Sabtu 03 Aug 2013 08:20 WIB

Defisit Industri Memburuk

Red: Zaky Al Hamzah
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor industro yang disiapkan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015. (illustration)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor industro yang disiapkan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Defisit neraca perdagangan sektor industri semakin memburuk. Sektor industri dalam neraca perdagangan pada 2012 defisit sebesar 23 miliar dolar AS dari sebelumnya surplus 28 miliar dolar AS pada 2007. Sementara itu, defisit neraca perdagangan Januari-Juni 2013 telah mencapai 3,31 dolar AS meningkat 0,81 miliar dari Januari-Mei 2013. Pada 2012, total defisit neraca perdagangan sebesar 1,65 miliar dolar AS.

“Defisit masih terjadi hampir dengan semua mitra dagang,” ujar Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ina Primiana saat jumpa pers di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8).

Menurut Ina, defisit terjadi akibat ekspor turun 8,63 persen pada Mei-Juni 2013 dan impor turun 6,44 persen. Pada Mei-Juni 2013, terjadi penurunan 9,52 persen impor barang modal, bahan baku penolong minus 5,82 persen, dan barang konsumsi minus 5,73 persen. Sementara itu, impor bahan baku penolong Januari-Juni 2013 76,45 persen dan barang modal 16,72 persen.

Ina melanjutkan, keberlanjutan defisit neraca perdagangan sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sehingga kondisi ekonomi nasional menjadi cukup berat, baik akibat dampak eksternal maupun internal. Beberapa hal lain yang patut diwaspadai pascakenaikan harga BBM adalah peningkatan inflasi (Juli mencapai 3,29 persen), tekanan terhadap daya saing produk industri akibat naiknya biaya transportasi dan logistik sekitar 20 persen serta meningkatnya pengangguran (penurunan kapasitas produksi) dan kemiskinan (semakin menurunnya daya beli). Dengan daya saing rendah, kenaikan harga BBM yang meningkatkan biaya angkut akan lebih menggerus ekspor produk industri selama tidak dilakukan pembenahan pada supporting yang berpotensi meningkatkan biaya.