Kamis 24 Oct 2013 08:20 WIB
Penyadapan Telepon

AS Bantah Mata-matai Prancis

Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Intelijen Amerika Serikat (AS) membantah laporan di surat kabar Le Monde bahwa Badan Keamanan Nasional AS (NSA) telah menyadap pembicaraan telepon dan SMS warga Prancis. AS menyebut laporan media Prancis itu salah.

Awal pekan ini, hubungan AS-Prancis tiba-tiba saja menegang setelah Le Monde memberitakan bahwa dalam jangka waktu 30 hari antara 10 Desember 2012 hingga 8 Januari 2013, NSA telah menyadap 70,3 juta panggilan telepon di Prancis. Tak hanya pembicaraan telepon, NSA juga meretas jutaan pesan singkat (SMS).

Le Monde mengaku mendapat informasi mengenai aksi mata-mata AS tersebut dari mantan analis NSA yang kini tinggal di Rusia, Edward Snowden. Sejauh ini, belum jelas apa saja isi pembicaraan telepon dan SMS yang berhasil disadap itu. Le Monde juga tidak menjelaskan apakah operasi intelijen yang menggunakan nama sandi US-985D itu masih berlangsung.

Dalam pernyataan yang dirilis Selasa (22/10), Direktur Intelijen Nasional AS James Clapper secara tegas membantah tudingan itu. Ia mengatakan, laporan yang dipublikasikan surat kabar tersebut mengandung informasi tidak akurat. Ia juga menyebut, laporan mengenai kegiatan intelijen AS di luar negeri sangat menyesatkan.

Intinya, kata dia, tuduhan bahwa NSA mengumpulkan lebih dari 70 juta rekaman pembicaraan telepon warga Prancis adalah tidak benar. Ia juga menyampaikan, tak akan membahas secara terperinci kegiatan intelijen AS. Namun, ia mengakui bahwa AS mengumpulkan informasi intelijen seperti halnya negara lain di seluruh dunia melakukannya.

Sayangnya, dalam pernyataan itu Clapper tak menjawab tuduhan-tuduhan lainnya terkait aksi spionase AS. Misalnya, tuduhan bahwa NSA menyadap diplomat Prancis ketika berada di Washington dan markas PBB di New York.

Tuduhan itu muncul dalam artikel di majalah Der Spiegel dan harian Washington Post awal September lalu. Disebutkan, data yang diperoleh dari penyadapan terhadap diplomat Prancis itu membantu AS dalam bernegosiasi di Dewan Keamanan PBB terkait sanksi baru bagi Iran pada 2010. Dalam hal ini, AS mendapat kepastian bahwa Prancis bakal mendukungnya dalam negosiasi tersebut.

Mantan Dubes AS untuk PBB Susan Rice mengakui bahwa data-data intelijen dari NSA sangat membantu dalam aktivitas diplomatik. ''Sehingga AS selangkah lebih maju dalam negosiasi,'' kata dia.

Sementara, menyusul terbitnya laporan di Le Monde, Pemerintah Prancis telah mengungkapkan kemarahannya. Presiden Francois Hollande secara tegas menyatakan tindakan AS tidak bisa diterima, apalagi hal itu dilakukan kepada teman atau sekutu sendiri. Hollande pun menuntut penjelasan resmi kepada Presiden AS Barack Obama.

Merespons kemarahan dan tuntutan penjelasan dari Prancis, Obama dilaporkan segera menghubungi Hollande. Gedung Putih menyatakan, pertanyaan-pertanyaan yang muncul terkait laporan media Prancis itu merupakan hal yang wajar. Presiden Obama, menurut pernyataan itu, telah secara gamblang menjelaskan bahwa Washington akan meninjau kembali cara kerja intelijen dalam mengumpulkan data.

Ini bukanlah insiden mata-mata pertama yang melibatkan AS dengan sekutunya. Sebelumnya, AS juga dituding melakukan operasi mata-mata di kantor misi Uni Eropa di Washington dan kedutaan negara-negara Eropa lainnya. Prancis mengecam tindakan negara adidaya itu, sedangkan Jerman langsung membatalkan perjanjian kerja sama intelijen dengan AS dan Inggris.

Kepada dua negara mitranya di Amerika Latin, yakni Brasil dan Meksiko, AS pun menuai kecaman karena tindakan serupa. AS ketahuan menyadap komunikasi pemimpin dua negara itu, yakni Presiden Brasil Dilma Rousseff dan Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement