REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ramadhan memasuki paruh sepuluh hari terakhir. Malam-malam di bagian terakhir bulan suci ini biasanya menarik minat banyak orang meningkatkan ibadah untuk memperoleh Lailatul Qadar. Sekjen Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Bachtiar Nasir mengatakan, pada malam bernilai seribu bulan ini ditetapkan amalan dan perjalanan manusia setahun ke depan.
Pada Lailatul Qadar itu ditetapkan amal perbuatan seseorang, ajalnya, umurnya, dan semua hal yang berkaitan dengan orang itu. Sehingga, mereka yang hendak memperbaiki perencanaan hidup menjadi lebih mulai harus mengondisikan dirinya mendapatkan malam mulia itu. Menurut Bachtiar, pada malam itu ditetapkan apakah seseorang akan mendapatkan kemuliaan di perjalanan hidupnya kelak.
“Hamba-hamba yang ingin memperbaiki, mengubah, dan melejitkan kualitas hidupnya di mata Allah, mereka harus fokus menggiatkan ibadah di malam-malam itu,” ujar Bachtiar, Ahad (28/7). Ini sesuai dengan kandungan surah Al-Qadar bahwa Lailatul Qadar untuk orang-orang berjiwa unggul dan menginginkan kemuliaan di sisi Tuhannya.
Soal kapan seseorang bisa meraih Lailatul Qadar, Bachtiar menganjurkan agar mencontoh Rasulullah. Bila sudah masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasul mengencangkan ikat pinggang. Beliau menghidupkan penghujung malam-malam Ramadhan dan mengajak seluruh keluarga aktif beribadah. Tekanannya, fokus pada aspek ibadah dan melepaskan dari daya tarik dunia.
Bachtiar mengatakan, ini sangat berbeda dengan umat Islam di Indonesia. Justru pada bagian terakhir Ramadhan, mereka malah meninggalkan ibadah. Mereka sibuk mempersiapkan Idul Fitri. “Sangat disayangkan jika kita kehilangan momentum Lailatul Qadar karena sibuk dengan urusan dunia,” ujar dia.
Cendekiawan Muslim Didin Hafiduddin juga menambahkan, selain menghidupkan malam, penting pula menggiatkan aktivitas ibadah pada siang hari. Misalnya, bertasbih dan bertahmid, membaca Alquran, berdoa, dan berzikir. Termasuk, memperbanyak infak dan sedekah serta menyegerakan untuk menunaikan zakat sesuai yang telah dicontohkan Rasulullah.
Ia meminta umat Islam memperbanyak membaca doa seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. “Dengan menghidupkan malam dengan beriktikaf, beribadah, dan berzikir, serta bersedekah berarti kita memanfaatkan peluang emas mendapatkan Lailatul Qadar,” kata ketua umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini.
Di sisi lain, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengingatkan, menggiatkan ibadah dan mencari pahala bukan hanya menunggu Lailatul Qadar, terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ia menekankan, mestinya ibadah ditunaikan dengan baik di sepanjang Ramadhan untuk memperoleh Lailatul Qadar.
Ia menyayangkan, di Indonesia malam Lailatul Qadar menjadi sebuah mitos. Umat hanya menggiatkan ibadah pada malam-malam ganjil untuk mendapat suasana malam mulai itu. Bahkan, beberapa kalangan mengaitkan karakter Lailatul Qadar dengan suasana yang tak dinyatakan Nabi Muhammad. Seperti, tidak adanya angin yang berembus, malam yang begitu sunyi, dan sebagainya.
Sebenarnya, untuk mendapatkan kesyahduan Lailatul Qadar itu dimulai sejak awal Ramadhan. Dan, menuju puncaknya hingga malam terakhir Ramadhan. “Kalau hanya beribadah di sepuluh malam terakhir demi Lailatul Qadar, itu namanya memistikkan Lailatul Qadar.
Nasaruddin menjelaskan, ciri orang yang beruntung memperoleh Lailatul Qadar. Orang tersebut merasakan kerinduan beribadah, termasuk pada malam terakhir Ramadhan. Ketenangan batin juga masuk dalam jiwanya dan tak sibuk dengan aktivitas dunia. “Mereka yang memperoleh Lailatul Qadar, semakin halus jiwa dan karakternya.” n amri amrullah ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.