REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra
Ikhlas. Sifat ini mesti melekat pada seorang penjemput zakat. Demikian diungkapkan petugas penjemput zakat dari Al-Azhar Peduli Umat, Ahmad Priyanto. Sebab, kata dia, untuk bisa sampai ke rumah muzaki atau pembayar zakat, penjemput zakat kadang butuh pengorbanan tersendiri. “Kadang saya berjanji untuk mengambil zakat, namun meleset gara-gara ban bocor di jalan,” katanya, Rabu (17/7).
Pengalaman lainnya, meski ia sudah terburu-buru berangkat, justru terjebak macet hingga harus meminta maaf karena tidak sesuai jadwal. “Tapi, semua itu risiko. Yang pasti, niat baik kita adalah menjemput zakat dari para muzaki,” kata Ahmad. Ramadhan ini dia juga mesti siaga untuk menjemput dana zakat dari masyarakat.
Saat ini, ia memperoleh zona tugas di Jakarta Selatan. Saat ada panggilan, ia akan segera melesat dengan sepeda motornya sesuai alamat muzaki dan waktu yang diinginkan. Saat puasa, ada tantangan tersendiri kalau siang hari karena biasanya saat itu rasa haus berada di puncaknya. Pada awal Ramadhan, kata dia, belum banyak rumah yang mesti dia kunjungi.
Biasanya, ungkap Ahmad, pada masa akhir Ramadhan akan banyak panggilan. Maka, kesibukannya secara otomatis akan meningkat drastis. Ia tak bekerja sendiri, ada sejumlah rekan yang bertugas di zona berbeda. Ada yang di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Kisah lain dituturkan oleh Abdul Kahfi dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Sekarang, Abdul menjadi petugas yang menangani konsultasi zakat dan juga penjemput zakat. Ia pernah berhadapan dengan orang kaya yang cukup serampangan dalam memandang zakat. Saat ingin mengambil zakat, sang muzaki ini baru saja kehilangan mobil. Dia seorang perempuan. Ketika tiba di tempat, Abdul meminta ibu itu tenang dan mengingatkannya apakah sebelumnya pernah berzakat.
Ketika mendapat jawaban belum berzakat, Abdul menyarankannya untuk tidak menunda-nunda lagi kewajiban itu sembari mengikhlaskan barang yang sudah dicuri. Setelah menuruti sarannya, tidak berselang lama, ibu yang terbilang cukup kaya itu memberi tahu bahwa polisi telah menemukan mobil yang sebelumnya raib itu.
Hebatnya, beberapa hari kemudian, orang itu mendapat untung besar dari bisnisnya hingga bisa membeli mobil baru yang lebih mahal. Karena sang ibu merasa rezeki yang diterimanya secara beruntun itu didapat setelah mengeluarkan zakat, mobil itu diserahkan kepada Ahmad. “Janji Allah tidak pernah meleset. Dengan berzakat, secara nominal uang kita berkurang, tapi di mata Allah akan bertambah.”
Abdul yang sudah 13 tahun menjemput zakat ini mengatakan, kebiasaan mengeluarkan zakat berkorelasi dengan kesehatan fisik dan spiritual seseorang. Memang kedengarannya aneh, tapi faktanya demikian. Pengalamannya membuktikan. Ia pernah bertemu seorang kaya raya yang menderita penyakit jantung dan gangguan mata akut.
Usia orang itu sudah 80 tahun dan divonis dokter hidupnya tidak bakal lama.Namun, apa yang terjadi? Orang itu tetap terlihat sehat dan membuat rekan-rekannya heran hingga bertanya-tanya. Resepnya hanya satu, yaitu rutin mengeluarkan zakat. Abdul mengungkapkan, dalam sekali berzakat, orang tersebut bisa menembus angka Rp 50 juta. “Saya mengambil sendiri ke apartemennya.”
Menurut Abdul, dia melakukan ikhtiar dengan berzakat. Ternyata, terapi zakat membantunya bertahan hidup dari serangan penyakitnya. Kisah lainnya, ada seorang manajer properti di Jakarta Barat yang sudah lima tahun berumah tangga, namun belum juga mengandung anak. Saat ia menerangkan zakat, manajer itu yang merupakan seorang perempuan tak tahu banyak soal zakat dan merasa malu jarang berzakat.
Tiga bulan kemudian, Abdul memperoleh kabar, manajer itu telah hamil. “Alhamdulillah, zakat bukan semata untuk orang yang membutuhkan, tapi kebaikannya kembali kepada sang muzaki sendiri.” n ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.