REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) resmi mengusung pasangan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2014. Hanura menjadi partai politik (parpol) pertama yang berani mendeklarasikan pasangan capres dan cawapres.
Wiranto mengatakan, dirinya dan Hary Tanoesoedibjo telah meneguhkan tekad untuk mengambil peran memimpin perubahan di Indonesia. Dia menjelaskan perbedaan latar belakang antara dia dan Hary Tanoe digunakan sebagai senjata untuk melakukan perubahan di Tanah Air.
Mantan panglima TNI periode 1998 - 1999 itu berkeyakinan dapat mewujudkan perubahan menjadi kenyataan dengan modal pengalamannya memimpin organisasi militer dan ditambah pengalaman Hary Tanoesoedibjo sebagai pengusaha sukses. “Kami yakin perpaduan itu saling mengisi dan melengkapi,” kata Wiranto, Selasa (2/7).
Sebagai capres, Wiranto mengaku akan mempertanggungjawabkan isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang selalu muncul di setiap pencalonan dirinya. “Saya persilakan untuk bertemu dan mari kita diskusikan apa yang terjadi di masa lalu,” kata Wiranto.
Menurutnya, kondisi pada saat kerusuhan Mei 1998 saat itu negara sedang mengalami krisis multidimensional yang sangat berat sehingga terjadi kerusuhan massal di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) dan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Soeharto itu, Wiranto harus dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Tanah Air. “Waktu itu, saya dapat menyelesaikan dan meredakan kerusuhan itu hanya dalam tempo tiga hari dan negara kita tetap utuh. Bahwa korban memang ada dan itu risiko dari suatu kerusuhan,” jelasnya.
Dibandingkan dengan kerusuhan serupa yang terjadi di sejumlah negara asing, seperti Mesir, Suriah, dan Libya, Wiranto mengaku, penyelesaian kerusuhan Mei 1998 masih lebih baik. “Maka, saya minta hal ini dipahami untuk mengimbangi isu-isu tidak jelas yang terus berkembang menjelang pencalonan saya menuju Pemilu 2014,” ujarnya.
Wiranto menambahkan, partainya sedang belajar untuk mengambil risiko dengan mengusung pasangan capres-cawapres dari kalangan internal partai. “Kami mulai belajar untuk membangun suatu budaya baru bahwa parpol harus berani mencalonkan kadernya,” kata Wiranto.
Menurutnya, pertimbangan internal di Partai Hanura cukup panjang untuk mencapai kesepakatan mengusung Hary Tanoesoedibjo yang baru terjun ke dunia politik menjadi calon wakil presiden dari Hanura. Dia juga mengaku tidak memedulikan hasil survei yang menyebut elektabilitas partai itu semakin menurun. “Daripada bersandar pada hasil survei, lebih baik kami konsentrasi pada apa yang bisa dilakukan ke depan,” kata Wiranto.
Untuk mengimbangi hasil survei yang menjatuhkan Hanura, partai itu kemudian melakukan survei sendiri untuk mengetahui sejauh mana elektabilitas partai guna kepentingan Pemilu 2014. “Survei terakhir yang dilakukan Hanura, kami sudah masuk empat besar dengan kisaran 7,2 persen,” ujarnya.
Menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada akhir 2012, Partai Hanura menempati posisi bontot dengan perolehan angka hanya satu persen pada kategori elektabilitas. Pada Pemilu 2009, Partai Hanura hanya mendapat perolehan kursi di DPR RI sebanyak 18 kursi (3,21 persen) dari total perolehan suara sebesar 3.922.870 atau 3,8 persen. Untuk Pemilu 2014, Partai Hanura percaya diri dapat meraih perolehan suara sebanyak-banyaknya sehingga dapat meraih posisi tiga besar parpol pemenang pemilu.
Sementara itu, Hary Tanoesoedibjo yang baru saja ditunjuk sebagai ketua Badan Pelaksana Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Hanura mengaku sepaham dengan visi dan misi Wiranto untuk mencalonkan diri menjadi capres-cawapres. “Dengan latar belakang kami yang berbeda maka itu akan menjadi kekuatan maksimal untuk bangsa ini,” ujarnya. n antara ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.