REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartel dalam perdagangan komoditas kedelai di Indonesia. KPPU menemukan adanya indikasi awal kartel kedelai setelah mengundang pemerintah, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Perum Bulog dan beberapa institusi lainnya, para importir, dan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dalam rapat dengar pendapat di kantor KPPU, Jakarta, Kamis (5/9).
Komisioner KPPU Munrokhim Misanam menyatakan, rapat dengar pendapat yang digelar KPPU memang bertujuan untuk menguak fakta kartelisasi kedelai. “Apakah ada, nanti kita simpulkan setelah mendapatkan informasi-informasinya. Bahwa indikasi awalnya, saya melihat indikasinya kelihatan. Nanti selanjutnya biar investigator yang kerja,” ujar Munrokhim seusai rapat.
Hadir dalam rapat, antara lain, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Kementan Maman Suherman, Direktur Impor Kemendag Didi Sumedi, dan Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kemenperin.
Munrokhim melanjutkan, indikasi kartel terlihat dari ketidaksamaan stok yang disampaikan oleh Kemendag, importir, dan Gakoptindo. Selain itu, terdapat ketidakpaduan dari sisi kebijakan yang mengambang. Semua itu ditafsirkan KPPU sebagai sesuatu yang tidak pasti. “Pengusaha kan butuh kepastian. Ketika adanya kevakuman dan ketidakpastian mengenai ini, ada kemungkinan di sana terjadi permainan,” kata Munrokhim.
Dia pun menegaskan, ketidakpastian mengenai stok kedelai akan menjadi pintu masuk bagi KPPU untuk menguak fakta kartelisasi kedelai. Setelah itu, KPPU akan mengambil langkah investigasi. Apabila tidak ditemukan pelanggaran, KPPU akan memberikan rekomendasi kepada pemangku kebijakan.
Sedangkan apabila ditemukan pelanggaran, KPP akan masuk ke penyelidikan perkara. Meskipun demikian, Munrokhim tidak bisa memastikan waktu penyelidikan oleh KPPU. “Itu tergantung dinamika penyelidikan. Bisa cepat, bisa lambat. Tapi percayalah, ini akan terus jalan,” tegas Munrokhim.
Mogok massal
Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengancam mogok produksi secara massal pada 9 sampai 11 September mendatang. Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin menyatakan, produsen tempe-tahu sebenarnya tidak ingin mengambil langkah tersebut.
“Tapi, kami hanya ingin mengharapkan ada keberpihakan kepada masyarakat menengah ke bawah, seperti perajin tempe-tahu,” ujar Aip. Aip meminta pemerintah mencermati UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 yang menyebutkan, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
“Jadi please bantulah kami,” kata Aip.
Dia menambahkan, saat ini situasi serbasulit bagi produsen tempe-tahu. Apabila harga dinaikkan atau ukuran dikurangi, konsumen akan protes. Namun, langkah mogok massal juga sebenarnya merugikan perajin karena mereka akan kehilangan penghasilan. “Tapi, kami juga punya hak hidup,” ujar Aip.
Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) menilai, rencana Gakoptindo dan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) mogok berjualan tahu dan tempe mulai Senin (9/9) hingga Rabu (11/9) bukanlah sebuah solusi. Direktur Eksekutif Akindo Yus'an mengatakan, mahalnya harga kacang kedelai sebagai bahan baku utama tahu dan tempe akibat melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan nilai tukar rupiah itu, kata Yus'an, di luar kuasa perajin tahu tempe, importir kedelai, bahkan pemerintah.
Dia menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada semua komoditas yang diimpor, termasuk elektronik, otomotif, gandum, hingga kacang kedelai. Untuk itu, pihaknya memaklumi jika para perajin tahu dan tempe, penjual, maupun importir kedelai yang mengeluhkan omzet mereka berkurang.
Hal yang logis kalau penjual maupun perajin tahu dan tempe mengeluh karena harga kedelai ditentukan oleh kurs rupiah. Akan tetapi, mogok berjualan bukanlah solusi mengatasi masalah yang terjadi. “Karena kalau mereka benar-benar mogok jualan, pendapatan yang mereka peroleh semakin terpengaruh,” tuturnya.
Yus'an menegaskan, harga kedelai tidak akan turun selama kurs rupiah melemah. Dengan demikian, harus ada penyesuaian harga tahu dan tempe itu supaya para perajin terus berproduksi dan penjual bisa tetap menjualnya. Pihaknya berharap ada pemahaman mengenai keadaan tersebut. n muhammad iqbal/rr laeny sulistyawati ed: eh ismail
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.