REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan kartu kredit di Indonesia diperkirakan menurun seiring dengan efektifnya peraturan Bank Indonesia (BI) tentang pengetatan kartu kredit awal tahun ini. Meskipun demikian, sejumlah bank tetap memasang target tinggi penggunaan kartu kredit tahun ini.
Survei MasterCard menunjukkan, penggunaan kartu kredit di Indonesia mengalami penurunan hingga 6,5 poin dari angka 81 poin pada semester pertama tahun ini. "Hal ini berbeda dengan penggunaan kartu kredit di negara-negara lainnya seperti Taiwan dan Korea Selatan yang mengalami peningkatan secara pesat dengan peningkatan 19,2 poin dan 14,8 poin berturut-turut," tulis analisis MasterCard tersebut yang dikutip, Jumat (6/7).
Namun, penurunan yang dialami Indonesia masih jauh lebih kecil ketimbang Bangladesh. Akibat situasi politiknya, penggunaan kartu kredit di negara tersebut turun dari 39,5 poin ke 22,2 poin. Hal yang sama terjadi pula di Vietnam yang mengalami penurunan hingga 16,1 poin dari angka 58,4 poin.
MasterCard menenggarai penurunan tersebut disebabkan oleh sejumlah aturan terkait kartu kredit yang dikeluarkan BI pada awal 2013 lalu. Dalam kebijakannya itu, BI menetapkan batas minimum suku bunga kartu kredit.
Selain itu, BI mengatur persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit yang ditentukan melalui pendapatan tiap nasabah. Langkah tersebut diambil BI untuk meredam penggunaan kartu kredit di masyarakat Indonesia yang semakin tinggi dan ditakutkan memicu gejolak ekonomi.
Meskipun demikian, sejumlah bank masih yakin terhadap ekonomi Indonesia dan daya beli masyarakat. Sehingga, mereka tetap menetapkan target yang optimistis pada bisnis kartu kredit. Bank Permata, misalnya. Direktur Retail Banking Bank Permata Lauren Sulistiawati menyatakan, jumlah kartu kredit yang diterbitkan perseroan tahun ini bisa mencapai 600 ribu kartu dengan volume sekitar Rp 650 miliar per bulan.
Menurutnya, saat ini jumlah kartu kredit Bank Permata mencapai 500 ribu dengan transaksi Rp 600 miliar per bulan. "Tahun lalu masih sekitar Rp 450 miliar per bulan," ujarnya. Ia mengatakan, penambahan kartu kredit dari nasabah baru setiap tahunnya mencapai 15-20 persen.
Sebanyak 70 persen dari total transaksi kartu kredit Bank Permata bertujuan untuk belanja kebutuhan sehari-hari dan makanan. Namun, ke depan, perseroan berharap pemakaian kartu kredit bisa lebih seimbang di semua lini, termasuk untuk transaksi perjalanan dan Fashion. "Kami harap semua bisa berkontribusi agar penerimaan lebih solid," tegasnya.
Bank HSBC pun menargetkan pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit yang cukup tinggi tahun ini. Head of Costumer Value Management HSBC Indonesia Vira Widyasari menyatakan, setidaknya perseroan berharap nilai transaksi kartu kreditnya di atas pertumbuhan industri yang sebesar 20 persen atau mencapai Rp 200 triliun pada akhir 2012.
Target tersebut menurutnya telah memperhitungkan sejumlah peraturan BI tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Perseroan pun memperhitungkan pertumbuhan masyarakat kelas menengah dalam menetapkan target itu.
Adapun strategi yang digunakan untuk mencapai target di atas 20 persen itu, HSBC akan memanfaatkan momen tren belanja Fashion pada pertengahan dan akhir tahun di tiga negara tetangga, yakni Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Fashion memang berkontribusi paling besar dalam transaksi kartu kredit HSBC atau mencapai mencapai 55 persen; jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tujuan transaksi kartu kredit lainnya.
Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di HSBC, tapi juga di bank lain. Berdasarkan data penggunaan kartu kredit dari VISA International pada 2012, kategori pakaian and aksesoris merupakan kategori dengan kontribusi transaksi tertinggi sekitar 19 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa Fashion merupakan gaya hidup yang semakin menjadi prioritas seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang positif di Indonesia. Barang fashion bahkan telah menjadi kebutuhan rutin. n satya festiani/antara ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.