REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membekukan sejumlah aset Muhammad Nazaruddin dengan nilai total sekitar Rp 400 miliar. Harta Nazar itu terbagi dalam bentuk saham di Garuda senilai Rp 300 miliar dan pabrik kelapa sawit senilai Rp 96 miliar.
“Aset-aset yang lain terus ditanyakan lewat pemeriksaan. KPK beberapa waktu yang lalu juga sudah periksa Nazar di Lapas Sukamiskin,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, kemarin (20/6). Pelacakan aset yang lain dilakukan KPK seiring dengan penyelidikan sejumlah kasus Nazar di KPK. KPK mengakui bahwa ada penyelidikan baru terkait kasus korupsi mantan bendahara Partai Demokrat itu.
Selain itu, KPK juga menerima aduan masyarakat yang melaporkan kasus korupsi Nazar di sejumlah sektor. Menurut Johan, beberapa kasus baru korupsi yang diduga dilakukan Nazar masih dalam proses penelaahan. “Ada kasus yang masih diproses di Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Ada pula yang masih dalam penyelidikan dan penyidikan.” Saat ini, Johan melanjutkan, pemeriksaan Nazar terfokus pada dugaan pencucian uang dalam pembelian saham Garuda.
Senada dengan Johan, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan, pihaknya berupaya menuntaskan seluruh kasus Nazar. Walau begitu, upaya mengungkap seluruh kasus Nazar diakui tak mudah. Ini mengingat jumlah kasus dan lokasi tersebar di sejumlah wilayah. “Sekarang masih jalan. Seluruh kasusnya masih sedang diproses,” kata Bambang Widjojanto yang dihubungi Republika.
Terkait dengan penyitaan aset Nazar, wakil ketua KPK yang lain, Busyro Muqoddas, menjamin pihaknya terus berupaya. Menurutnya, upaya sita harta itu demi memiskinkan Nazar. Upaya pemiskinan itu, kata dia, menjadi bagian dari hukuman pelaku korupsi.
Dia pun tak menampik masih ada aset kekayaan Nazar yang belum disita. Menurutnya, hal itu disebabkan pengusutan kasus Nazar belum semuanya rampung. Di samping itu, masih ada beberapa kasus Nazar yang luput dari pemeriksaan KPK. Sebab, kasus tersebut sedang dalam penyidikan Polri dan Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Dia juga mengakui masih ada beberapa kasus korupsi lain Nazar yang belum ditangani KPK, Polri, maupun Kejaksaan. Namun, Busyro mengklaim KPK telah melakukan pemetaan kembali terhadap seluruh kasus terkait Nazar.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menaksir, total aset Nazar yang terkait korupsi mencapai Rp 6,037 triliun. ICW pun mempertanyakan keseriusan KPK untuk menyita triliunan aset Nazar tersebut. Aset itu, di antaranya 35 anak perusahaan di bawah Grup Pemai.
KPK didesak ICW segera menyita kantor-kantor itu untuk mencegah adanya pengalihan kepemilikan aset. Dalam kasus pencucian uang Nazar, ICW memaparkan, ada tiga hal yang dapat disidik, yaitu pencucian uang, penyembunyian aset, serta pencucian uang pasif.
Menurut peneliti ICW Febridiansyah, jika KPK menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus Nazar, ada banyak pihak yang bisa dijerat. Salah satunya adalah Partai Demokrat.
“Kalau ada aliran dana, misalnya pembiayaan kongres atau mendukung kegiatan partai, KPK punya kewajiban untuk menyentuh penerima uang, tidak peduli penerimanya orang atau korporasi. Korporasi bisa saja perusahaan, partai politik, atau juga kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi,” katanya menegaskan.
Dalam kesempatan itu, Febri mengkritisi kasus Nazar yang ditangani Polri dan Kejakgung. Dia menilai, kasus Nazar yang ditangani kedua lembaga negara itu tidak ada perkembangannya. Selain itu, kasus-kasus di Polri dan kejaksaan juga tidak pernah menyentuh Nazar.
Dia mencontohkan dalam kasus pengadaan laboratorium di sejumlah universitas negeri tidak menyasar ke Nazar. Orang-orang yang dijerat dalam kasus itu hanya setara direktur yang dalam persidangan mengaku hanya disuruh menandatangani surat-surat.
“Ini serius karena mereka justru saksi-saksi penting (dalam kasus Nazar). Mereka kini terancam terkriminalisasi,” ujarnya. Dia mencontohkan salah satu saksi penting dalam kasus-kasus Nazar, yaitu Yulianis (mantan wakil direktur keuangan di Grup Permai). n bilal ramadhan ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.