REPUBLIKA.CO.ID, Banyak pernyataan “tidak tahu” keluar dari mulut Septi Sanustika tentang latar belakang suaminya, Ahmad Fathanah (AF). Perempuan kelahiran Depok, Jawa Barat, 30 tahun lalu, ini mahir mengunci mulutnya ketika pembicaraan mengarah ke situ.
Republika menemui anak pertama dari pasangan Sanusi dan Eti Suhaiti ini saat Ahad (26/5) siang. Septi mempersilakan Republika masuk ke dalam mobil mini Mitsubishi Mirage berwarna hitam silver bernomor polisi B 1714 BRN itu.
Ia duduk di depan. Wajahnya semringah, rupanya usai periksa gigi di klinik. Make-up dengan warna-warna terang terlihat di wajahnya yang bundar. Senyumnya ramah. Gaya bicaranya kental logat Betawi. Dalam perjalanan, Septi gembira jika ditanya aktivitas pribadinya. Maklum, Septi sedang menyulam karier keartisan.
Septi mulai tenar dari kasus yang menyeret nama suaminya. Terkadang, Septi memilih buang muka jika nama Fathanah diucapkan. Di satu rumah makan di Depok, Jawa Barat, Septi membuka ceritanya. “Bapak (AF) sukanya digorengkan telur ceplok setengah matang. Pakai garam sedikit,” kata dia menceritakan menu kegemaran suaminya.
Tapi, perempuan kelahiran 1 September 1983 ini menolak memberikan keterangan lebih banyak mengenai suaminya. Dia mengatakan, AF meminta dia tidak banyak bicara kepada wartawan. Mengaku istri yang baik, dia pun manut.
Septi menikah dengan AF pada Desember 2011. Dua tahun lalu, tepatnya Juni 2011, Septi pertama kali mengenal AF. Pertemuan terjadi saat Septi pentas panggung di Puncak, Bogor, Jawa Barat. Septi memang seorang penyanyi dangdut. “Tukang Porot” adalah salah satu hit miliknya.
Hanya butuh enam bulan bagi AF untuk meminang Septi. Pernikahan keduanya tidak mewah. Hanya disahkan menurut agama. Tidak ada hajatan besar ataupun undangan. Pernikahan itu melahirkan Ameera Naura Fathanah pada Sabtu (23/3). AF tidak mendampingi Septi saat persalinan karena berada di tahanan sejak Selasa (29/1).
Ketika menikah, Septi mengatakan, suaminya mengaku berstatus duda. AF pernah menikah dua kali sebelum bersamanya. AF dan Septi kemudian tinggal di Perumahan Permata Depok di Jalan Berlian II, Blok H2 No 15, RT 9 RW 2 Citayam, Depok, Jawa Barat. Rumah yang sama juga dihuni oleh kedua orang tua dan saudara kandung Septi.
Setahun lebih menjadi istri, Septi hanya tahu AF punya keluarga besar di Makassar, Sulawesi Selatan, dan seorang adik di Bekasi. AF memang berasal dan besar dari Makassar. Laki-laki kelahiran 1966 itu adalah anak dari pengusaha dan ulama lokal bernama Kiai Fadlun Lunar.
Septi bahkan tidak pernah tahu pekerjaan suaminya ataupun aktivitas lainnya. “Setahu saya, Bapak (AF) pengusaha,” kata dia. Septi tidak tahu bidang usaha yang digeluti AF selama ini. Tapi, itu pernah membuatnya penasaran. Suatu kali, Septi mengulik kegiatan AF. Justru semprotan tajam yang ia dapat. “Bapak itu galak kalau ditanya-tanya pekerjaan,” ujar Septi. “Apaan sih, Ma (panggilan AF kepada Septi), tanya-tanya,” kata Septi menirukan AF.
Setelah itu, Septi mengaku ciut dan tidak pernah lagi bertanya. Tapi, bukan berarti rasa penasaran Septi surut. Dia pernah memeriksa isi ponsel AF. Lagi-lagi kandas. AF sepertinya sudah menebak akan aksi itu. “Bapak selalu me-lock HP-nya,” kata dia.
AF sepertinya memang sengaja mengunci kegiatannya dari sang istri. Septi menggambarkan hubungannya dengan AF hanya soal kasur, dapur, dan sumur. Tidak lebih. AF tidak pernah sekalipun mengajak istrinya itu ke dalam obrolan usaha ataupun penghasilan rumah tangga.
Rumah tinggalnya di Citayam, Depok, juga sepi dari kunjungan orang-orang dan pebisnis. Septi mengakui kondisi itu memang tidak lumrah bagi pasangan suami istri, khususnya jika suaminya seorang pengusaha. Selama pernikahan, Septi cuma satu kali diajak ke dalam pertemuan dengan orang luar. Septi menceritakan, pernah diajak AF bertemu artis bernama Khadijah Azhari atau Ayu Azhari. Pertemuan itu mendadak. Dia juga tidak tahu isi dari pertemuan tersebut.
Tapi, Septi mengatakan, sudah tidak ambil pusing dengan kondisi itu. Dia sudah merasa beruntung jika AF bisa pulang tiap hari. Sebab, tidak jarang AF juga bermukim entah di mana. Septi mengatakan, suaminya memang selalu sibuk. Septi mengaku juga sering diberi kabar dari sopir tentang aktivitas AF di salah satu partai politik. “Bapak biasanya pergi sore. Nanti pulangnya pagi. Pergi pagi kadang nggak pulang beberapa hari,” kata dia.
Hal lain yang membuat Septi tidak banyak bertanya karena bisa jadi juga lantaran gemerincing rupiah. Menurut Septi, selama AF mapan menafkahi hidupnya dan keluarga, mengapa harus bertanya yang “tidak-tidak”. AF tidak pernah absen menggelontorkan ratusan juta rupiah untuk memanjakan istri mudanya itu.
Rumah, mobil, uang belanja, perhiasan, dan tetek bengek lain. Septi tidak pernah tahu berapa jumlah saldo dalam tiap rekening suaminya. Tapi, kata dia, tanpa diminta pun AF terus memberi. Tidak banyak, tapi cukup membeli sebuah rumah seharga Rp 5,8 miliar di Pesona Khayangan Depok.
Uang bulanan istri, kata dia, terkadang diberikan tunai dan beberapa kali transfer antarrekening. Kedua orang tua Septi juga menyusu dari rekening AF. Sambil tersenyum, perempuan yang mengaku sedang membiasakan diri berhijab ini menambahkan kebiasaan AF menghambur-hamburkan uang. “Bapak juga suka membagi-bagikan hadiah ke orang-orang,” kata dia. “Bapak itu baik sekali (royal).”
Seusai menemui Septi, di tempat terpisah, Republika juga menemui Eti, ibunda Septi. Perempuan Sunda kelahiran 1965-an ini sedikit kesal jika ditanya seputar menantunya. Eti mengaku risih bicara menyangkut keluarga. Apalagi, stigma negatif telah terpampang di rumahnya.
Eti mengaku, suaminya, Sanusi, sudah kenal dengan AF sebelum menikah dengan anaknya. Suaminya punya latar belakang pekerjaan yang sama dengan AF. “Sama-sama pensiunan pelaut,” kata dia. Meski berkasus, Eti tetap bangga punya menantu seperti AF. Eti mengatakan, mertua mana yang tidak ingin punya menantu yang punya “gentong rupiah”. Karena itu, dia juga tidak peduli dengan pekerjaan menantunya. “Yang penting bertanggung jawab. Dia menafkahi kami sekeluarga,” kata dia.
Sambil menggendong cucunya, Ameera, Eti mengatakan, AF memberikan uang untuk kebutuhan rumah tangga secara rutin. Pasangan paruh baya itu menerima uang yang cukup. “Dia (AF) pernah mentransfer Rp 40 juta untuk biaya rumah sakit saya,” kata dia.
Meski dikenal royal, kehidupan sosial AF di tempat tinggalnya sulit dideteksi. Ketua RT 9 RW 2 Perumahan Permata Depok, Agus Wulandoro, mengaku tidak mengenal AF ataupun Septi. Dia hanya mengenal Sanusi. “Keluarga itu sudah empat bulan tidak membayar iuran sampah dan keamanan,” ujar Agus dengan nada jengkel pada Sabtu (25/5).
Tunggakan tersebut, menurut dia, adalah bukti tertutupnya Keluarga Sanusi terhadap lingkungan. “Tidak ada yang kenal. Tidak pernah bersilaturahim,” kata Agus. Padahal, hampir tiap malam, kata dia, pengajian warga terus bergema dari pengeras suara masjid yang hanya berjarak tidak lebih dari 50 meter dari rumah keluarga tersebut. n bambang noroyono ed: ratna puspita
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.