”.
Apa yang terjadi kemudian? Rupanya, tak seperti Gunduz yang mampu beraksi diam dari sore hingga pagi hari, delapan orang pro pemerintah ini hanya sanggup berdiri satu setengah jam. Usai menantang para demonstran, mereka pun pulang naik taksi.
Pemerintah Turki juga telah mengetahui munculnya tren baru di kalangan para demonstran, yakni beraksi diam. Pemerintah, seperti dikatakan Wakil Perdana Menteri Bulent Arinc, ternyata merestui aksi protes semacam ini. Bahkan, menurut Arinc, aksi semacam ini harus didorong. Sebab, dengan aksi diam ini mereka tak melakukan kekerasan, tapi berhasil menyampaikan pesan damai. Yang panting, kata dia, para pelaku aksi diam ini harus tetap memperhatikan dan menjaga kondisi badan.
Walau direstui, protes diam ini bisa menjadi tantangan baru bagi Erdogan. Sepintas, mereka hanya berdiri, pasif. Tapi, aksi ini berhasil menarik ribuan orang di Turki untuk melakukan hal yang sama. Dalam diam, ada pesan teramat jelas yang ingin disampaikan. Bahwa, ada puluhan ribu orang yang tak puas dengan kepemimpinan Erdogan, sang perdana menteri yang didukung 52 persen rakyat Turki. n reuters ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.