Senin 01 Jul 2013 01:51 WIB
RUU Ormas

Penolakan RUU Ormas Dinilai tak Relevan

 Seorang anak memegang bendera saat aksi unjuk rasa menolak RUU Ormas di depan komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (5/4).  (Republika/Yasin Habibi)
Seorang anak memegang bendera saat aksi unjuk rasa menolak RUU Ormas di depan komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (5/4). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain menilai, argumentasi penolakan RUU Ormas tak relevan. Sebab, RUU Ormas dinilai tak membatasi dan mengebiri kebebasan masyarakat. Apalagi, jika RUU Ormas dituding membawa kepentingan besar di belakangnya.

“Kalau ada yang menilai RUU Ormas mengancam rakyat, itu tidaklah berdasar dan relevan,” kata Malik di Jakarta, Ahad (30/6).

Setelah ditunda pengesahannya pada pekan lalu, menurut Malik, Pansus RUU Ormas bersama pimpinan DPR dan perwakilan ormas telah melakukan sosialisasi ulang. Usulan dalam paripurna DPR pun kemudian diakomodasi sehingga terjadi perubahan pada beberapa pasal dalam RUU Ormas.

Beberapa perubahan itu, antara lain, Pasal 7 tentang Pembidangan Ormas. Pembidangan ormas telah diubah menjadi bidang kegiatan ormas. Bidang kegiatan ormas pun diserahkan ke AD/ART ormas masing-masing sesuai dengan tujuan dan perannya.

Perubahan-perubahan itu, menurut Malik, lebih banyak mengakomodasi dua hal. Pertama, usulan bahwa negara tidak boleh terlalu masuk pada ranah internal ormas. Kedua, wilayah kegiatan dan aktivitas ormas tidak dibatasi. Ormas apa pun boleh berkegiatan di manapun.

Dengan perubahan tersebut, Malik menilai, seharusnya RUU Ormas tak dipolemikkan lagi. Bila ada protes terhadap RUU Ormas maka dia meminta pihak yang keberatan menyampaikannya langsung kepada Pansus RUU Ormas. Pasal dan bab mana saja yang dinilai masih represif atau memberatkan.

“Kalau masih ada tuduhan-tuduhan tidak sedap kepada kami, mohon tunjukkan dan buktikan. Kami lebih ingin perdebatan isi dan konten RUU ini ketimbang berdebat tentang tuduhan-tuduhan yang tidak relevan,” ujar anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB itu.

Sebaliknya, praktisi hukum senior Adnan Buyung Nasution menilai, RUU Ormas merupakan bentuk kesalahan berpikir perumus undang-undang. Bila tetap disahkan, dia menilai bahwa RUU Ormas akan membahayakan masyarakat. “Ini memang keterlaluan, paradigma berpikirnya salah, terutama Gamawan Fauzi. RUU ini berbahaya bagi masyarakat,” kata Buyung dalam konferensi pers “Menolak RUU Ormas'” di Jakarta.

Saat Indonesia merdeka, kata Buyung, negara menjamin dan memerdekakan rakyatnya. Negara pun memberi kebebasan berkumpul serta berserikat kepada semua masyarakat. Tetapi, RUU Ormas malah hadir untuk membatasi hak tersebut. RUU Ormas, menurut dia, menunjukkan betapa inginnya pemerintah untuk menguasai dan mengontrol penuh rakyatnya. Ada indikasi, otoritarianisme kembali dimunculkan.

Bila pemerintah menjadikan RUU Ormas sebagai instrumen untuk menertibkan ormas yang disebut meresahkan masyarakat, menurut Buyung, pemerintah dan DPR salah mengambil langkah. Karena, RUU ormas bukan jawaban untuk penertiban organisasi yang bersifat anarkis itu. Indonesia telah memiliki aturan hukum yang jelas dalam KUHP untuk menertibkan gerakan-gerakan ormas yang dianggap meresahkan itu.

“Aturannya ada, tapi pemerintah memble karena penegakannya tidak berjalan. Jangan jawab dengan membuat UU yang baru, yang ada saja dulu ditegakkan,” kata pria yang kini menjadi kuasa hukum Anas Urbaningrum itu.

RUU Ormas direncanakan akan segera diputuskan untuk disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 2 Juli 2013 nanti. Meski muncul beragam penolakan, Panitia Khusus RUU Ormas bersama pimpinan DPR optimistis RUU Ormas bisa segera disahkan. n ira sasmita ed: abdullah sammy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement