Jumat 23 Aug 2013 09:10 WIB
Perekonomian Indonesia

Cadangan Devisa Tertekan

cadangan devisa, ilustrasi
cadangan devisa, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang memadai akan menjadi faktor kunci untuk mewujudkan stabilitas ekonomi. Fitch belum menurunkan peringkat utang Indonesia setelah terjadi pelemahan rupiah, namun menyebut cadangan devisa mengalami tekanan.

Dalam penjelasannya, Fitch menyatakan peringkat utang Indonesia dan India masih outlook stabil BBB-, yaitu cadangan devisa yang memadai meskipun berada dalam tekanan. ''Pelemahan rupiah dan rupe (India) mencerminkan adanya defisit transaksi berjalan yang signifikan di kedua negara ini, '' demikian pernyataan Fitch seperti diterima Republika, Kamis (22/8).

Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2013 meningkat menjadi 9,8 miliar dolar AS atau 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sedangkan, defisit neraca pembayaran turun dari 6,6 miliar dolar AS menjadi 2,47 miliar dolar AS. Neraca pembayaran belum surplus lagi seperti pada 2011 dan 2012.

Kondisi defisit ini membuat cadangan devisa berkurang, yang saat ini 92,671 miliar dolar AS. Cadangan devisa pernah mencapai 124,6 miliar dolar AS pada Agustus 2011. Cadangan devisa menjadi salah satu instrumen Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi di pasar.

Wakil Presiden Boediono menegaskan, cadangan devisa diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jika mata uang lain melemah terhadap dolar, dan Indonesia bertahan di kurs tertentu, Wapres berpendapat otoritas keuangan akan kualahan, mengingat untuk menyetarakan diperlukan amunisi berupa cadangan devisa.

Mantan gubernur BI ini meminta publik merasa yakin bahwa penanganan ekonomi berada di tangan yang kompeten. Dia memastikan pemerintah akan mempertahankan nilai tukar rupiah agar tidak jatuh. Hal terpenting lainnya, kata Wapres, adalah menata agar jangan sampai inflasi menjadi terlalu tinggi, apalagi inflasi merupakan salah satu komponen yang memengaruhi komponen kurs.

Faktor lain yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah nilai utang luar negeri yang jatuh tempo pada September 2013 sebesar Rp 57 triliun dari total Rp 636,68 triliun. Ekonom UGM Tony Prasetiantono berharap pemerintah merestrukturisasi utang untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. "Cadangan devisa sudah turun, ditambah utang yang lebih besar," kata Tony, kemarin.

Restrukturisasi utang bisa dilakukan dengan para kreditur. Menurut Tony, ini pernah dilakukan ketika Indonesia mengalami krisis moneter pada 1998. Selain restrukturisasi utang, pemerintah juga bisa melakukan Chiang Mai Initiative (CMI) untuk meningkatkan cadangan devisa yang semakin berkurang.

CMI dibentuk negara-negara ASEAN plus Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong menyusul terjadinya krisis keuangan pada 1997-1998. Tujuannya untuk melindungi nilai mata uang masing-masing anggota dengan menyisihkan cadangan devisa masing-masing negara. Dengan CMI, negara yang mengalami masalah defisit neraca pembayaran dan kesulitan likuiditas, bisa tertolong.

Upaya penguatan rupiah bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa hasil utang luar negeri, yakni mengharuskan penerimaan DHE melalui bank devisa di Indonesia.  Kebijakan ini bisa membuat pasokan valas di pasar domestik stabil sehingga terciptanya pasar keuangan sehat.

Namun, penerimaan DHE ini juga belum optimal. BI mencatat penerimaan DHE pada 2012 lebih rendah dari realisasi 2011 karena turunnya nilai ekspor. Selama 2012, DHE hanya sebesar 128,5 miliar dolar AS, sedangkan tahun sebelumnya 130,7 miliar dolar AS.

Menteri Keuangan M Chatib Basri meyakinkan bahwa resesi tidak akan menimpa Indonesia. "Jadi, tidak ada satu negara pun yang kebal dari krisis. Yang bisa dilakukan adalah membuat kebijakan ekonomi yang lengkap sehingga dampaknya minimal," ujar Chatib. n muhammad iqbal/esthi maharani/friska yolandha/antara ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement