Jumat 13 Sep 2013 08:18 WIB
Konflik Suriah

Rusia dan AS Bahas Suriah

Presiden Barack Obama meet with Russian President Vladimir Putin in Enniskillen, Northern Ireland on June 17, 2013. (file photo)
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden Barack Obama meet with Russian President Vladimir Putin in Enniskillen, Northern Ireland on June 17, 2013. (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW — Rusia menyerahkan rencana mengenai pengawasan senjata kimia Suriah ke Amerika Serikat (AS). Inisiatif ini telah berhasil membuat Presiden AS Barack Obama mengurungkan niatnya mengerahkan pasukan menyerang Suriah.

Rusia mengajukan usul agar Suriah menyerahkan pengawasan senjata kimianya ke komunitas internasional. “Kami telah menyerahkan rencana itu. Kami membicarakannya di Jenewa, Swiss,” ujar seorang pejabat Rusia, seperti dilansir BBC, Rabu (11/9).

Menteri Luar Negeri (Menlu) AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov dijadwalkan bertemu di Jenewa, Kamis (12/9). Seorang sumber kepada kantor berita Itar-Tass menyatakan bahwa pertemuan itu bersifat bilateral. Tak melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia mengungkapkan, pertemuan Kerry dan Lavrov dimulai Kamis dan berakhir pada Jumat. Ia menambahkan, kemungkinan pula pertemuan bisa sampai Sabtu (14/9). Tak ada rincian mengenai proposal tersebut.

Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan, Moskow menuliskan ide-ide yang maju dalam proposal. Bukan sekadar paket kalimat yang panjang. Menurut BBC, diperkirakan ada ketidaksepakatan antara Suriah dan Rusia.

Hal itu terkait apakah senjata kimia itu mesti dihancurkan atau tidak. Pemerintah Suriah kemungkinan tak akan mau. Sedangkan, Rusia berargumen itulah satu-satunya cara agar proposalnya diterima oleh semua pihak yang menentang Suriah. Media-media Rusia memberitakan, penyerahan rencana ke AS bertujuan menyelamatkan senjata kimia negara sekutunya itu. Dalam opininya di New York Times, Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengingatkan AS agar tak menyerang Suriah.

Aksi militer justru akan mengobarkan gelombang terorisme. Selain itu, rencana tersebut banyak yang menentang. “Dan serangan militer tersebut justru akan menambah korban tak berdosa berjatuhan,” kata Putin menegaskan.

Selain itu, Menlu Prancis Laurent Fabius, Kamis (12/9), mengungkapkan bahwa laporan penyelidikan PBB soal serangan senjata kimia, mungkin dipublikasikan Senin (16/9) ini. Penyelidik mengungkap serangan 21 Agustus 2013 di wilayah Ghouta. Korbannya ribuan orang.

Fabius menegaskan, tak ada keraguan sedikit pun bahwa pasukan Presiden Bashar al-Assad yang bertanggung jawab. Menurutnya, mereka memiliki 1.000 ton senjata kimia. “Mereka berada di balik serangan itu.”

Sejumlah diplomat mengatakan, isi laporan tak eksplisit menuding siapa yang bersalah. Meski demikian, akan ada uraian perinci yang membantu menentukan siapa yang bertanggung jawab. Apakah pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad atau pasukan perlawanan. Laporan itu diyakini menjadi alat tawar-menawar antara Rusia dan negara-negara Barat. Ini berhubungan dengan proposal penyerahan senjata kimia dan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. Dua diplomat Barat berharap laporan itu menggembirakan.

Mereka ingin hasil penyelidikan yang dipimpin Ake Sellstrom sesuai kecurigaan AS. Gas sarin digunakan dalam serangan itu. Dengan demikian, mereka berharap laporan tersebut mengarah pada pemerintahan Assad. Blog kebijakan luar negeri, Cable, yang mengutip sejumlah diplomat menyatakan potensinya memang ke sana. Fakta dalam laporan Sellstrom akan mengarah kepada Assad.

Di antara fakta yang diungkap adalah proyektil yang diisi gas sarin. Apakah nantinya mengindikasikan milik pemerintah atau kelompok perlawanan. Hal lainnya mengenai wilayah yang menjadi target serangan, jenis senjata, serta kualitas dan konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam penyerangan.

Seorang diplomat menyatakan, memang tak ada pernyataan langsung siapa yang bersalah. Tapi, ini tak akan menghentikan Sekjen PBB Ban Ki-moon menafsirkan fakta-fakta dalam laporan. “Lalu, menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab.”

Diplomat lainnya mengungkapkan, hasil temuan tim penyelidik rentan disalahgunakan. Tekanan terhadap Assad membuat tim kewalahan. Apalagi, tuduhan rezim Assad menggunakan senjata kimia dari awal sudah kencang. n bambang noroyono/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement