REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta meningkatkan sosialisasi pemilu kepada pemilih pemula. Sebab, sosialisasi kepada pemilih pemula dinilai masih minim.
Menurut Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo, KPU harus lebih gencar dalam menyosialisasikan programnya kepada pemilih pemula itu. Pasalnya, pemilih pemula pada Pemilu 2014 memiliki potensi suara sangat besar. “Kalau ada sekitar 14 juta jiwa (pemilih pemula) itu sudah hampir setengah kursi Senayan. Fokus kepemiluan itu wewenang KPU, termasuk keharusan sosialisasi terhadap pemilih pemula,” kata Arif, Ahad (28/7).
Memang, menurut Arif, partai politik (parpol) dan masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk turut serta menyosialisasikan pemilu. Tetapi sebagai penyelenggara pemilu yang telah diamanatkan Undang-Undang, KPU harus melakukan supervisi untuk mengoptimalkan sosialisasi. Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga bisa melakukan upaya pengawasan dini dengan melibatkan keikutsertaan pemilih pemula, seperti pelajar dan mahasiswa.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, dalam daftar pemilih sementara (DPS) tercatat jumlah pemilih pemula mencapai 14 juta jiwa. “Pemilih pemula untuk usia 17 sampai 20 tahun ada 14 juta. Untuk usia 20-30 ada 45,6 juta,” kata Ferry.
Menurut Ferry, pemilih pemula mayoritas memiliki rentang usia 17-21 tahun, kecuali karena telah menikah. Dan, mayoritas pemilih pemula adalah pelajar (SMA), mahasiswa, dan pekerja muda. Pada Pemilu 2004 ada 50.054.460 juta pemilih pemula dari jumlah 147.219 juta jiwa pemilih dalam pemilu. Jumlah itu mencapai 34 persen dari keseluruhan pemilih dalam pemilu.
Jumlah tersebut lebih besar daripada jumlah perolehan suara parpol terbesar pada waktu itu, yaitu Partai Golkar yang memperoleh suara 24.461.104 (21,62 persen) dari suara sah. Sedangkan pada Pemilu 2009, potensi suara pemilih pemula tetap signifikan.
Untuk melakukan sosialisasi tehadap pemilih pemula, KPU dikatakan Ferry telah memulai kerja sama dengan Forum Rektor. Kerja sama ini untuk melakukan program sosialisasi, seperti Goes to Campus. KPU juga bekerja sama dengan LSM pemantau pemilu dalam menggiatkan pendidikan politik bagi pemilih pemula. Bahkan, KPU mengoptimalksan sosialisasi melalui media internet dan jejaring social, seperti Twitter dan Facebook.
Di pihak lain, sejumlah partai mulai berlomba merebut simpati pemilih pemula. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), misalnya, sudah mengincar suara pemilih pemula sebagai lumbung suara di Pemilu 2014.
“Jumlah pemilih pemula saat ini mencapai 25 persen dari total jumlah warga Indonesia yang tercatat sebagai daftar pemilih sementara atau DPS. Dengan jumlahnya yang banyak tersebut harus diberikan pembelajaran politik yang baik,” kata Ketua DPP PPP Reni Marlinawati.
Menurut Reni, untuk bisa meraup suara pemula, pihaknya sering melakukan diskusi publik yang pesertanya pemilih pemula. Ini untuk memberikan pembelajaran bagaimana cara memilih partai dan calon legislatif yang tepat sesuai hati nurani mereka. Selain itu, pemberian pembelajaran politik dengan cara tatap muka dan berkomunikasi langsung dengan para pemilih pemula. Cara ini diharapkan bisa mendongkrak suara PPP.
PPP menilai, strategi dialogis mendekati pemilih pemula akan lebih efektif ketimbang kampanye terbuka mengandalkan popularitas, seperti artis. “Pemilih pemula ini perlu mendapatkan pembelajaran politik yang baik. Jangan sampai menjadi skeptis atau percayanya seseorang terhadap hal yang masih belum terbukti kebenarannya apalagi sampai apatis yang bisa menurunkan citra politik dan politisi di negeri ini,” kata Reni. n ira sasmita/antara ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.