Ahad 08 Sep 2013 08:35 WIB
Kartel Kedelai

KPK Didesak Selidiki Tata Niaga Kedelai

 Pekerja mengerjakan pembuatan tahu berbahan kedelai impor di Duren Tiga, Jakarta, Kamis (22/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Pekerja mengerjakan pembuatan tahu berbahan kedelai impor di Duren Tiga, Jakarta, Kamis (22/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Naiknya harga kedelai akibat dolar naik yang membuat perajin tempe menjerit, terjadi berulang setiap tahun. Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengendus ada unsur kejahatan ekonomi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, Ia meminta aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan KPK menyelidiki masalah ini.

''Ini kejahatan ekonomi, aparat hukum, KPK, kejaksaan harus masuk. Karena, ada oknum yang terlibat pada masalah ini,'' ujar Firman pada acara diskusi tentang kedelai bertema "Lunglai karena Kedelai", Sabtu (7/9).

Menurut Firman, kalau menggunakan aturan terkait perdagangan kartel, sanksi bagi pengusaha mungkin tidak akan terlalu berat. Namun, kalau diproses secara pidana, terkait tindak pidana kejahatan ekonomi, maka sanksinya akan lebih berat. ''Bisa masuk di situ (kejahatan ekonomi). Asal, saya harap aparat penegak hukumnya tidak terkontiminasi,'' katanya.

Menurut Firman, aparat penegak hukum harus bisa mengungkap perusahaan besar mana yang terkait dengan masalah tata niaga kedelai ini. Karena, kemungkinan besar ada kongkalikong, koalisi berjamaah yang melibatkan oknum. Selama ini, yang menguasai perdagangan kedelai di Indonesia ada enam perusahaan. ''Bisa saja ada oknum. Kan kalau membina petani, pejabat tidak dapat apa pun. Kalau kebijakan, malam hari teken bisa dapat,'' katanya.

Firman mengatakan, dari hasil perhitungannya, carut-marut perdagangan kedelai yang terjadi pada 2012 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 400 miliar. Tahun inipun akan ada kerugian negara lagi tapi nilainya harus dihitung dulu.

Tidak kondusif

Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki dugaan kartel bawang putih, daging, dan juga komoditas kedelai. Sebab, harga kedelai terus merangkak naik. ''KPPU fokus terhadap kelima komoditas pangan, di antaranya, daging dan kedelai. Kami minta kewenangan untuk membuktikan lebih leluasa kartel ini. Jadi, 2015 bisa lebih menggigit,'' ujar Komisioner KPPU Syarkawi Rauf pada diskusi tentang kedelai bertema "Lunglai karena Kedelai", Sabtu (7/9) .

Menurut Syarkwi, KPPU melihat ada pelaku usaha yang menciptakan perilaku tidak kondusif sehingga harga naik. Oleh karena itu, KPPU menyelidiki kasus dugaan kartel bawang putih, daging, dan sebentar lagi kedelai. ''Ini problem semuanya kok sama. Jangan-jangan karena problem regulasi,'' katanya.

Syarkawi mengatakan, memang saat ini lahan kedelai terus berkurang dari sekitar 1,8 juta hektare tinggal 600 ribu hektare. Dengan begitu, ada kompetisi penggunaan lahan dan konversi lahan dari kedelai ke komoditas lain. Akibatnya, suplai dan demand jadi tidak imbang. ''Pada daging, ada kewajiban importir menyerap daging lokal. Kedelai juga sebenarnya sama, tapi kedelai lokalnya tidak ada,'' katanya.

Pemerintah, kata dia, harus menstabilkan harga kedelai ini. Tentunya, hal ini terkait dengan kebijakan. Selain itu, sistem kuota kedelai menyebabkan pemain kedelai sedikit. Sehingga, importir mengendalikan suplai untuk mengendalikan harga. ''Pemerintah harus sadar saat ini model perdagangan liberal yang membutuhkan kredibilitas. Tapi, kredibilitas pemerintah meragukan,'' katanya.

Syarkawi mencontohkan, kredibilitas pemerintah diragukan, misalnya, pada data terkait daging yang berbeda antara versi pemerintah, pengusaha, dan importir. Sebenarnya, kata dia, KPPU pun selain menangani tiga kasus komoditas tadi, sudah menerima ratusan kasus yang lain. Sementara, personel KPPU terbatas. n arie lukihardianti ed: nina ch

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement