REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat secara diam-diam telah menghentikan bantuan militernya ke Mesir. Kebijakan ini diambil menyusul aksi kekerasan serta kegagalan proses demokrasi di Negeri Piramid itu. Hal itu disampaikan oleh salah satu senator AS Patrick Leahy, seperti dikutip the Daily Beast, Senin (19/8). Kantor Senator Patrick Leahy, kepala subkomite Anggaran Negara dan Operasi Luar Negeri, mengatakan, bantuan untuk militer Mesir telah dihentikan sementara.
Washington telah mengambil kebijakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku jika terjadi sebuah kudeta. Meskipun, menurut senator itu, AS tidak mengumumkan kepada publik tentang penilaian kudeta Mesir tersebut secara eksplisit.
Hal ini mengindikasikan AS memang belum secara resmi menahan bantuan militer kepada Mesir dan memilih bersikap “diam-diam”. Pada tahun fiskal 2013 masih ada 585 juta dolar AS bantuan Washington kepada militer Mesir yang tertahan dan belum tersalurkan.
Gedung Putih, hingga Senin (19/8), belum membenarkan tentang laporan tersebut. Tapi, Pemerintah AS mengatakan, sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk memotong bantuan anggaran militer dan ekonomi ke Mesir.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan, Kementerian Luar Negeri masih mengkaji seberapa besar bantuan ekonomi yang mungkin dapat dikurangi akibat penggulingan Mursi dan kekerasan di Mesir.
Pemerintah Obama juga dapat memotong anggaran bantuan militer yang disediakan tahun ini, yakni sebesar 1,23 miliar dolar AS. Meski demikian, belum ada satu pun keputusan final yang dicapai.
Berdasarkan aturan hukum AS, pemerintahan di Washington harus menghentikan mayoritas bantuannya kepada negara yang melakukan kudeta. Hanya saja, dalam pidatonya belum lama ini, Presiden AS Barack Obama tak menyebut satu kata pun tentang kudeta.
Dia hanya mengatakan akan menghentikan latihan militer bersama dengan militer Mesir pada September. Tapi, menurut the Daily Beast, pemerintahan Obama sementara telah menghentikan penyaluran dana yang mayoritas merupakan bantuan militer langsung, pengiriman senjata ke Mesir, serta suplai ekonomi lainnya.
Senator AS John McCain telah meminta Obama menghentikan bantuan militernya. Sementara, sejumlah senator AS lainnya khawatir pencabutan ini dapat berdampak kepada rusaknya perjanjian 1979 antara Mesir dan sekutu utama Paman Sam, Israel.
Di tempat terpisah, Pemerintah Arab Saudi, Senin (19/8), mengatakan, Arab Saudi dan sejumlah negara Islam lainnya akan memberikan bantuan kepada pemerintahan sementara Mesir seandainya negara Barat menghentikan bantuannya.
“Kepada mereka yang telah mengumumkan akan menghentikan bantuannya kepada Mesir atau mengancam untuk bertindak itu, (kami menyatakan), Arab dan negara Muslim kaya … dan tidak akan ragu untuk membantu Mesir,” ujar Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal dalam pernyatannya, seperti dikutip kantor berita kerajaan Arab SPA.
Pangeran Saud menuduh negara-negara yang mengecam kericuhan Mesir telah melakukan propaganda. Mereka dalam posisi tak bersahabat terhadap kepentingan kawasan Arab dan negara-negara Islam. Sejak awal, Arab Saudi bersama sejumlah negara Arab lain, seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab yang merasa terancam dengan kehadiran Ikhwanul Muslimin di jazirah Arab sangat mendukung penggulingan Mursi. Ketiga negara kaya minyak itu bahkan berjanji akan memberikan bantuan kepada Mesir sebesar 12 miliar dolar AS.
Menteri Luar Negeri Uni Eropa dijadwalkan akan menggelar pertemuan darurat untuk mengkaji hubungan dengan Mesir pada Rabu (21/8). Negara-negara Uni Eropa telah menyalurkan dana pada 2012-2013 kepada Mesir sebesar satu miliar dolar AS.
Hingga hari ini, tidak kurang dari 1.000 nyawa pendukung Mursi melayang. Kekacauan dan ancaman perang saudara juga telah mencederai lebih dari 20 ribu jiwa. Internasional meneriakkan agar militer berhenti melakukan pemberangusan terhadap kelompok pro-Mursi dan Ikhwanul Muslimin. n bambang noroyono ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.