REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Presiden Iran Hassan Rowhani kembali membuat gebrakan. Kali ini, ia membebaskan 11 tahanan politik, termasuk pembela hak asasi manusia (HAM) Nasrin Sotoudeh. Pembebasan yang terkesan mendadak ini dilakukan hanya beberapa hari sebelum Rowhani terbang ke New York, AS, untuk berpidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seperti dilaporkan kantor berita AFP, Kamis (19/9), selain Sotoudeh, Pemerintah Iran juga membebaskan 10 tahanan lainnya, di antaranya, mantan Menlu Mohzen Aminzadeh, politikus reformis Feyzollah Arabsorkhi, dan jurnalis Mahsa Amirabadi.
Sotoudeh, aktivis HAM yang dijatuhi hukuman enam tahun penjara karena dianggap membahayakan keamanan nasional, mengaku tidak tahu alasan pembebasannya. “Saya tidak tahu atas dasar apa saya dibebaskan. Tetapi saya sekarang bebas,” ujar ibu dua anak ini yang bersama 10 tahanan lain dibebaskan pada Rabu (18/9) petang waktu setempat.
Kepada kantor berita Reuters, suami Sotoudeh, Reza Khandan, mengatakan, istrinya diantarkan ke rumah oleh petugas tahanan. “Kami semua bahagia dari lubuk hati yang paling dalam.”
Sebelum dijebloskan ke Penjara Evin di Teheran, Sotoudeh aktif membela sejumlah jurnalis dan aktivis HAM, termasuk peraih Nobel Perdamaian, Shirin Ebadi. Ia juga membela Zahra Bahrami, seorang perempuan berkewarganegaraan ganda Iran dan Belanda yang dijatuhi hukuman gantung atas tuduhan perdagangan obat bius.
Sotoudeh yang ditahan sejak September 2010 melakukan aksi mogok makan selama 49 hari pada Oktober 2012. Aksi itu dilakukannya sebagai bentuk protes terhadap otoritas Iran yang melarang putrinya bepergian. Saat di penjara, Sotoudeh tak bisa leluasa menerima kunjungan keluarga. Suami dan putrinya yang saat itu berusia 12 tahun juga dilarang bepergian ke luar negeri.
Selain hampir bersamaan dengan kepergian Rowhani ke markas PBB di New York, pembebasan tahanan politik ini sejalan dengan janji sang presiden semasa berkampanye pemilu. Saat itu, Rowhani berjanji menghapus aturan yang membatasi gerak politik, sosial, serta membebaskan para tahanan politik.
Tak lama setelah pembebasan tahanan politik, Rowhani dalam wawancara dengan televisi NBC menegaskan, Iran tak akan membuat senjata nuklir. “Dalam kondisi apa pun, Iran tak akan membuat senjata pemusnah massal, termasuk senjata nuklir,” ujar dia.
Iran selama ini dituduh oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mengembangkan senjata nuklir. Namun, Iran, meski ditekan dengan embargo ekonomi, tetap menegaskan bahwa program nuklirnya hanya bertujuan untuk kesehatan dan energi. Bahkan, sebelumnya, pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan, pengembangan senjata nuklir sebagai pemusnah massal tak sejalan dengan nilai Islam.
Dalam wawancara tersebut, Rowhani juga mengomentari surat untuknya dari Presiden AS Barak Obama. Menurut Rowhani, kalimat yang disampaikan Obama dalam surat itu sangat positif dan konstruktif. Selain mengucapkan selamat atas terpilihnya Rowhani sebagai presiden, dalam surat itu, Obama juga menyinggung beberapa isu penting. “Ini (surat) bisa menjadi langkah pelan dan kecil untuk masa depan yang sangat penting,” ucap Rowhani.
Terkait hal itu, Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, Presiden Obama percaya saat ini adalah kesempatan tepat untuk melakukan diplomasi yang lebih baik dengan Iran. Ia pun berharap, Pemerintah Iran mengambil kesempatan ini. Carney juga mengatakan, AS akan menguji pernyataan Rowhani yang ingin memperbaiki hubungan dengan masyarakat internasional.
Meski Rowhani akan terbang ke New Yok untuk berpidato di Majelis Umum PBB, Carney mengatakan, sejauh ini belum ada rencana pertemuan antara Obama dan Rowhani. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.