Jumat 06 Sep 2013 09:30 WIB
Musim Kemarau

Antisipasi Kemarau Minim

Kolam yang kekeringan di musim kemarau (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kolam yang kekeringan di musim kemarau (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antisipasi dampak kemarau terhadap lahan pertanian dinilai minim. Langkah tanggap agar dampak kekeringan tidak meluas sangat diperlukan. Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengatakan, petani harus mendapat informasi mengenai jenis tanaman yang tetap berproduksi optimal selama kemarau.

"Pilihlah tanaman-tanaman yang bisa bertumbuh baik pada kadar air yang sedikit, misalnya jagung," kata Hermanto, Kamis (5/9). Selain itu, kata dia, informasi tentang ramalan cuaca harus rajin disampaikan kepada petani agar mereka waspada. Penyuluh pertanian, menurut dia, juga harus membekali petani dengan teknik budi daya yang cocok untuk setiap musim. Saat ini, kata Hermanto, meramalkan kondisi cuaca jauh lebih sulit dibanding beberapa tahun lalu.

Kementerian Pertanian (Kementan) terus memantau perkembangan laporan kekeringan di sejumlah daerah. Namun, peluang gagal panen atau puso akibat kekeringan masih kecil. "Penyebab puso itu 90 persen lebih akibat banjir, bukan kekeringan," ujar Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan, kemarin

Menurut dia, kekeringan memberi dampak berbeda dibandingkan banjir. Apabila terjadi banjir, lahan akan langsung habis terkena limpahan air tanpa ada peluang panen. Namun, pada saat kekeringan, petani punya kesempatan melakukan panen dini pada lahan yang telah digarapnya selama beberapa waktu.

Pada semester pertama tahun ini, dampak kekeringan sangat minim. Lahan padi yang puso seluas 42.456 hektare atau 0,72 persen dari luas tanam 5.929.454 hektare. Dari lahan puso itu, hanya 315 hektare atau 0,01 persen yang disebabkan kekeringan. Sisanya akibat banjir dan hama.

Menurut Rusman, kondisi saat ini merupakan situasi yang akan terjadi setiap tahun. Fokus Kementan sekarang adalah melakukan penanganan lebih cepat agar tingkat kerusakan bisa diminimalisasi. "Paling tidak, banjir pasti berulang ketika debit air tinggi. Ketika musim kemarau, ya kekeringan," kata Rusman.

Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Kementerian Pekerjaan Umum Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, dari seluruh waduk di Indonesia, hanya Waduk Brantas yang terpantau kekurangan air. "Secara umum waduk yang ada penuh semua karena tahun ini kemarau basah," ujar Arie, Kamis (5/9).

Unit PSDA sudah menyiapkan pompa di setiap sisi sungai. Menurut Arie, kebutuhan air terbanyak didominasi oleh permintaan industri, air minum, dan irigasi. Masing-masing harus menyesuaikan konsumsi air dengan kondisi kemarau. Dia berharap petani tidak memaksakan diri menanam padi yang membutuhkan banyak air. Sejauh ini hanya 11 persen daerah irigasi yang dialiri waduk.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengingatkan pentingnya swasembada pangan. Meski terjadi kekeringan, pemerintah harus tetap berupaya meningkatkan produksi pangan. Dia mengingatkan, rencana anggaran untuk pencapaian surplus 10 juta ton beras adalah Rp 4,54 triliun, swasembada jagung Rp 398,2 miliar, swasembada kedelai Rp 874,6 miliar, swasembada gula Rp 980,6 miliar, dan swasembada daging Rp 1,49 triliun. n meiliani fauziah ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement