Senin 19 Aug 2013 08:25 WIB
Bank Syariah

FDR Perbankan Syariah Diperketat

Pekerja Bank Syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pekerja Bank Syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan segera mengetatkan aturan giro wajib minimum loan to deposit ratio (GWM LDR). Pengetatan yang bertujuan untuk menjaga likuiditas perbankan ini tidak hanya berlaku bagi perbankan konvensional, namun juga termasuk perbankan syariah.

Aturan ini memaksa perbankan syariah mengerem financing to deposit ratio (FDR) yang telanjur tinggi. BI mencatat FDR perbankan syariah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Per April 2013, FDR perbankan syariah mencapai 103,08 persen. Per April 2012, FDR perbankan syariah tercatat 95,39 persen.

Direktur Eksekutif Perbankan Syariah BI Edy Setiadi mengatakan, FDR tersebut merupakan akumulasi dari rasio FDR perbankan syariah yang terdiri dari bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS). Sehingga, tidak bisa digeneralisasi seluruh bank syariah memiliki FDR yang tinggi. Khusus BUS, FDR per Juni 2013 mencapai 121,71 persen atau meningkat bila dibandingkan Juni 2012, yaitu 120,01 persen.

Namun demikian, kata Edy, bank syariah perlu mengontrol rasio tersebut sesuai ketentuan BI. “Dengan adanya ketentuan baru, mau tidak mau harus kita arahkan ke bawah,” kata Edy kepada wartawan, pekan lalu. Dalam ketentuan lama, FDR perbankan adalah 78-100 persen. Sedangkan, aturan baru memaksa perbankan, termasuk perbankan syariah, mengontrol FDR di level 78-92 persen.

Edy melanjutkan, ada sejumlah upaya bagi perbankan syariah dalam menekan FDR perusahaan. Salah satunya adalah dengan menambah simpanan. Upaya ini bisa dilakukan dengan mendorong lembaga di badan usaha milik negara (BUMN) untuk menyimpan dananya di perbankan syariah.

Hanya saja, saat ini sedikit sekali perusahaan milik negara yang mau menyimpan dana di bank syariah. Hal ini disebabkan oleh sistem margin tidak tetap yang diterapkan perbankan syariah. Perbankan syariah hanya bisa memberikan indikasi margin saja, misalnya enam persen dengan akad mudharabah. "Pada kenyataannya, bisa saja 5,9 persen atau 6,1 persen," ujar Edy.

BI mengingatkan, LDR/FDR diharapkan jangan sampai memacu ketidakstabilan perbankan. Jangan sampai perbankan membuka keran kredit selebar-lebarnya sementara likuiditas tidak mencukupi. BI ingin mendorong FDR perbankan syariah menjadi lebih berkualitas. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menerangkan, penyempurnaan aturan GWM LDR dilakukan untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Aturan ini juga diperbaiki untuk mengendalikan kredit perbankan.

BI mencatat pertumbuhan kredit perbankan melambat menjadi 20,6 persen per Juni 2013. Per Maret, pertumbuhan kredit mencapai 22,2 persen. "Pertumbuhan (kredit) 18-20 persen masih oke," kata Perry.

Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut beriringan dengan perlambatan laju ekonomi nasional di kisaran 5,8-6,2 persen. Dengan pertumbuhan kredit di kisaran itu, BI optimistis pertumbuhan ekonomi di akhir tahun bisa mencapai 5,8 persen. Aturan GWM LDR akan berlaku tiga bulan sejak ditetapkan. BI memberi waktu kepada perbankan yang melebihi batas atas untuk menurunkan rasio LDR. n friska yolandha ed: eh ismail

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement