REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menyatakan pemerintah bertekad mempertahankan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan remisi. Ia menegaskan, kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta, Medan, tak terkait permasalahan yang ditimbulkan regulasi tersebut.
“PP 99/2012 tidak akan diubah karena itu semangat pemerintah dan semangat komponen masyarakat untuk menegakkan hukum yang tegas terhadap tiga extraordinary crime,” katanya saat ditemui di kantor Presiden, Senin (15/7). Kejahatan-kejahatan luar biasa yang ia maksudkan adalah korupsi, terorisme, dan peredaran narkoba.
Kendati demikian, Djoko sepakat, penerapan peraturan tersebut belum optimal. Menurutnya, yang perlu diperbaiki dari PP tersebut hanyalah aturan pelaksanaan yang perlu lebih teliti dan detail.
Ia mencontohkan, perkara narkoba yang masih campur baur antara pengguna, bandar, dan pengedar. Menurutnya, pengguna, bandar, dan pengedar seharusnya tidak bisa disamakan jenis hukumannya.
Atas desakan itu, Djoko juga meminta agar kerusuhan yang menimbulkan korban nyawa di Lapas Tanjung Gusta, Medan, tak dikaitkan dengan perdebatan soal PP 99/2012. “Di Tanjung Gusta itu lebih karena ketidaknyamanan akibat fasilitas dasar yang tidak terpenuhi. Isu tersebut muncul jauh sebelum PP,” kata dia.
Menurutnya, solusi untuk kedua isu tersebut pun berbeda. Lapas Tanjung Gusta yang kelebihan kapasitas bisa diatasi dengan pemindahan narapidana dan menambah jumlah lapas. Ia mengatakan, para napi bisa dititipkan ke lapas lain dan tidak harus berlokasi di Sumatra Utara.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan PP 99/2012 rawan disalahgunakan dan diperdagangkan. Sebab itu, pemerintah tak semestinya mempertahankan regulasi tersebut.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil sepakat, kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta, Medan, pekan lalu sedikit banyak didorong PP 99/2012. Ia menilai peraturan itu melanggar HAM.
Di pihak lain, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, PP 99/2012 efektif untuk membuat jera koruptor. Ia menilai, usulan dari para napi untuk mendapatkan remisi jangan melemahkan sikap pemerintah. Semangat dalam peraturan itu, pemerintah melihat salah satu musuh utama bangsa saat ini adalah korupsi.
Pramono juga yakin, kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta tidak disebabkan oleh pengetatan remisi, namun persoalan manajemen lapas yang buruk. Sebabnya, Lapas Tanjung Gusta juga tidak memiliki banyak narapidana kasus korupsi. "Kebanyakan napi di sana itu dihukum karena tindak pidana murni," katanya.
Surat edaran
Terkait kerusuhan di Tanjung Gusta, Menkumham Amir Syamsuddin mengeluarkan surat edaran tertanggal 12 Juli. Surat tersebut membatasi pemberlakuan PP 99/2012 berdasarkan waktu dijatuhkannya vonis.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari mengatakan, surat edaran tersebut adalah bentuk kompromi terhadap para terpidana koruptor. "Surat Menkumham itu bersemangat kompromi dan belas kasihan," kata Hajriyanto kemarin.
Hajriyanto menyatakan, pemerintah terjebak dalam dilema klasik antara menegakkan semangat antikorupsi dan tekanan memberikan remisi kepada pelaku korupsi. Ia menilai dilema itu hadir karena ketidakbecusan pemerintah merancang regulasi.
Hemat politisi Golkar itu, surat edaran tersebut mestinya tidak pernah dikeluarkan. Pasalnya, surat edaran itu bertentangan secara substansi dengan keberadaan PP 99/2012.
Dalam surat edaran itu tertera bahwa pemberian keringanan hukuman sebagaimana diatur PP 99/2012 hanya berlaku bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal 12 November 2012.
Menurut Amir Syamsudin, narapidana yang putusannya telah in kracht sebelum tanggal tersebut akan tetap mendapatkan remisi, namun sesuai dengan persyaratan pada PP Nomor 28/2006. "Jadi, tidak berlaku (PP 99/2012), tapi yang berlaku PP 28," jelasnya.
Amir menegaskan, surat tersebut lebih ditujukan untuk terpidana pengguna narkoba selain bandar yang banyak mendekam di Tanjung Gusta. "Kalau ada pelaku korupsi yang berdampak dan diuntungkan, itu adalah risiko dari kebijakan saya," tegasnya.
Terkait desakan pencabutan PP 99/2012, Amir mengatakan pemerintah bergeming. Menurutnya, peraturan tersebut tidak akan diubah atau direvisi. Hanya saja, dalam penerapannya peraturan itu tak berlaku surut.
Kebijakan tak berlaku surut itu agar pembatasan remisi tak mudah digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi. Ia menambahkan, saat ini PP Nomor 99/2012 sedang dalam pengajuan uji materi oleh Yusril Ihza Mahendra yang merupakan pendahulunya sebagai menkumham.
Ia berjanji akan maksimal untuk menghadapi gugatan tersebut. "Kalau kita pegang aturan yang berlaku, tidak ada pemerintah surut atau mengalah terhadap pelaku korupsi," ujarnya. n esthi maharani/m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.