Jumat 30 Aug 2013 08:41 WIB
Konflik Suriah

Serangan AS ke Suriah Terbatas

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Barack Obama membahas Suriah hari Senin (17/6) di sela-sela pertemuan puncak G8 di Irlandia Utara
Foto: Reuters
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Barack Obama membahas Suriah hari Senin (17/6) di sela-sela pertemuan puncak G8 di Irlandia Utara

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Barack Obama memberikan sinyal tegas akan menyerang Suriah secara terbatas. Serangan itu merupakan pesan buat pemerintahan Bashar al-Assad agar tidak bermain-main dengan senjata kimia.

"Saya tidak tertarik untuk membuka perang tanpa batas di Suriah, tapi kita harus memastikan ketika suatu negara melanggar hukum internasional seperti penggunaan senjata kimia yang dapat mengancam kita, maka mereka harus bertanggung jawab," ujar Obama dalam wawancara dengan Public Broadcasting Service, Rabu (28/8). 

Obama mengatakan, AS menyimpulkan pemerintahan Suriah telah menggunakan senjata kimia terhadap sipil. Dia menilai apa yang dilakukan oleh Assad harus dipertanggungjawabkan. Penggunaan senjata kimia berbahaya bagi sekutu Paman Sam di Timur Tengah seperti Israel, Yordania, Turki, serta pangkalan AS di kawasan.  Kepentingan nasional AS juga terancam seandainya senjata kimia itu jatuh ke tangan orang yang salah.  Karenanya, kata dia, perlu pesan tegas buat Suriah atas tindakannya ini.  

Presiden Afro-Amerika ini berpendapat, serangan "terbatas, disesuaikan", bukan seperti perang di Irak, sepertinya cukup untuk memberikan pesan tegas tersebut.  Seorang pejabat AS mengatakan, serangan bisa dilakukan dengan meluncurkan rudal penjelajah dari kapal AS di Mediterania. Pemerintah AS mencoba merangkul sekutunya seperti Inggris, Uni Eropa, dan negara-negara Liga Arab untuk menjalankan rencana tersebut. 

Meski demikian sejumlah anggota Kongres AS melayangkan protesnya ke pemerintah karena merasa tidak dilibatkan dalam rencana penyerangan. Sumber oposisi Suriah mengatakan, Assad seperti akan mengevakuasi mayoritas personel keamanannya jelang serangan Barat. 

Di tempat terpisah, Rusia seakan tidak tinggal diam dengan langkah AS tersebut. Kantor berita Rusia, Interfax, melaporkan, Rusia akan mengirimkan dua kapalnya ke timur Mediterania untuk memperkuat kekuatan angkatan laut mereka menyusul ketidakpastian situasi di kawasan. Ketidakpastian itu akibat krisis yang terjadi di Suriah.

Menurut sumber Interfax, dua armada yang dikirim yakni antikapal selam dan kapal penjelajah dengan kemampuan rudal. "Armada akan dikirimkan beberapa hari mendatang karena situasi mengharuskan kita mengambil langkah ini," ujar sumber itu, Kamis (29/8).

Laut mediterania merupakan perairan yang berada dekat dengan kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Pengiriman tersebut sepertinya merupakan sinyal Rusia kepada AS agar tidak main-main menyerang Suriah.

Selama ini Suriah merupakan sekutu terdekat Rusia di kawasan. Hubungan kedua pemerintahan sudah berlangsung lebih dari tiga dekade bahkan ketika ayah Bashar al-Assad berkuasa. Rusia merupakan pemasok senjata utama ke Suriah. Di bawah Vladimir Putin, Rusia berulang kali melindungi rezim Assad dari resolusi Dewan Keamanan PBB.

Cina yang selama ini menjadi sekutu Assad juga meminta agar semua pihak menahan diri. Menurut Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, aksi militer hanya akan memperburuk situasi di Timur Tengah. "Solusi politik merupakan satu-satunya cara penyelesaian," kata dia. Pada Rabu (28/8), lima negara anggota tetap DK PBB gagal mencapai kesepakatan dalam membahas draf resolusi yang diajukan oleh Inggris. Draf tersebut memberikan otorisasi untuk menyerang Suriah.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter-nya mengatakan Indonesia sangat menyesalkan dan tidak bisa menerima penggunaan senjata kimia di Suriah. “Sikap Indonesia jelas. Kekerasan harus dihentikan. Senjata kimia mesti dilarang. PBB dan negara di kawasan harus serius, hentikan kekerasan,” kata Presiden SBY.

Presiden SBY sempat menerima telepon dari PM Australia Kevin Rudd dan PM Malaysia Datuk Seri Najib Razak. Presiden juga menerima telepon dari PM Turki Reccep Tayyip Erdogan berkaitan dengan situasi di Suriah. SBY meyayangkan Dewan Keamanan PBB tidak pernah bersepakat. “Suriah di ambang tragedi besar,” kata SBY.

n teguh firmansyah/ap/reuters/esthi maharani.

 

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement