Jumat 25 Oct 2013 23:54 WIB

Sinergi Melestarikan Sungai Ciliwung (1)

Red: Zaky Al Hamzah
Warga beraktivitas di kawasan permukiman pinggiran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa (31/1). (Aditya Pradana Putra)
Warga beraktivitas di kawasan permukiman pinggiran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa (31/1). (Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, Waktu menunjukkan pukul 09.00 Wib. Ratusan peserta mancing sudah tidak sabar menanti tanda dimulainya lomba memancing di aliran Sungai Ciliwung. Sebelum acara memancing dimulai, panitia mengajak perwakilan peserta lomba melakukan penandatanganan komitmen bersama menolak keras praktek penangkapan ikan dengan cara racun dan setrum.

Setelah penandatangan selesai, dilakukan pelepasan ikan lokal Hampala indukan sebanyak 35 ekor sebagai restoking dan pengembalian Ikan Hampala yang telah hilang dari dari daerah hulu sampai Bendung Katulampa, karena pernah kejadian praktek meracun ikan secara besar besar di masa lampau. Mungkin bayangan bagi sejumlah warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung, tidak mungkin ada sejumlah ikan yang masih bisa hidup, mengingat kondisi sungai yang sudah kotor, berwarna cokelat dan agak pekat.

Namun, jangan salah. Justru, di lokasi lomba pancing, tepatnya di Aliran Sungai Ciliwung Jembatan Gadog, sejumlah ikan masih bisa hidup. Kategori ikan yang dilombakan hanya jenis ikan lokal meliputi ikan beunter, ikan parai, ikan berot, ikan senggal dan ikan soro.

Dikutip dari laman ciliwungnstitute.blogspot.com, lomba mancing yang diadakan pada 7 September 2013 itu diikuti 280 peserta. Peserta terdiri dari berbagai kalangan dan usia mulai dari warga setempat hingga Komunitas Mancing Sejabodetabekjur. "Semua bergembira menikmati mancing bersama sama di aliran Sungai Ciliwung," ujar Ketua Ciliwung Institute, Sudirman Asun, kepada Republika, Jumat (25/10).

Lokasi lomba pancing itu menggunakan areal sepanjang dua kilometer (km) aliran sungai dari Jembatan Pasir Purut Cibogo – Leuwi Salak Gadog. Peserta berhasil mendata ikan berot sebanyak 125 ekor, ikan beunter (36 ekor), ikan parai (5 ekor), ikan soro (3 ekor), ikan kehkel (1 ekor), dan ikan senggal (1 ekor).

Sedangkan ikan introduksi asing yang tertangkap ada lima jenis, yakni ikan mas (5 ekor), ikan nila (3 ekor), ikan mujair (1 ekor), ikan golsom (1 ekor), dan lele dumbo (1 ekor). Juara Ikan Soro dimenangi seorang warga pemancing dengan bobot Soro seberat 420 gram.

Yang menarik, untuk menjaga kelestarian Sungai Ciliwung, tak semua ikan yang tertangkap dibawa pulang oleh peserta. Ikan yang tertangkap kecuali ikan introduksi asing, sesudah diambil data panjang dan berat, dilepasliarkan kembali ke Sungai Ciliwung.

Menurut Sudirman, pelepasan itu sebagai bagian dari tujuan konservasi dan perlindungan Suaka ikan Lokal Sungai Ciliwung. "Dari data minimnya jenis ikan dan jumlah ikan yang tertangkap menjadi indikator semakin menurunnya kualitas sungai Ciliwung yang bisa mendukung banyak kehidupan," paparnya.

Kegiatan positif ini juga didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Federasi Olahraga Mancing Seluruh Indonesia (FORMASI), Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, KPC Bogor, Komunitas Ciliwung, Mongabay, PALYJA, Kepala Desa, Polsek dan Tokoh Masyarakat setempat. Diharapkan, kata dia, kegiatan lomba mancing ini bisa menjadi agenda tahunan sebagai proses edukasi, sosialisasi suaka perlindungan ikan lokal Ciliwung sekaligus sarana hiburan untuk warga pinggir sungai.

Ciliwung masa silam

Sebagai salah satu sungai berpengaruh di DKI Jakarta, Sungai Ciliwung mempunyai sejarah panjang. Terbentang dari hulu yang terletak di daerah Bogor, Jawa Barat, yang meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Cisarua hingga kawasan hilir di pantai utara Jakarta, Sungai Ciliwung mempunyai panjang 120 km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 387 kilometer persergi (km2).

Menurut Abdurrozak (52 tahun), pada zaman dahulu, Sungai Ciliwung menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat Jakarta dan menjadi habitat berbagai jenis ikan. Waktu dirinya masih kecil, warga Kelurahan Kebun Pala, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur ini mengaku kerap memancing dan menjaring ikan di Sungai Ciliwung. Di antaranya ikan berot, ikan sapu-sapu dengan panjag 30 centimeter (cm), ikan hampal, dan udang. "Sekitar tahun 1975, air Sungai Ciliwung masih bening sekali, dan jadi penghidupan masyarakat sekitar," katanya, kepada Republika.

Malah, pada saat itu, ada pencari ikan dari Kabupaten Bekasi yang khusus mencari ikan hingga daerah Jatinegara. Ikan yang diperoleh kemudian dijual ke Pasar Jatinegara atau ke warga sekitar. Memasuki tahun 1980-an ke atas, kata dia, kondisi air semakin kotor. Mulai ada sampah. 

Sejak bermekarannya berbagai pembangunan rumah, perkantoran, serta kawasan bisnis lainnya, kondisi air Sungai Ciliwung semakin kotor dan berwarna cokelar. Selain dipenuhi sampah, kotornya sungai bersejarah ini diakibatkan limbah dari berbagai tempat dibuang di Sungai Ciliwung. Masalah bertambah besar ketika sampah-sampah yang ada menyumbat aliran air, mengakibatkan sungai berbau, kotor, dan yang menjadi momok warga Jakarta yaitu terjadinya banjir.

Suhardison Baiduri (46 tahun), warga Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan ini mengaku, saat masih kecil kerap berenang di sepanjang Sungai Ciliwung dari jembatan Kebun Pala hingga Pintu Air Manggarai. Tahun 1970-an, Sungai Ciliwung menjadi urat nadi ekonomi warga Bogor hingga Jakarta.

Salah satunya pengusaha bambu yang membawa bambu dari Bojong Gede, Bogor, hingga ke Pasar Manggarai. Bambu dibawa dengan didorong menggunakan perahu getek. "Setiap ada perahu getek yang membawa bambu datang, saya dan teman-teman berenang di sekitarnya, kadang ikut membantu mengangkut sampai ke pasar (Manggarai)," katanya. Saat itu, di sekitar Pintu Air Manggarai masih jernih dan tak banyak timbunan sampah. n zaky al hamzah

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement