REPUBLIKA.CO.ID, SENTANI — Ribuan warga Kabupaten Jayapura Papua menggelar aksi long march dan memadati jalan raya di Sentani, Rabu (3/7). Mereka mendesak legislator dan Pemkab Jayapura melakukan tindakan nyata untuk menghentikan peredaran minuman keras (miras).
Ribuan warga tersebut melakukan aksi jalan kaki dari Pasar Pharaa menuju ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat yang berlokasi di kompleks perkantoran Gunung Merah. Terkait aksi tersebut, semua pertokoan tutup dan angkutan umum kota tidak ada yang beroperasi.
Sehari sebelumnya, telah disebarkan selebaran bahwa akan ada demo damai dengan berjalan kaki untuk meminta DPRD menghentikan peredaran miras. Konsumsi miras disebut-sebut sebagai faktor pemicu banyak tindakan kriminal di wilayah itu.
Koordinator aksi Ustaz Abdul Rahman Solaiman mengatakan, pihaknya didukung oleh seluruh elemen masyarakat di kabupaten yang bertetangga dengan Kota Jayapura itu untuk melaksanakan aksi damai tersebut. “Kami berharap pemerintah dalam hal ini wakil rakyat di DPRD dapat lebih memperhatikan tuntutan masyarakat mengenai penghentian peredaran miras supaya bisa mengurangi tindak kekerasan,” ujarnya.
Para peserta unjuk rasa mendesak pemerintah menutup toko-toko penjual miras. Selain itu, pemkab juga didorong menghentikan izin penjualan baru. Salah seorang peserta aksi damai, Albert, mengatakan, dirinya ikut serta setelah menerima selebaran soal rencana demo damai itu. Kendati demikian, warga Sentani tersebut tak menyangka bahwa unjuk rasa akan melumpuhkan pelayanan jasa transportasi dan perdagangan.
Menyusul aksi damai, Pemkab Jayapura berjanji akan berhenti memberikan izin baru penjualan minuman keras (Miras) di wilayah itu. Meski begitu, Wakil Bupati Kabupaten Jayapura Robert Djoenso menegaskan, untuk menghentikan atau mencabut izin peredaran miras secara keseluruhan, pemkab belum memiliki dasar hukum.
Pasalnya, Kabupaten Jayapura sudah telanjur memiliki peraturan daerah (perda) mengenai pembatasan miras. “Untuk itu, kami hanya bisa menghentikan terbitnya izin-izin baru untuk penjualan miras,” ujarnya ketika diwawancarai Antara di Sentani.
Wakil Bupati mengatakan, untuk toko-toko miras yang masih beroperasi karena izin penjualannya masih berlaku, pihaknya hanya mengimbau agar tidak kembali menjual minuman beralkohol itu. Ia menuturkan, tidak ada sanksi pidana bagi toko miras yang masih buka atau menjual miras, tetapi mengharapkan ada sanksi sosial dari masyarakat.
Kendati belum bisa total melarang peredaran miras, seperti Kabupaten Manokwari, Papua, menurut Robert, Jayapura sedang menuju ke arah tersebut. Regulasi-regulasi terkait pelarangan peredaran minuman keras tengah digodok.
Aksi unjuk rasa kemarin tak terlepas dari memanasnya kondisi di Kabupaten Jayapura akibat peristiwa pembunuhan beberapa waktu lalu. Kala itu, pembunuhan diduga dilakukan empat warga yang tengah kondisi mabuk. Peristiwa itu sempat memicu kekhawatiran timbulnya bentrokan bernuansa SARA di Jayapura.
Selain mendesak pembatasan peredaran miras, aksi kemarin juga untuk meredam isu SARA tersebut. “Dalam aksi damai ini, para pemuka agama dari lima agama yang ada di Indonesia turut serta,” ujar Abdul Rahman.
Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kabupaten Jayapura Marshall Suebu didampingi perwakilan tokoh pemuda dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Zeth Keroman, menyatakan dukungan terhadap aksi. “Isu yang berkembang menyatakan bahwa masyarakat A akan menyerang masyarakat B sehingga dikhawatirkan akan ada pergolakan. Untuk meredamnya, harus ada aksi yang dilakukan,” ujar Marshall, menanggapi rencana aksi pada Senin (1/7).
Ia mengharapkan pemerintah dapat memperhatikan poin-poin yang dituntut dalam aksi damai. Sehingga, situasi kondusif dapat tercipta di Kabupaten Jayapura dan Papua.
Upaya perlawanan terhadap peredaran miras tak hanya mengambil tempat di Jayapura. Tetapi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda juga meminta aparat setempat menegakkan aturan soal peredaran miras, tempat hiburan malam, peredaran narkoba, dan penambangan yang merusak lingkungan.
Bulan lalu, Bupati Kabupaten Paniai, Papua, Hengky Kayame mengingatkan, para penjual miras yang tertangkap tangan harus meninggalkan daerah Paniai. “Akibat adanya miras ini, kriminalitas di wilayah saya meningkat,” ujarnya. Ia menilai bahwa miras akan membunuh warga Paniai sedikit demi sedikit. Menurut bupati itu, miras juga akan menghambat upaya pembangunan Paniai. n antara ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.