REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ahmad Baraas
Telepon genggam Dewa Ketut Artiden tak berhenti-berhenti berdering, Jumat (11/10). Beberapa langganannya di Denpasar, Bali, memang kerap menghubungi dia setiap menjelang Idul Adha. Urusannya hanya satu, mereka minta dicarikan kambing untuk dijual di Denpasar guna keperluan kurban. Dewa sudah paham betul, kambing yang dimaksudkan pelanggannya itu dari segi umur, kesehatan, dan jenis kelaminnya. Pokoknya, semua syarat sah untuk berkurban bisa dipenuhi.
Dewa menekuni bisnis kambing kurban lebih dari 10 tahun. Karena itu, dia mengerti syarat-syarat apa saja yang diperlukan bila kambing yang dibeli akan digunakan berkurban. Pelanggannya tidak ada yang komplain. Mereka tinggal menelepon bila memerlukan kambing. “Sudah biasa, tinggal telepon saja dan mereka mentransfer pembayaran melalui rekening bank,” kata warga Desa Batuagung, Jembrana, itu.
Idul Adha membawa berkah bagi peternak kambing, seperti halnya Dewa Artiden. Dan, keberkahan itu datang kepada siapa saja yang mau memanfaatkan momen Idul Adha. Di Denpasar, petani dan para pengepul kambing kurban membuat kandang-kandang sementara hampir di seluruh sudut kota. Dibandingkan Dewa, para pengepul di Denpasar bisa mendapatkan untung yang jauh lebih besar.
Namun, salah seorang pengepul asal Jember, Didik, mengaku dia mengambil untung sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Didik mengaku harus membayar sewa lahan untuk kandang darurat, membeli pakan, dan membayar karyawan penjaga ternak di kandang selama sepekan. “Belum lagi harus membayar sewa kendaraan untuk mengangkut kambing dari petani ke Denpasar. Saya juga menanggung risiko kalau ada kambing yang sakit atau mati,” katanya.
Syaifulloh, pedagang kambing kurban lainnya, mengaku, wajar baginya mengambil untung lebih banyak dibandingkan hari-hari lainnya. Selain mengeluarkan biasa operasional, dia juga sudah membayar panjer (uang muka) kepada peternak untuk kambing-kambing yang dibelinya sejak sebelum Ramadhan. Sebab, kalau membeli kambing setelah Idul Fitri, harganya pasti mahal karena harus bersaing dengan pengepul lainnya.
Tingginya harga hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha bukan hanya pada ternak kambing saja. Harga sapi kurban juga “menggila”. Sebelum Idul Fitri, misalnya, harga seekor sapi layak kurban dengan bobot 250 kilogram berkisar Rp 6 juta, tapi seusai lebaran sudah naik jadi Rp 7,5 juta. Selain itu, beberapa hari terakhir ini, untuk sapi dengan jenis dan bobot yang sama, harganya mencapai Rp 11 juta-Rp 12,5 juta. Sedangkan, untuk seekor kambing kurban, harganya bervariasi mulai dari Rp 1,8 juta-3,5 juta.
Para pengepul dan pedagang hewan kurban di Denpasar, selain membuat kandang-kandang sementara, juga menjual ternak kurban dengan merangkul takmir masjid, sekolah, dan ormas-ormas Islam. Dengan demikian, mereka bisa memperkirakan berapa banyak hewan yang harus disuplai ke Denpasar dan risiko akan ada hewan sisa bisa dikurangi.
Setiap Idul Adha, diperkirakan lebih dari 15 ribu ekor kambing kurban yang disembelih di seluruh kabupaten/kota di Bali. Karena itu, selain mahal, populasi kambing di Bali juga tak mencukupi kebutuhan. Karenanya, tidak sedikit pengepul kambing kurban yang mendatangkan kambing dari Jawa Timur, seperti dari Kabupaten Situbondo dan Bondowoso. Hal ini dilakukan Shodiq, salah seorang pengepul kambing di Bali. Walau mendatangkan kambing dari Jawa sedikit rumit karena melalui proses karantina, dia tetap harus memenuhi permintaan pelanggannya.
Idul Adha memberikan berkah kepada banyak orang; peternaknya, pedagang, atau pengepul hewan kurban. Dan, tentu saja bagi para penerima daging kurban juga. n ed: chairul akhmad
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.