REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ - Spanyol secara resmi meminta maaf kepada Presiden Bolivia Evo Morales dan seluruh rakyat negara Amerika Latin itu. Permintaan maaf ini terkait insiden pelarangan pesawat kepresidenan Bolivia melintasi wilayah udara Spanyol, beberapa waktu lalu.
Pesawat yang ditumpangi Presiden Evo Morales tersebut dicurigai membawa “penumpang gelap”, sang pembocor data-data intelijen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Edward Snowden. Kala itu, Morales sedang dalam perjalanan pulang dari kunjungan resmi di Moskow. Kebetulan, saat itu pun Snowden berada di Ibu Kota Rusia, tepatnya di zona transit Bandara Sheremetyevo, Moskow.
Berangkat dari kecurigaan itu, juga atas tekanan dari AS, beberapa negara Uni Eropa, yakni Spanyol, Prancis, Portugal, dan Italia tak mengizinkan pesawat itu melewati wilayah udara mereka. Akhirnya, pesawat itu mendarat di Austria dalam kondisi nyaris kehabisan bahan bakar. Di Bandara Wina, Austria, pun, perwakilan negara-negara juga masih berusaha mencari Snowden.
Duta Besar Spanyol untuk Bolivia, Angel Vazquez, Senin (15/7), menyatakan sangat menyesalkan insiden itu. Ia mengakui, prosedur yang diterapkan perwakilannya di Bandara Wina tidak tepat. “Prosedur itu tidak tepat dan menganggu Presiden, (bahkan) menempatkan ia dalam situasi sulit,” ujar Vazquez saat mengantarkan surat resmi ke Kementerian Luar Negeri Bolivia.
Sebelumnya, tepatnya pekan lalu, Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Garcia Margallo menyatakan, negaranya siap meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dialami Presiden Morales. Namun, ia membantah bahwa Spanyol menutup wilayah udaranya untuk penerbangan Morales.
Spanyol tampaknya tak ingin memperumit ikatan sejarah mereka yang begitu dalam di Amerika Latin. Terlebih, di era krisis ekonomi seperti saat ini ketika Spanyol membutuhkan wilayah untuk mengekspor produk-produknya. Maka, tak ada pilihan yang lebih baik bagi Spanyol selain meminta maaf dan memperbaiki hubungan dengan Amerika Latin, khususnya Bolivia.
Perlakuan tak pantas beberapa negara Eropa kepada pemimpin Bolivia ini memperuncing hubungan Amerika Latin dengan Eropa serta AS. Bahkan, sebagai bentuk solidaritas terhadap Bolivia, empat negara Amerika Latin, yakni Brasil, Argentina, Venezuela, dan Uruguay sepakat menarik duta besar mereka dari sejumlah negara UE yang terlibat dalam insiden pesawat kepresidenan itu.
Selain itu, sebagai protes atas perlakuan yang sewenang-wenang itu, beberapa negara Amerika Latin, yakni Venezuela, Nikaragua, dan Bolivia, menawarkan suaka politik kepada Snowden. Mereka tak memedulikan ancaman Presiden AS Barack Obama bahwa negara manapun yang menampung dan memberi perlindungan kepada Snowden akan membayar mahal atas tindakan itu.
Tamu tak diundang
Selain itu, di Rusia, Presiden Vladimir Putin mengatakan, Snowden seperti sebuah hadiah yang tak diinginkan Rusia dari AS. Pria yang membocorkan rahasia program intelijen AS itu, menurut Putin, datang bagaikan tamu tak diundang. “Bagaikan hadiah bagi kami. Selamat Natal,” katanya ketika berada di Pulau Gogland, Selasa (16/7).
Snowden tiba di Bandara Internasional Sheremetyevo, Moskow, pada 23 Juni dari Hong Kong. Ketika itu, ia disebutkan akan menuju Kuba. Namun, ia tak bisa ke sana karena AS telah mencabut paspornya. Maka, selama tiga pekan terakhir, Snowden pun “terdampar” di area transit bandara tersebut.
Putin secara eksplisit mengkritisi langkah AS yang mengintimidasi negara lain agar tak menerima Snowden. Akibatnya, mantan analis intelijen di CIA itu tak bisa pergi ke negeri lain hingga ia seakan-akan terdampar di Rusia.
Snowden beberapa hari lalu mengatakan siap mengajukan permohonan suaka sementara kepada Rusia sehingga ia bisa terbang dengan aman ke Amerika Latin. Menurut Putin, hingga kini belum ada informasi ataupun klarifikasi terkait pengajuan suaka secara resmi dari Snowden. Lagi pula, kata Putin, Snowden tak ingin tinggal secara permanen di Rusia.
Ia pun mengaku tak tahu ke mana buronan AS itu akan pergi setelah tinggal sementara di Rusia. “Bagaimana saya tahu? Itu hidupnya, nasibnya.” n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.