REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu tersangka suap perkara kasasi di Mahkamah Agung (MA), staf Diklat MA Djodi Supratman, menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini. Kuasa hukum mengungkapkan, Djodi mengaku hanya perantara untuk pihak lain yang menerima suap di MA.
“Berinisial S,” kata Jusuf Siletty, kuasa hukum Djodi, seusai mendampingi kliennya diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/9). Saat ditanya apakah pihak di MA berinisial S itu juga sebagai perantara untuk pejabat yang lebih tinggi lagi di MA, ia mengaku belum mengetahui hal tersebut. Djodi hanya memberitahukan, ia menjadi perantara penerimaan uang untuk diberikan kepada S. Jusuf menjanjikan, detail mengenai sosok di MA tersebut akan ia ungkapkan dalam pemeriksaan lanjutan terhadap Djodi.
Dalam pemeriksaan, kliennya juga ditanya tentang pengambilan uang kepada pengacara, Mario C Bernardo. Djodi juga ditanya mengenai hubungannya dengan anak buah Hotma Sitompoel itu. Terkait pertanyaan itu, Djodi mengatakan kenal dengan Mario sejak akhir 2009 saat masih menjadi staf di bagian umum MA.
Penerimaan uang, menurut Jusuf, bermula dari permintaan Mario kepada Djodi untuk membantu kasus yang tengah diurusnya. “Konstruksinya, Mario minta bantuan pada Djodi, Djodi minta bantuan kepada orang di MA, selang beberapa hari kemudian, (orang berinisial S) bilang bisa, lalu Djodi bilang ke Mario,” paparnya.
Tak lama kemudian, orang berinisial S itu kemudian meminta Djodi mengambil uang dari Mario. Ketika tiba waktu pengambilan uang, Mario menghubungi Djodi untuk mengambil di kantor firma hukum tempat Mario bekerja. Uang ini ditujukan kepada S dengan Djodi sebagai perantara.
Jusuf mengatakan, sejak awal, Mario mengatakan pemberian uang terkait penanganan kasus di MA, bukan untuk urusan sosial dan pembangunan rumah ibadah seperti yang diklaim kubu Mario. “Oh nggak, dia (Mario C Bernardo) memang mengatakan dari awal bahwa itu memang untuk perkara,” tegas Jusuf.
Jusuf menjanjikan, peran Djodi sebagai perantara akan dibuktikan dalam persidangan. “Yang jelas bahwa klien saya tidak pernah menangani perkara itu dan hanya diminta bantuan itu (untuk mengambilkan uang dari Mario),” jelasnya.
Mario C Bernardo dan Djodi Supratman ditangkap tim KPK di dua lokasi berbeda pada 25 Juli 2013. Djodi ditangkap lebih dulu di dekat Monumen Nasional (Monas) saat sedang menuju ke kantor MA. Sedangkan, Mario ditangkap di kantornya di Jakarta Pusat. Tim KPK menyita uang sebesar Rp 78 juta dari tas yang dibawa Djodi yang diduga merupakan pemberian Mario di kantornya.
Dana yang disita, diduga KPK, merupakan bagian dari rangkaian penyuapan terkait pengurusan perkara kasasi kasus penipuan dengan terdakwa Direktur Utama PT Sumbar Calcium Pratama Hutomo Wijoyo Oggowarsito. Kasasi diajukan ke MA pada April 2013. Hakim agung yang menyidang permohonan tersebut adalah Gayus Lumbuun, Andi Abu Ayyub Saleh, dan M Zaharuddin Utama.
Kuasa hukum Mario menyangkal kliennya memberikan uang suap untuk Djodi. Ia mengisyaratkan, posisi Djodi di MA tak signifikan. “Itu kalau suap, suap buat apa? Emang jabatannya apa? Buat apa Mario suap Djodi? Itu pemikiran gila jika bilang terkait suap,” kata kuasa hukum Mario, Tommy Sihotang, di gedung KPK, kemarin.
Tommy menegaskan, bila memang kliennya disebut memberikan suap, harus ada unsur pejabat atau penyelenggara negara. Sedangkan, dalam kasus ini belum ada penyelenggara negara yang ditetapkan sebagai tersangka sehingga tidak dapat disebut memenuhi unsur suapnya. Selain itu, kalau memang Djodi mengaku sebagai kurir atau perantara, tambahnya, harus dijelaskan siapa pihak yang akan menerima uang tersebut. Ia meminta agar pihak Djodi tak menutup-nutupi hal tersebut.
Dalam pemeriksaan kliennya di KPK, ia menegaskan pemberiaan uang itu untuk urusan sosial dan sumbangan, tidak ada terkait kasus di MA seperti yang disebutkan KPK. Mario memiliki yayasan bantuan untuk orang-orang tidak mampu sehingga sering memberikan uang untuk kegiatan sosial, termasuk kepada Djodi.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, lembaganya masih menunggu perkembangan pemeriksaan KPK terkait adanya indikasi keterlibatan pihak lain dari MA. “Karena ini sedang dalam proses di KPK, kami serahkan sepenuhnya pemeriksaan itu kepada lembaga tersebut,” kata Ridwan Mansyur, kemarin. Kelak, jika KPK sudah mengungkap nama-nama, ia menjanjikan MA juga akan ikut membantu dan berkoordinasi dengan KPK. Bahkan, Badan Pengawasan (Bawas) MA juga akan turun untuk menindaklanjuti temuan KPK nantinya.
Menurut Ridwan, inisial yang ditudingkan pihak Djodi belum tentu menjabat sebagai hakim. “Yang dimaksud Djodi itu belum tentu berkedudukan sebagai hakim. Karena, komposisi hakim sendiri hanya 10 persen dari total pegawai di MA,” ujarnya. Ia menuturkan, MA mendukung penuh upaya KPK mengusut kasus ini sampai tuntas. Ridwan menambahkan, sanksi tegas akan diberlakukan bagi para pelanggar hukum di instansinya. n bilal ramadhan/ahmad islamy djamil ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.