Jumat 28 Jun 2013 01:38 WIB
Sarjana Kelautan dan Perikanan

Sarjana Kelautan dan Perikanan Masih Minim

Seorang wisatawan tengah menikmati keindahan kehidupan bawah laut. Indonesia memang dikenal memiliki potensi wisata bahari yang tinggi (ilustrasi)
Foto: Antara
Seorang wisatawan tengah menikmati keindahan kehidupan bawah laut. Indonesia memang dikenal memiliki potensi wisata bahari yang tinggi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Indonesia membutuhkan ratusan ribu sarjana kelautan dan perikanan untuk bidang eksplorasi sumber daya yang ada. Hanya saja, kata Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Yempita Efendi, sampai saat ini kebutuhan itu belum mampu dipenuhi oleh perguruan tinggi.

Menurut dia, dalam lima tahun terakhir kebutuhan sarjana yang ahli dalam bidang kelautan meningkat tajam, tidak sebanding dengan lulusan yang masih minim. “Kebutuhan rata-rata 200 ribu orang per tahun guna eksplorasi dan pengolahan hasil laut Indonesia,” tuturnya di Padang, Kamis (27/6), seperti dikutip Antara.

Dia mengatakan, 12 perguruan tinggi yang telah membuka program studi atau fakultas perikanan dan kelautan belum mampu memenuhi kebutuhan itu. Perguruan tinggi itu baru melahirkan sekitar seribu sarjana tiap tahun. Realitasnya, tidak semua bekerja pada sektor kelautan dan perikanan.

Sebagian dari mereka, kata dia, justru lebih berharap menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sehingga mereka menggeluti profesi lain walaupun tidak sesuai dengan keahliannya. "Banyak lulusan fakultas perikanan dan kelautan yang lebih memilih profesi lain daripada mengolah sumber daya kelautan. Ini pola pikir yang kurang tepat," katanya.

Padahal, menurut Yempita, potensi kelautan sangat menjanjikan. Dari kajian para ahli, diketahui terumbu karang seluas 1 km persegi mampu menghasilkan ikan 40 sampai 60 ton atau setara 120 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Potensi itu belum termasuk pemasukan dari wisata bahari yang mencapai 50 ribu sampai 80 ribu dolar AS serta kegiatan penelitian. "Jika lulusan perguruan tinggi mampu mengelola sumber daya kelautan dan perairan umum, hasilnya akan berarti bagi kemakmuran bangsa ini," ujarnya.

Jadi, kata dia, lulusan perikanan akan tetap dibutuhkan dan memiliki peluang kerja yang menjanjikan. Wilayah laut Indonesia lebih luas dari daratan dan memiliki hasil laut yang cukup kaya.

Bila hasil laut dapat dikelola dengan baik, kehidupan masyarakat di daerah pantai akan sejahtera. Dia mencontohkan, di negara-negara maju yang masyarakat nelayannya hidup dalam keadaan sejahtera. “Tapi, di negeri kita masyarakat nelayan hidup dalam kemiskinan," katanya.

Justru itu, menurut dia, dibutuhkan sarjana perikanan yang cerdas sehingga mampu memanfaatkan alam laut yang membawa keberkahan. Melalui dua jurusan ini, akan dilahirkan sarjana yang siap terjun untuk menjadi tenaga budi daya perikanan pengelola hasil laut yang andal.

Belum sarjana

Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Jambi, kebutuhan guru yang sudah sarjana masih tinggi. Di kabupaten ini, 42 persen guru dari semua tingkatan belum sarjana. Undang-undang mensyaratkan, pada 2015 seluruh guru harus sudah mengikuti program kesetaraan dan jenjang pendidikan minimal sarjana (S-1).

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjabar Wahidin mengatakan, guru yang ada di Tanjabar saat ini sebanyak 4.031 orang. ''Dari jumlah itu, 2.325 yang sudah sarjana,'' ujarnya di sela-sela penandatanganan perjanjian Tanoto Teacher Scholarship di Jambi, Kamis (27/6).

Menurut dia, Disdik Tanjabar sudah menerapkan program kesetaraan guru. Ini untuk mengejar target pada 2015 seluruh guru di daerah ini telah menuntaskan S-1. Wahidin mengatakan, guru yang belum sarjana sebanyak 1.706 orang atau sekitar 42 persen. Tenaga pendidik yang belum sarjana terbanyak guru SD, yakni 1.146 orang. ''Ini tantangan bagi kita. Kalau nanti sampai 2015 belum sarjana, jadi apa namanya,'' kata Wahidin.

Dia menyebutkan, saat ini dari 1.706 guru yang belum sarjana, sebagian sedang mengikuti program penyelesaian S-1. Ada yang melalui Univeristas Terbuka (UT), beasiswa dari APBD, swadaya, maupun bantuan dari berbagai proyek. Namun, dia mengatakan, masih ada sekitar 750 guru yang sama sekali belum mengikuti program kesetaraan.

Ada kelompok guru yang pasrah karena merasa sudah tua dan tinggal menunggu pensiun. Namun, ada pula kelompok guru yang diangkat dengan tidak memenuhi syarat. ''Kelompok ini setelah jadi guru menjadi beban bagi kita,'' ujarnya. n andi nur aminah ed: burhanuddin bella

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement