REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana
Kaption foto: Mebel, salah satu produk andalan ekspor Indonesia.
(Kredit foto: Aditya Pradana Putra/Republika)
Hari ini Indonesia berada di posisi 83 persen siap menghadapi AEC.
Ada sejumlah pihak yang mengatakan Indonesia kurang siap menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi hadir. Pemerintah Indonesia dinilai kurang agresif menyiapkan masyarakat maupun dunia usaha untuk menghadapi era pasar bebas barang dan jasa se-Asia Tenggara tersebut.
Menurut Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. “Berdasarkan survei yang dilakukan lembaga independen, hari ini Indonesia berada di posisi 83 persen siap menghadapi AEC. Industri di Indonesia sudah 83 persen dalam suasana AEC, khususnya pada sektor peralatan listrik dan elektronik,” tuturnya.
Artinya, kata Bayu, kondisi hari ini di Tanah Air dibandingkan dengan apa yang akan terjadi manakala AEC diberlakukan tahun 2015 nanti, sudah hampir mendekati. “Dengan kata lain, Indonesia siap menghadapi AEC,” tutur Bayu Krisnamurthi kepada Republika di kantornya, Jakarta, Kamis (31/10).
Ia mencontohkan rata-rata tarif yang diterapkan pemerintah Indonesia saat ini enam persen. Sedangkan tarif pada saat AEC berlaku adalah lima persen. “Berarti hanya beda satu persen,” ujarnya. Begitu pula, investasi dan pembiayaan Indonesia sekarang sudah terbuka. “Kita bisa berinvestasi di negara mana saja, di wilayah Asia Tenggara,” kata Bayu.
Memang, Bayu menambahkan, masih ada sejumlah persoalan yang harus diselesaikan, misalnya interest rate yang masih tinggi dan lahan. “Namun hal tersebut terus kita tangani dan perbaiki,” tegasnya.
Menurut Bayu, bukan berarti dengan berlakunya AEC tidak ada ancaman bagi industry dan jasa Indonesia. “Ancaman tetap ada, tapi peluang yang tersedia lebih besar lagi. Karena itu kita harus mengoptimalkan potensi pasar di AEC yang begitu besar, yakni meliputi 10 negara dengan lebih dari 500 juta penduduk,” tuturnya.
Berkait AEC tersebut, Bayu mengingatkan para pengusaha Indonesia, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar jangan cepat merasa puas dengan pasar dalam negeri. “Pasar dalam negeri kita memang besar. Namun pola pikir yang seperti itu (lebih mengandalkan pasar dalam negeri) merugikan Indonesia, sebab kita hanya berkutat di pasar domestik,” ujarnya.
Padahal, menurut Bayu, banyak sekali peluang pasar Indonesia di negara-negara anggota ASEAN. “Mungkin Singapura berat, tapi sebetulnya sejumlah produk kita bisa diterima dan diperlukan di sana. Sementara itu, negara-negara seperti Myanmar, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina, pasar di sana sangat terbuka untuk produ-produk industri kita. Kita pun bisa berinvestasi di sana,” paparnya.
Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan, usaha kecil menengah (UKM) memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Menurutnya, UKM di Tanah Air berpotensi jadi perusahaan internasional.
Syarief Hasan mengakui, saat ini usaha kecil menengah (UKM) masih berstatus perusahaan tradisional. Namun, dia meyakini dalam beberapa tahun ke depan, UKM akan menjadi perusahaan internasional. "Kita sekarang berbicara mengenai UKM, tapi lima tahun lalu dan lima tahun yang akan datang. UKM adalah perusahaan tradisional. Setelah itu Anda akan menjadi perusahaan internasional. Karena pertumbuhan ekonomi yang kita punya sekarang,” kata Syarief Hasan saat memberikan sambutan APEC SMEE Summit 2013 di Jimbaran, Bali, Sabtu (5/10) seperti dikutip detik.com.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa mengemukakan, menyambut AEC 2015, para pengusaha UMKM Indonesia dituntut harus berdaya saing tinggi. “Jangan sampai pasar UMKM kita ini pemiliknya malah ada di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam pada saat AEC mulai berlaku,” tegas Erwin Aksa.
Bayu mengatakan, memanfaatkan Asean Economic Community (AEC), para pengusaha Indonesia harus mulai merambah pasar berbagai negara di ASEAN. Untuk itu, mereka harus menyiapkan diri dengan sebaik mungkin sesuai sektornya masing-masing. Sebab, setiap jenis usaha/industri mempunyai karakter dan tantangannya masing-masing.
Hal itu terkait dengan bahan baku, proses produksi, standardisasi, aturan ekspor dan sebagainya. “Kalau para pengusaha kita, khususnya UMKM menyiapkan diri dengan baik dan berhasil menembus pasar ekspor di ASEAN, mereka bukan lagi jago kandang, tapi jago tandang,” tegas Bayu Krisnamurthi. - selesai - n