Rabu 24 Jul 2013 02:55 WIB
Hari Anak Nasional

Hak Anak Masih Terabaikan

Sejumlah tahanan anak mengikuti pelatihan motivasi (ilustrasi).
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Sejumlah tahanan anak mengikuti pelatihan motivasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peringatan Hari Anak Nasional, Selasa (23/7), masih dibayangi aneka permasalahan yang mendera anak-anak Indonesia. Salah satunya adalah pemenuhan hak-hak anak di Indonesia yang dinilai masih terabaikan

Anggota Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA), Ilma Sovri Yanti, mencontohkan, anak-anak di pengungsian dan anak-anak difabel yang hak-haknya belum terpenuhi. “Padahal, anak-anak ini masuk dalam kondisi darurat yang wajib diberikan perlindungan khusus," kata Ilma.

Pengabaian hak-hak anak juga terutama tampak pada penanganan anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Ilma mengatakan, penegak hukum kerap salah melakukan proses hukum terhadap pelanggar di bawah umur sesuai dengan usia mereka.

Semakin banyak kasus yang melibatkan anak-anak Indonesia mulai dari kekerasan, pelecehan seksual, dan kasus lainnya juga menunjukkan potret perlindungan anak Indonesia masih buram. "Negara masih belum mampu memberikan pelayanan dan fasilitas untuk warganya dan para aktivis anak masih gagal dalam melakukan kerja advokasi guna memberikan perlindungan terhadap anak yang netral," tambah Ilma.

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga mengungkapkan belum terpenuhinya hak-hak anak-anak yang berhadapan dengan hukum, atau mesti menjalani hukuman pidana. Terlebih terkait hak ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (lapas) yang sepenuhnya terpisah dari lapas untuk narapidana dewasa.

Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham Muhammad Sueb mengatakan, lapas anak hanya menampung 28 persen anak berhadapan dengan hukum (ABH). Jumlah anak yang ditahan di 18 lapas anak di seantero Indonesia, menurutnya, sebanyak 1.612.

Angka tersebut di bawah jumlah tahanan anak dan anak pidana yang ditahan di lapas dewasa. Sebanyak 4.097 anak menjalani hukuman di lapas-lapas dewasa.

"Di beberapa tempat memang ada lapas anak, tapi di lapas lain belum ada. Jadi, penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, bloknya dipisahkan," kata Muhammad Sueb, di Jakarta, kemarin. Para anak-anak yang ditempatkan di lapas orang dewasa, meski dengan blok terpisah, rentan terpapar adegan kekerasan di penjara.

Sedangkan di lapas anak, petugas lapas memberikan perlakukan-perlakuan khusus. Kekerasan diminimalkan, rantai besi dan senjata api juga disembunyikan. Seragam sipir, serta bangunan penjara juga dirancang lebih ramah.

Sueb menjamin bahwa hak-hak dasar anak seperti pendidikan dan kesehatan diberikan di lapas. Meski begitu, ia mengakui pelaksanaannya belum optimal. "Dalam pelaksanaan masih ada yang harus disempurnakan, misalnya sarana dan prasarana seperti sekolah dan sumber daya manusia untuk pengajar-pengajar yang masih kurang," jelas Sueb.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengharapkan pemerintah membuat kebijakan publik dengan menggunakan perspektif anak. Kepentingan anak juga mesti dijadikan faktor utama pertimbangan dalam pembuatan kebijakan sehingga haknya terpenuhi.

"Misalnya, infrastruktur jalan dan rambu-rambu jalan harus menyediakan keamanan bagi anak-anak," kata Ketua Divisi Sosialisasi KPAI Asrorun Ni'am Sholeh kemarin. Salah satu hak dasar anak yang kerap diabaikan, menurut Asrorun, adalah pencatatan sipil dalam bentuk akta kelahiran. Menurut KPAI, saat ini sebesar 50 persen anak Indonesia tak berakta kelahiran.

Menurut Asrorun, hal ini disebabkan negara yang abai atau munculnya ketidakpekaan regulasi. Asrorun menilai, adminstrasi kependudukan terlalu berorientasi pada hal-hal administratif atau administrative oriented sehingga regulasi menjadi tidak peka.

Untuk itu, KPAI berencana melakukan hak uji materi terhadap UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan. Dalam undang-undang tersebut, penduduk dibebani untuk mendaftarkan setiap peristiwa penting seperti kelahiran anak. Hal tersebut menghilangkan kewajiban negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi hak konstitusi atas identitas.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PPPA) Linda Gumelar mengakui baru sekitar 60 persen dari total anak di Indonesia yang baru mendapatkan akta kelahiran. Sementara, akta kelahiran adalah indikasi awal pemenuhan hak anak.

Dalam kesempatan peringatan Hari Anak Nasional kemarin, Meneg PPA juga memberikan penghargaan kepada sejumlah kota/kabupaten yang dinilai layak anak. Di antara kota kabupaten tersebut adalah Kota Depok, Kota Bogor, dan Kota Tangerang Selatan. n bilal ramadhan/fenny melisa/antara ed: fitriyan zamzami          

Remisi tak Membawa Suka

Bilal Ramadhan

Air muka RE (17 tahun) dan RA (17 tahun) terlihat datar saat bersalaman dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Selasa (23/7). Mestinya, keduanya semringah karena acara kemarin menandai pemberian Remisi Anak untuk tahanan anak dan anak pidana untuk pertama kalinya.

Pemberian remisi anak kemarin untuk menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada hari ini. Sepanjang acara, dua tahanan anak terlihat terus menunduk dan berupaya tak tertangkap kamera para wartawan yang meliput.

RE dan RA merupakan dua orang dari 648 orang tahanan anak dan anak pidana yang mendapatkan remisi anak dari Kemenkumham. RA mendapatkan remisi atau potongan hukuman selama satu bulan dan Rendy pun bebas setelah mendapatkan remisi.

Dari 648 orang tahanan anak, tujuh orang di antaranya langsung habis masa pidananya atau bebas setelah mendapatkan remisi.  RA dan RE termasuk salah satu dari tahanan anak yang sudah memenuhi persyaratan dan berhak untuk mendapatkan remisi. Saat ditanya para wartawan, mereka berdua enggan memberikan komentarnya atas pemberian remisi ini.

"Jangan tanya-tanya lah mas. Saya malu kalau teman-teman saya tahu saya dipenjara," kata RE setengah berteriak yang ditemui seusai acara. Ia sempat bercerita kalau ia ditahan karena kasus tawuran, namun tidak menyebutkan lama penahanannya. Bukan tawuran antar sekolah, melainkan tawuran warga yang membuatnya harus mendekam di penjara.

RA pun demikian, ia tidak menjawab pertanyaan para wartawan mengenai pemberian remisi. Remaja putri ini harus mendekam di penjara karena kepemilikan narkotika. "Kasus narkoba. Sudah, ya, tadi kan udah tahu saya dapat (remisi) berapa," ucapnya singkat. n ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement