REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah komentar yang dilontarkan politikus Partai Gerindra membuat PDI perjuangan mempertimbangkan kembali rencana mengajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres). Dikhawatrikan, deklarasi yang terlalu dini akan memicu serangan serupa dari parpol-parpol lain.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memastikan, rapat kerja nasional (rakernas) PDI Perjuangan tidak akan mendeklarasikan capres. Rakernas PDI Perjuangan hanya akan membahas kriteria capres yang didasarkan pada masukkan dari pimpinan DPD PDI Perjuangan di 33 provinsi. “Momentum (penetapan capres) belum akan diputuskan di rakernas,” kata Tjahjo di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (3/9).
Tjahjo mengatakan, PDI Perjuangan mempunyai sejumlah pertimbangan mengapa tidak mau terburu-buru menetapkan capres. Menurutnya, penetapan capres merupakan keputusan strategis yang perlu mempertimbangkan berbagai aspek. “Ada sejumlah faktor X yang masih kita cermati hingga sekarang,” ujar Tjahjo.
Salah satu faktor “X” yang dimaksud Tjahjo adalah kekhawatiran adanya serangan dari lawan-lawan politik PDI Perjuangan kepada capres mereka. Dalam konteks ini Tjahjo sempat menyindir sikap Partai Gerindra yang terkesan mengintervensi pencapresan PDI Perjuangan. “Belum ada keputusan capres saja sudah ada partai yang ingin mendikte kami,” kata Tjahjo.
Tjahjo menyayangkan sikap politik Gerindra yang belakangan menuntut Jokowi menyelesaikan masa tugas sebagai Gubernur DKI yang masih empat tahun lagi. Menurutnya, penetapan capres PDI Perjuangan merupakan urusan internal PDI Perjuangan yang tidak patut dicampuri partai lain.
Terlebih, sampai sekarang PDI Perjuangan belum memutuskan siapa capres yang akan diusung pada Pemilu 2014. “Mereka mengatakan, kami tidak setuju kalau Jokowi jadi capres. (Padahal) urusan capres urusan PDI Perjuangan,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menegaskan bahwa Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan. Sebab itu, hanya PDI Perjuangan yang memiliki hak untuk memutuskan apakah akan mengusung Jokowi sebagai capres atau tidak. “Yang berhak memerintah atau melarang Jokowi ya partainya sendiri. Bukan partai lain,” katanya.
Pengamat politik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Gungun Heryanto mengatakan, permintaan Gerindra agar Jokowi tidak maju sebagai capres 2014 merupakan cermin dimulainya perang opini jelang 2014. “Pertanda perang opini dimulai,” kata Gungun ketika dihubungi Republika, Rabu (3/9).
Menurutnya, proses komunikasi secara persuasi, negosiasi, hingga propaganda akan dilancarkan oleh pihak-pihak yang saling berebut kekuasaan. “Serangan” Gerindra terhadap Jokowi pada hakikatnya mencerminkan kian diperhitungkannya sosok gubernur DKI Jakarta itu dalam kontestasi Pilpres 2014.
Perkiraan Gungun, saling serang opini antarpartai akan semakin banyak terjadi menjelang Pemilu 2014. Serangan opini itu menurutnya akan berakibat pada proses delegitimasi pihak-pihak yang menerima serangan.
Gungun melihat serangan Gerindra terhadap Jokowi masih berada dalam konteks yang substantif. Tinggal tergantung bagaimana Jokowi mencari jawaban yang tepat membalas serangan itu. “Yang akan dijadikan sasaran tembak bagi Jokowi oleh lawan-lawan politiknya, yakni soal mandat kekuasaan di DKI. Itu substantif,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap wacana pencapresan Jokowi. Menurutnya, Jokowi mesti memenuhi janji membenahi persoalan di DKI Jakarta. Di saat yang sama Fadli juga berharap PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo. “Tahun 2009 kita dukung Mega. Tahun 2014 kita berharap Mega mendukung Prabowo jadi presiden,” katanya.
Ketua Umum Gerindra Suhardi mengatakan, partainya tak berniat memantik konflik dengan PDI Perjuangan. “Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat,” kata Ketua Umum Gerindra Suhardi ketika dihubungi Republika, Rabu (4/9).
Suhardi mengatakan, meskipun pencalonan Jokowi sebagai capres merupakan hak politik Jokowi dan PDI Perjuangan namun seyogianya Jokowi tidak melupakan janji politiknya ketika akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta. “Kami hanya mengingatkan Jokowi bahwa janji kepemimpinan harus konsisten,” ujarnya. Terlepas dari itu, kata Suhardi, sejauh ini hubungan Gerindra dan PDI Perjuangan masih baik. “Hubungan kami dengan PDI Perjuangan sejak dahulu sampai sekarang baik,” ujarnya.
Suhardi enggan berkomentar ketika ditanya soal permintaan Gerindra agar PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo berkaitan dengan kontrak politik tertulis yang dilakukan antara Prabowo dan Megawati pada Pemilu Presiden 2009. “Itu urusan Pak Prabowo dan Ibu Mega. Biar beliau yang berkomentar,” kata Suhardi. n m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.