REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Gilang Akbar Prambadi
Rangkaian acara peralihan jabatan kepala Kepolisian Republik Indonesia (kapolri), pungkas di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Selasa (29/10) kemarin. Pengambilan sumpah terhadap kapolri yang baru, Komjen Sutarman, sebelumnya telah digelar di Istana Negara.
Pembacaan memori serah terima jabatan telah dilakukan di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, Senin (28/10). Akhirnya, tongkat komando kapolri diserahkan mantan kapolri Jenderal Timur Pradopo pada Sutarman, kemarin.
Upacara di Mako Brimob berjalan khidmat, kemarin. Para perwira dan tamtama berdiri tegak menyimak pergantian atasan puncak mereka. Saat kemudian Timur menyampaikan pidato perpisahannya, sekutip kerendahan hati tampak.
Mulanya, ia mengatakan, tak sedikit pencapaian kepolisian di masa jabatannya. Timur kemudian menyinggung sejumlah hal yang ia anggap menjadi prestasi Polri semasa ia mengepalai lembaga tersebut sejak 2010 hingga 2013.
Di antaranya, soal penegakan hukum dalam perkara terorisme, pemberantasan peredaran narkoba, penindakan pidana korupsi, hingga membereskan perkara gangguan keamanan, seperti premanisme.
Penyelesaian kasus korupsi juga, menurut Timur, melebihi target. Pada 2012 penindakan kasus korupsi dibandingkan target kepolisian mencapai 109 persen. Sementara, pada 2013, hingga Oktober sudah 60 persen dari target yang diselesaikan. Selain itu, Timur juga mengklaim bahwa selama ia menjabat situasi keamanan masyarakat cenderung stabil dan terkendali. Kendati ada gangguang keamanan dan ketertiban masyarakat, skalanya tak meluas.
Namun, sejurus kemudian, tanpa sungkan Timur mengakui banyak kekurangan di jajaran kepolisian saat ia menjabat. Dari prestasi yang berhasil dicapai, masih banyak catatan kinerja yang belum optimal. Timur kemudian merinci juga catatan buruk tersebut. Menurut dia, selama menjabat, masih banyak personel polisi yang belum terpenuhi kesejahteraan dari segi ekonomi. Selain itu, ada juga masyarakat yang tak tersentuh pelayanan Polri.
Lebih jauh, Timur bahkan mengakui ada tindakan tak pantas oknum Polri terhadap masyarakat. Menurutnya, masih ditemukan masyarakat yang dicederai oleh personel Polri. “Saya mohon maaf kepada seluruh anggota Polri dan masyarakat,” ujar Timur selepas merinci kekurangan-kekurangan semasa dia menjabat.
Sebelumnya, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Nasser mengkritisi minimnya pengawasan internal semasa kepemimpinan Kapolri Timur. Hal itu ia sayangkan karena pengawasan internal personel kepolisian menyangkut integritas personel di lapangan saat mereka bertugas. Mesti ada pengawasan ketat kepada anggota agar bisa bertugas sesuai rel yang ditentukan.
Selama kepemimpinan, dugaan korupsi dan kasus korupsi di tubuh kepolisian beberapa kali mengemuka. Ketika ia mulai menjabat, laporan soal rekening gendut milik sejumlah perwira di kepolisian mengemuka. Kendati Polri kemudian menyatakan rekening perwira bersangkutan wajar, dorongan pengusutan atas kasus tersebut masih terus mengemuka.
Pada 2012, giliran Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri kena tohok masalah korupsi. Tak tanggung-tanggung, yang dijadikan tersangka, kemudian terdakwa, adalah Kepala Korlantas saat itu, Irjen Djoko Susilo. Pada 2013, terungkap seorang petugas di jajaran Polres Raja Ampat, Labora Sitorus, memiliki rekening dalam jumlah mencurigakan. Labora mengungkapkan kemudian, ia juga mengalirkan dana ke petinggi Polri. n antara ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.