REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus membatasi peredaran minuman keras dengan mengeluarkan barang haram itu dari rak-rak di minimarket. Penjualan minuman keras yang tidak terkendali dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara di masa mendatang.
Anggota Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, pembatasan peredaran minuman keras sangat diperlukan. Penjualan minuman keras sebaiknya tidak dilakukan di minimarket yang mudah diakses masyarakat. Menurut Ace, minuman keras sebaiknya hanya dijual di toko-toko khusus yang telah mendapat izin ketat. “Jangan ada outlet minimarket yang menjual miras,” kata dia, kepada Republika, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/6).
Selain itu, menurut Ace, pemerintah juga harus mengambil langkah mengenai harga jual minuman keras. Caranya, meningkatkan pajak penjualan minuman keras. Dengan demikian, dia berharap, tidak ada lagi anak-anak muda yang gampang membeli minuman keras. “Kalau perlu pajaknya ditingkatkan 50 persen dari harga jual,” ujar dia.
Sekretaris Jenderal Kemendag Gunaryo mengatakan, aturan mengenai peredaran minuman beralkohol dengan kadar alkohol di bawah lima persen bisa diubah. Kemendag juga bersiap melayangkan imbauan untuk retail agar tertib saat menjual miras ini.
Berdasarkan peraturan, minuman beralkohol hanya bisa dijual di tempat-tempat tertentu. Pembeli juga dibatasi hanya untuk yang berusia diatas 21 tahun. "Kemendag segera melakukan imbauan agar retail mematuhi permendag dalam penjualan minol. Diusahakan sore ini juga (surat dibuat)," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina.
Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (Apidmi) Agoes Silaban mengatakan, pengawasan miras harus ditingkatkan. Sebab, pihak yang berwenang mengawasi peredaran miras sudah cukup banyak, yaitu pemerintah daerah, Kementerian Perdagangan (Kemendag), bea cukai dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Peranan Kemendag, menurut Agoes, bisa ditingkatkan mengingat instansi tersebut mempunyai divisi pengawasan barang beredar. Bea cukai dan BPOM juga dapat memakai kewenangannya untuk mengawasi dalam hal perizinan. Di beberapa daerah memang telah menerapkan perda mengenai minuman beralkohol.
Provinsi yang paling membutuhkan perda minuman keras, yaitu DKI Jakarta. Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah mengatakan, perda tersebut sangat penting untuk menjaga lingkungan masyarakat. Terutama miras yang diperjualbelikan di supermarket ataupun minimarket.
DPRD juga akan melakukan evaluasi terhadap minimarket yang menjual miras. Apalagi penjualan kepada anak di bawah umur. “Miras sangat merusak tidak hanya individu tetapi generasi keturunannya,” kata Ida.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendorong pemerintah di tingkat kota dan kabupaten untuk meningkatkan pengawasan terhadap penjualan minuman beralkohol. Sesuai aturannya, penindakan harus dilakukan pada penjualan miras yang berlokasi di dekat sekolah, tempat ibadah, dan sarana olahraga.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Timur Budi Setiawan mengatakan, pemerintah kota dan kabupaten setempat harus bisa mengatur pasar penjualan minuman tersebut. “Pusatkan saja di satu titik lokasi, jangan semua minimarket diberikan izin menjualnya," kata dia.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya Agus Eko mengatakan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2010, minuman keras golongan B dan C yang mengandung alkohol di bawah lima persen boleh diperjualbelikan di minimarket. Hanya, penempatannya tidak boleh dipajang secara bebas.
Dia juga mengatakan, pihaknya dalam dua kali seminggu selalu melakukan pemantauan terhadap penempatan minuman tersebut. Dia mengimbau para pemilik usaha waralaba itu mengawasi batas usia konsumen yang membelinya. "Kalau ada pembeli usia pelajar, jangan dikasih, ujar Agus.
Di Lampung, penjualan minuman keras tidak hanya di swalayan dan minimarket. Warung pinggir jalan pun berani menjajakan miras, meski warung itu bersebelahan dengan pos polisi lalu lintas. Penelusuran Republika, warung-warung gerobak yang bebas berdagang di Jalan Raden Intan dan Jalan Kartini, bebas menjajakan miras.
Keberadaan pedagang warung yang menjual miras ini, seakan tak tersentuh dengan peraturan daerah (perda) Nomor 11 Tahun 2008. Tidak ada razia dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) Pemkot Bandar Lampung, apalagi dari kepolisian.
Di Jalan Raden Intan, tepatnya dekat dengan pos (moyet) polisi lalu lintas, sejumlah warung gerobak bebas menjajakan miras meski mereka juga menjual rokok dan sembako lainnya. Pedagang warung gerobak memang tidak menjajakan miras di deretan depan.
Mereka menempatkan botol miras di belakang botol air mineral, air minum suplemen. Pedagang mengakatakan, pembeli miras merupakan sopir angkutan kota dan pelajar. “Penjualan minuman keras lebih menguntungkan daripada air mineral,” kata Yanto, pedagang warung gerobak di Jalan Raden Intan.
Ketua Komisi A DPRD Bandar Lampung Wiyadi mengatakan, persoalan minuman keras terletak pada fungsi pengawasan yang longgar. Akibatnya, minuman tersebut dijual dengan bebas, termasuk di Bandar Lampung.
Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Budiman AS mengakui ada beberapa kelemahan mendasar, menyangkut fungsi dan pengawasan terhadap peredaran miras. Ia berharap, fungsi dan pengawasan terhadap peredaraan miras dapat dikendalikan dengan seksama oleh Satpol PP, termasuk institusi polri yang memiliki kewenangan terhadap pola penertiban peredaran miras merespon aktif. n muhammad akbar wijaya/mursalin yasland/c74/c72/meiliani fauziah ed: ratna puspita
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.