REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Peningkatan perdagangan menjadi salah satu fokus bahasan pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali. Untuk mencapai itu, berbagai hambatan perdagangan di antara 21 anggota APEC pun harus dikurangi
Ketua Concluding Senior Officials Meeting (CSOM) APEC Yuri O Thamrin mengatakan, peningkatan ini dimaksudkan untuk memastikan perdagangan di kawasan Asia Pasifik dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat. ''Ini juga untuk mendukung apa yang benar-benar dibutuhkan para anggota, yaitu ekonomi yang tumbuh dan perdagangan yang kompetitif," kata dia di Bali, Selasa (1/10).
Indonesia membawa sejumlah gagasan pada rangkaian pertemuan APEC, antara lain, mendukung sistem perdagangan multilateral. Indonesia, jelas Yuri, juga mendorong peningkatan perdagangan dan jasa di Asia Pasifik dan pembangunan konektivitas APEC yang mendukung konektivitas di ASEAN dan Indonesia.
Terkait konektivitas kawasan, Indonesia telah mengajukan rencana pembangunan dan investasi infrastruktur di Asia Pasifik, yang mulai terlaksana pada 2014. Pembangunan ini, kata Yuri, bermanfaat untuk Indonesia mengingat infrastruktur fisik merupakan kebutuhan utama saat ini.
Pertemuan APEC berlangsung mulai 1-10 Oktober 2013, diawali pertemuan APEC High Level Policy Dialogue on Travel Facilitation (HLPD). Pertemuan tingkat menteri akan berlangsung pada 4-5 Oktober, kemudian pertemuan para kepala negara anggota APEC berlangsung pada 7-8 Oktober.
Negara-negara APEC yang menguasai 57 persen produk domestik bruto (PDB) dunia dan 44 persen perdagangan dunia mendapat tantangan untuk memperbaiki ekonomi global. Perdagangan dunia sedang mengalami pelemahan yang tecermin dari pertumbuhan PDB global yang tercatat 3,9 persen pada 2011 dan 3,2 persen pada 2012.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi PDB global meningkat sebesar 3,5 persen pada 2013. Sementara, PDB APEC diperkirakan mengalami peningkatan lebih besar dari PDB global, yakni 4,2 persen pada 2013 dan 4,7 persen pada 2014. Hal ini bisa terwujud dengan peningkatan nilai perdagangan, khususnya melalui penghapusan berbagai hambatan dan tarif seperti tercantum kesepakatan Bogor Goals dalam APEC 1994 di Bogor.
Ekonom Dradjad Wibowo menyebut, Indonesia memiliki tiga kepentingan, yakni mewujudkan Bogor Goals, konektivitas, dan kesetaraan. "Hal ini sulit tercapai karena APEC tak punya kekuasaan untuk menghukum. Beda dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang bisa memberikan hukum," kata Dradjad.
Target Indonesia untuk memasukkan kelapa sawit (CPO) sebagai produk ramah lingkungan, kata dia, cukup masuk akal. Dradjad berharap Indonesia dapat fokus pada tujuannya tersebut karena CPO merupakan produk ekspor unggulan Indonesia. Namun, lobinya akan sulit karena langkah riilnya harus lari ke WTO. n lingga permesti/satya festiani/mutia ramadhani/ahmad baraas ed: m ikhsan shiddieqy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.