Kamis 18 Jul 2013 03:45 WIB
Sekolah Master

Titik Terang Buat Sekolah Master di Depok

Suasana belajar di sekolah Bina Insan Mandiri atau Sekolah Master (Masjid Terminal) yang terletak di sisi barat terminal Depok, Jawa barat.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Suasana belajar di sekolah Bina Insan Mandiri atau Sekolah Master (Masjid Terminal) yang terletak di sisi barat terminal Depok, Jawa barat.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menggelar pertemuan tertutup dengan Sekolah Masjid Terminal (Master) Depok, Rabu (17/7). Pertemuan tersebut membahas rencana Pemkot Depok melakukan optimalisasi Terminal Terpadu Kota Depok yang berdampak pada penggusuran sebagian wilayah Sekolah Master.

Pertemuan yang dilangsungkan di Balai Kota Depok tersebut, juga dihadiri oleh PT Andyka Investa selaku pemenang tender optimalisasi Terminal Terpadu Kota Depok. Hasil pertemuan memunculkan titik terang masalah penggusuran Sekolah Master yang santer diberitakan akhir-akhir ini.

Ketua Yayasan Bina Insan Mandiri atau Sekolah Master Nurrohim menyatakan, hasil pertemuan menyetujui akan adanya kesepakatan atau perjanjian antara tiga belah pihak, yaitu Pemkot Depok, Sekolah Master, dan PT Andyka Investa. Dia mengatakan, kesepakatan tersebut adalah upaya untuk mengakomodasi kepentingan dari tiga belah pihak.

''Jadi, kita ingin berdampingan sampai kapan pun. Jangan sampai muncul perpecahan atau gejolak,'' kata Nurrohim yang ditemui di Sekolah Master. Ia berharap pemerintah juga memperhatikan nasib Sekolah Master dan para pedagang di Terminal Depok.

Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Depok Doddy Setiadi mengungkapkan, tidak pernah ada rencana penggusuran Sekolah Master dalam rangka optimalisasi Terminal Terpadu Kota Depok.

''Dari awal kesepakatan, Pemkot Depok pastinya tidak akan melakukan pembangunan di luar lahan milik Pemkot,'' ujar Doddy kepada Republika. Dia menambahkan, kalaupun ada lahan milik Sekolah Master yang akan terkena dampak pembangunan, merupakan kewajiban dari mitra kerja, yaitu pihak pengembang.

Doddy memastikan, perlu ada kesepakatan antara Sekolah Master dan pihak pengembang. Dalam hal ini, pemerintah akan memfasilitasi bila tidak terjalin kesepakatan. Menurut Doddy, pemerintah juga tentunya mendukung keberadaan Sekolah Master sebagai sarana belajar-mengajar.

Dari total lahan Sekolah Master seluas 6.000 meter persegi, hanya 4.000 meter persegi yang telah memiliki surat wakaf dan sertifikat tanah atas nama yayasan sekolah. Sementara, hak penggunaan lahan seluas 2.000 meter persegi milik pemerintah telah habis.

Berdasarkan keterangan Nurrohim, pihak Yayasan Bina Insan Mandiri meminta agar kompleks bangunan semipermanen di atas tanah wakaf milik yayasan tidak diganggu gugat.

Kedua, sejumlah bangunan yang terpisah-pisah di atas tanah wakaf milik yayasan dapat ditukar guling. Ia juga berharap, bangunan di atas lahan hibah seluas 2.000 meter persegi yang bukan milik sekolah dapat dipindahkan ke lahan milik sekolah.

Dia memerinci, bangunan di atas lahan hibah, antara lain, ruang kelas sekolah menengah pertama (SMP) dan taman kanak-kanak (TK), masjid terminal, asrama siswa dan mahasiswa, serta 10 buah bangunan toko atau bengkel.

''Kita sudah mengalah menyediakan lahannya, kami berharap bangunan tersebut dapat dipindahkan,'' kata Nurrohim. Dia menyebutkan, ketiga belah pihak akan melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu dekat ini guna membahas kesepakatan. n mg06 ed: wulan tunjung palupi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement