REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) mengaku sudah menduga adanya keterlibatan hakim agung dalam kasus suap pengurusan perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito di Mahkamah Agung (MA). Dugaan KY ini diperkuat oleh pengakuan staf MA Djodi Supratman yang menyebut keterlibatan hakim agung berinisial AA dalam suap. "Apa yang menjadi temuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sampai sejauh ini tidak berbeda dengan hasil temuan KY. Termasuk juga mengenai kemungkinan keterlibatan AA," kata Ketua KY Suparman Marzuki, saat dihubungi, Kamis (19/9).
Sebelumnya, Djodi mengaku dia diperintah oleh oknum MA berinisial S untuk menerima uang dari anak buah pengacara Hotma Sitompul, Mario C Bernardo. Belakangan, orang berinisial S ini diketahui sebagai Suprapto, staf Kepaniteraan MA yang diduga menjadi kaki tangan hakim agung AA dalam menangani perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito.
Suparman menuturkan, KY saat ini terus melakukan investigasi terhadap kasus ini. Menurutnya, bisa jadi ada oknum hakim agung lainnya di luar AA yang diduga ikut bermain. "Kami tengah mendalami peluang ke arah itu. Yang jelas, apa yang sudah menjadi fakta hukum, biar ditangani oleh KPK," ujarnya.
Keterlibatan hakim agung dalam suap diperkuat oleh hasil rekonstruksi kasus suap yang sudah menjerat Djodi dan Mario sebagai tersangka itu. Dalam rekonstruksi, terungkap adanya uang suap akan diberikan kepada hakim agung MA.
Terkait hal ini, kuasa hukum tersangka Djodi, Jusuf Siletti, meminta agar KPK mengusut keterlibatan hakim agung tersebut. "Kan dalam pemeriksaan sebelumnya, Suprapto akhirnya mengakui telah menerima persetujuan di dalam (MA). Suprapto ini stafnya AA, kalau mau menghubungi AA harus melalui Suprapto. KPK harus tindak lanjuti," kata Jusuf Siletti yang dihubungi Republika, Kamis (19/9).
Jusuf menjelaskan, Suprapto telah mengakui adanya negosiasi dengan kliennya untuk mengurus perkara Onggowarsito. Suprapto juga meminta uang sebesar Rp 300 juta yang kemudian disampaikan Djodi kepada Mario C Bernardo selaku kuasa hukum penggugat.
Suprapto juga sudah menyampaikan kepada atasannya, hakim agung berinisial AA. AA pun setuju untuk mengurus kasus ini sesuai permintaan Mario agar putusannya dapat menjerat Hutomo Wijaya Ongowarsito. "Itu semua sudah ada rekamannya yang disadap penyidik KPK. Makanya Suprapto akhirnya mengakui," jelasnya.
Dalam rekonstruksi pada Rabu (18/9) lalu, ditunjukkan Mario telah menyerahkan uang sebanyak tiga kali masing-masing sebesar Rp 50 juta. Penyerahan pertama pada 8 Juli 2013 di Bank Artha Graha Menteng dan penyerahan kedua pada 24 Juli 2013 di kantor Mario yang berada di Hotma Sitompoel & Associates di Jalan Martapura, Jakarta Pusat.
Uang sebesar Rp 100 juta ini disimpan terlebih dahulu di rumah Djodi di Bambuapus, Jakarta Timur. Jika uang sudah terkumpul semua, Djodi akan menyerahkannya kepada Suprapto dan akan diserahkan kepada hakim agung berinisial AA ini. Usai penyerahan ketiga, 25 Juli 2013, Djodi kembali mengambil uang sebesar Rp 50 juta di kantor Mario. Dalam perjalanan menuju kantor MA di Medan Merdeka Utara, tim KPK menangkap Djodi kemudian dilanjutkan dengan menangkap Mario di kantornya.
Jusuf juga menanggapi pernyataan kuasa hukum Mario, Tommy Sihotang yang menyebut Jusuf malah menjerumuskan kliennya, Djodi Supratman. Ia meminta agar Tommy tidak mencampuri urusan ia dengan kliennya. "Kita punya kode etik untuk tidak mencampuri urusan klien orang lain, urus saja kliennya sendiri," tegas Jusuf.
Sebelumnya KPK telah memeriksa salah satu hakim agung yang menangani kasus perkara penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito, Hakim Agung MA Andi Abu Ayyub Saleh sebagai saksi dalam kasus suap ini. Usai diperiksa beberapa waktu lalu, Andi menjelaskan perkara tersebut telah diputus pada 29 Agustus 2013 dengan putusan kasasi sepakat dengan putusan majelis tingkat pertama yang menilai tidak ada unsur pidana dalam perkara tersebut. n ahmad islamy jamil/bilal ramadhan ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.