Kamis 25 Jul 2013 08:10 WIB
BI Rate

Kenaikan BI Rate Ancam Perlambatan Investasi Domestik

Investasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat membuat investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) menurun. Pemerintah diminta mempermudah persyaratan pembebasan pajak bagi pengusaha (tax holiday) untuk meningkatkan investasi.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhamad Chatib Basri menyatakan, kenaikan BI Rate dan pelemahan rupiah dapat membuat investasi dari dalam negeri sedikit melambat. Hal ini karena kenaikan BI Rate dapat meningkatkan biaya operasional sehingga imbal hasil yang didapatkan rendah. Hal ini akhirnya menyurutkan minat investor.

Chatib menambahkan, investasi asing juga kemungkinan akan menurun. Namun, hal tersebut lebih dipicu oleh faktor eksternal, seperti penurunan harga komoditas, melambatnya ekonomi Cina, dan pengetatan stimulus makro di Amerika Serikat (AS).  "Kondisi ekonomi global memang belum terlalu menggembirakan," katanya, Rabu (24/7).

Meskipun demikian, menurutnya, pemerintah akan terus berusaha untuk meningkatkan investasi yang masuk, salah satunya dengan mempercepat proses kemudahaan berusaha bagi investor. Dengan menghilangkan hambatan birokrasi dan adanya kemudahan perizinan, nilai investasi dapat meningkat dan pertumbuhan ekonomi akhir tahun dapat dipertahankan pada angka 6,3 persen.

Pemerintah juga berharap tingkat konsumsi Indonesia yang masih tinggi bisa membuat sektor-sektor yang ada, terutama sektor konsumen, bisa tumbuh. Tingginya konsumsi masyarakat, menurut Managing Director Nielson Indonesia Catherine Eddy, didorong oleh peningkatan upah minimum yang signifikan.

Kondisi ini, menurutnya, masih akan terus berlanjut sepanjang tahun. Namun, kebijakan pemerintah yang mengurangi subsidi bahan bakar minyak, lanjut Catherine, berpotensi menurunkan tingkat konsumsi dan kepercayaan konsumen terhadap ekonomi nasional serta pemerintah.

Hal yang sama diinginkan kalangan dunia usaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai, minimnya investasi yang ditanamkan pengusaha dalam negeri disebabkan oleh sedikitnya insentif yang diberikan pemerintah. Mereka mengeluhkan beratnya sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan sebelum memperoleh tax holiday.

Oleh karena itu, Sofjan meminta agar peraturan tax holiday yang ada saat ini direvisi. "Disesuaikan saja dan beri kemudahan sehingga orang mau investasi dulu. Kalau dibuat susah, siapa yang mau investasi?" ungkapnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rahmat Gobel menambahkan, aspek terpenting dalam dunia usaha di Indonesia adalah kepastian hukum. "Mau tax holiday diberikan atau tidak, kalau kepastian hukum tidak jelas, ya susah juga. Bisa ada masalah di belakang nantinya," ujarnya.

Insentif tax holiday diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Sektor industri yang berhak menerima fasilitas itu, antara lain, logam dasar, permesinan, sumber daya terbarukan, dan kilang minyak bumi.

Pembebasan PPh badan diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 tahun dan paling singkat lima tahun pajak, terhitung sejak tahun pajak dimulainya produksi komersial. Setelah pemberian fasilitas berakhir, wajib pajak diberikan pengurangan PPh badan sebesar 50 persen dari PPh terutang selama dua tahun pajak.

Wajib pajak yang dapat menerima fasilitas tersebut harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, wajib pajak menjalankan industri pionir dan mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit Rp 1 triliun.

BKPM mencatat realisasi proyek penanaman modal pada triwulan II 2013 sebesar Rp 99,8 triliun. Angka ini meningkat sebesar 7,3 persen dibandingkan triwulan I 2013 yang sebesar Rp 93 triliun. Angka tersebut juga naik sebanyak 29,8 persen dari triwulan II tahun 2012, yaitu sebanyak Rp 76,9 triliun. Khusus untuk nilai realisasi investasi dalam negeri mencapai Rp 33,1 triliun. Sedangkan, investasi asing sebanyak Rp 66,7 triliun.

Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia Juniman membenarkan, kenaikan BI Rate dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat memperlambat investasi, khususnya PMDN. "Karena untuk ekspansi dan investasi, tidak semata-mata dari dana mereka. Mereka juga menggunakan dana berupa pinjaman dari bank, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya.

Di sisi lain, kondisi perekonomian global juga turut memengaruhi perlambatan investasi. Memasuki semester II 2013 ini, Juniman menyebut apabila pemerintah ingin mencapai target realisasi investasi Rp 390 triliun pada tahun ini, BKPM dan instansi terkait perlu bekerja ekstrakeras. Selain memberikan informasi terkait potensi investasi yang ada, mereka perlu pula memberikan insentif yang dapat menarik investor untuk berinvestasi, misalnya perluasan tax holiday.

Menurut Juniman, perluasan tax holiday dalam artian yang berhak memperolehnya jangan hanya industri pionir. Tax holiday perlu diberikan pula kepada investor yang berkeinginan membuka industri yang mampu menghasilkan bahan baku dan barang modal. Selain itu, perbaikan regulasi juga menjadi hal yang mutlak.

Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara Agustinus Prasetyantoko menambahkan, kenaikan BI Rate yang berujung pada kenaikan suku bunga telah berdampak pada pelemahan ekspansi kredit. Akibatnya, investasi melemah. Terkait sektor yang berpotensi mengalami perlambatan pada semester II 2013, Prasetyantoko menyebut sektor pertambangan akan terkena dampak terbesar. "Hal ini karena harga komoditas sedang jatuh," ujarnya. n muhammad iqbal/rr laeny sulistyawati ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement