REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diharapkan dapat meredam tekanan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI). Kebijakan ini diyakini dapat menahan keluarnya modal asing dari Tanah Air.
Sepanjang pekan lalu IHSG turun 245,37 poin atau 5,15 persen sepanjang pekan lalu. Asing masih mencatatkan pembelian bersih, yaitu sebesar Rp 4,87 triliun, meskipun lebih rendah dari pekan sebelumnya, Rp 9,144 triliun. Sementara, penjualan bersih asing yang tersisa hanya Rp 20 miliar atau turun 99 persen dari level tertinggi sebesar Rp 19,49 triliun.
Analis Trust Securities Reza Priyambada mengungkapkan, IHSG seperti bursa regional lainnya ikut tergerus akibat pernyataan bank sentral AS (The Fed) untuk menarik stimulus pelonggaran kuantitatif (QE). Keputusan DPR soal harga BBM sempat direspons positif oleh indeks meskipun tidak cukup kuat untuk mengembalikan indeks ke performa semula.
“Sentimen positif ini terhalangi dengan sentimen negatif The Fed yang mengakibatkan mayoritas bursa saham longsor hingga berimbas pada laju IHSG,” kata dia, Ahad (23/6). Namun, kepastian naiknya harga BBM bersubsidi diharapkan menjadi sentimen positif bursa saham di sepanjang pekan depan.
Reza memprediksi IHSG akan berada di rentang support 4.480-4.570 dan resisten 4.945-4.978. Dia menilai, IHSG masih belum akan memperlihatkan adanya potensi kembali ke posisi terbaiknya (rebound). Namun, diharapkan koreksi tersebut tidak berkepanjangan sehingga IHSG masih memiliki peluang untuk memperbaiki laju positif.
Hal yang sama juga diungkapkan Ekonom Pasar Uang dan Saham David Sumual. Menurutnya, tekanan terhadap IHSG sedikit berkurang dibanding jika tidak ada kenaikan harga BBM. Ini karena impor BBM Tanah Air cukup besar, lebih dari dua miliar dolar AS. Kenaikan BBM akan sedikit menurunkan konsumsi BBM sehingga impor pun berkurang.
Selain itu, kondisi fiskal negara akan membaik karena berkurangnya lokasi subsidi untuk BBM. Sehingga, hal ini akan memberikan sentimen positif kepada investor bahwa pemerintah cukup baik mengelola ekonomi.
Meski begitu, menurutnya, tekanan akan tetap ada seiring rencana penarikan QE oleh AS. “Ini memicu banyak fund manager kembali melakukan penjualan aset dan kembali ke dolar AS,” ujarnya. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan hampir terjadi di seluruh negara. Anjloknya IHSG di Afrika Selatan, kata David, bahkan lebih buruk dari Indonesia.
Sejak beberapa pekan lalu, investor asing sudah menarik dananya keluar dari pasar modal Indonesia. Kondisi ini selanjutnya tergantung dari perbaikan ekonomi AS, apakah akan terus berlanjut atau tidak.
Buruknya perkembangan bursa saham sepanjang pekan lalu membuat BEI melakukan monitor terhadap pergerakan saham. Pemantauan dilakukan dengan crisis management protocol (CMP). Bursa memiliki indikator dan tahapan yang harus dilakukan ketika menghadapi gejolak pasar seperti yang terjadi saat ini.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Uriep Budhi Prasetyo mengungkapkan, jika indeks mengalami tekanan, BEI akan memonitor karena indeks masuk ke level bahaya. Jika IHSG turun sampai 10 persen, direksi BEI harus melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta mengambil tindakan berupa penahanan perdagangan saham selama beberapa saat. Jika selama waktu tersebut indeks masih melemah, kebijakan tidak lagi berada di tangan BEI, tetapi OJK. n friska yolandha/qommaria ristanti ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.