REPUBLIKA.CO.ID, Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 untuk memilih calon legislatif (caleg) tinggal enam bulan. Namun, penetapan daftar pemilih tetap (DPT) justru masih amburadul. Alasannya klasik. KPU bahkan berulang kali menunda penetapan.
Semula penetapan DPT berlangsung pada 13 September, kemudian diundur menjadi 23 Oktober 2013. Tapi, pada hari itu juga, KPU menunda lagi DPT selama dua pekan (yakni, 4 November) karena verifikasi dan akurasi data pemilih yang belum maksimal. “Mudah-mudahan dalam dua pekan ini DPT bisa ditetapkan. Ada hikmahnya juga penetapan DPT hari ini mundur,” ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik dalam rapat pleno KPU di Jakarta, Rabu (23/10).
Keputusan itu muncul setelah KPU mendengarkan peserta rapat pleno rekapitulasi. Rapat itu dihadiri Ketua Pokja PPLN Kemlu Suprapto Martosetomo, perwakilan KPU provinsi, Bawaslu, Komisi II DPR RI, dan perwakilan parpol peserta pemilu.
Sebelumnya, penetapan DPT telah dilakukan di tingkat kabupaten-kota dan provinsi. Hasilnya dari seluruh daerah, kecuali Kabupaten Nduga di Provinsi Papua, diperoleh total jumlah pemilih sebanyak 186.842.553 pemilih, yang terdiri atas 93.544.429 pemilih laki-laki dan 93.298.124 pemilih perempuan. Angka tersebut diperoleh dari 496 kabupaten kota, 6.949 kecamatan, 80.801 desa-kelurahan, dan 545.362 tempat pemungutan suara (TPS).
Selain itu, berdasarkan pemutakhiran data oleh petugas KPU, dengan berbasis data daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) ditemukan kurang dari satu persen data penduduk yang keterangan administrasinya tidak lengkap. Dari hasil sinkronisasi antara Kemendagri dan KPU, ditemukan 20,3 juta penduduk yang elemen datanya tidak lengkap.
Pemilih dengan keterangan jenis kelamin nihil ada 8.481 orang, tanggal lahir nihil 363.399 orang, status kawin nihil 89.934 pemilih, dan usia belum kawin di bawah 17 tahun ada 3.724 pemilih. “Masih ada data-data nihil yang secara faktual pemilihnya ada, tetapi kelengkapan dokumen masih bermasalah,” ujar Husni.
Berdasarkan pantauan Republika, dalam sistem informasi data pemilih (sidalih) data dengan tanggal lahir nihil tersisa 162.454 jiwa (0,09 persen). DPT dengan status kawin nihil 52.377 (0,03 persen), serta pemilih di bawah umur dan belum kawin 921 orang.
Sedangkan data ganda, dari 2,6 juta DPT ganda dua pekan lalu, pekan kemarin tersisa 136.000 jiwa. Jika KPU di daerah bekerja sama dengan panwas dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat, KPU optimistis data ganda bisa dibersihkan menjelang 1 November 2013.
Rekomendasi Bawaslu yang membuat KPU menunda penetapan DPT nasional menyebut, masih terdapat 10,8 juta pemilih bermasalah. Masalah itu terdiri atas pemilih tanpa NIK sebanyak 4.090.226 jiwa, NIK ganda 196.611, NIK tidak standar 955, tanpa nomor kartu keluarga (NKK) 6.207.952, tanpa tanggal lahir 42.245, dan alamat kosong 29.042.
Bawaslu juga menemukan 53.408 orang yang tidak terdaftar di DPT. Banyak pula ditemukan dalam DPT orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Kategori tersebut meliputi pemilih yang masih aktif sebagai TNI/Polri 10.154 orang, usia kurang dari 17 tahun 90.671, status perkawinan 14.349, dan meninggal dunia 45.115 orang. Terdapat pula pemilih ganda sebanyak 270.298 dan pemilih fiktif 1.889 orang.
Contoh di Jakarta saja. Pada pemilukada kemarin, terdapat 20 persen DPT bermasalah. KPU masih mengecek apakah kasus ini sudah tuntas. Komisi ini juga berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan penetapan data pemilih di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Barat.
Mengapa? Dalam data pemilih sementara (sebesar 186 juta), KPU belum memasukkan data pemilih dari kabupaten tersebut. Ini disebabkan kabupaten Nduga masih berkonflik sehingga menghambat pemutakhiran data pemilih dan penghitungan DPT.
Masalah lain adalah akurasi nama pemilih. Ada nama yang janggal, tapi ternyata orangnya benar-benar ada. KPU menemukan kasus pemilih bernama Pocong di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Banyak pihak meributkan akan muncul pemilih siluman dengan nama yang direkayasa, seperti pocong, kuntilanak, dan nama aneh lainnya. Tapi, saat dicek di Singkawang, KPU menemukan bila nama pemilih adalah Pocong, lengkap dengan NKK dan foto.
Sayangnya, tenggat waktu penetapan DPT nasional pada 4 November. Ini membuat semua pihak bekerja keras untuk memperbaiki DPT. Selain KPU, kalangan Kemendagri, Bawaslu, parpol, dan masyarakat juga bahu-membahu membereskan urusan krusial ini. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pihaknya akan membantu KPU untuk membersihkan data pemilih. “Teknis penyelesaian masih kurang maka kami mengintegrasikan tim teknis. Kami terus membersihkan data, terutama yang 20,3 juta itu,” kata Gamawan, pekan lalu.
Di sisi lain, molornya penetapan DPT itu mendapat komentar beragam dari politisi parpol, pengama, maupun masyarakat. Partai Bulan Bintang (PBB) mengusulkan penundaan pemilu pada 9 April 2014. Sekjen PAN Taufik Kurniawan menyarankan KPU agar menyiapkan upaya darurat jika DPT gagal ditetapkan pada 4 November 2013.
Ketua DPP Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan menilai bahwa persoalan DPT tidak terlepas dari basis data yang digunakan KPU. DPT yang dimutakhirkan dari DP4 Kemendagri dinilai tidak akan bermasalah jika data awal sudah lengkap.
Wasekjen DPP Partai Golkar Nurul Arifin menilai, pencermatan keseluruhan terhadap DPT memang belum dilakukan. DPP juga menunggu salinan rekapitulasi DPT dari KPU agar bisa dilakukan pemeriksaan secara terpusat.
Wasekjen Partai Demokrat Andi Nurpati menganggap tidak mungkin mengharapkan DPT sempurna 100 persen. Menurutnya, parpol agak kesulitan mencermati DPT karena salinan diterima di tingkat daerah. Sedangkan, data manual yang diterima berbeda dengan sidalih. Padahal, sidalih diharapkan bisa mempermudah partai melakukan pengawasan.
Selain itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeirry Sumampow mengatakan, Kemendagri harus memastikan sebelum 4 November data yang diserahkan KPU bisa dicek ulang. Secara teknis, ia menyarankan KPU, Kemendagri, dan Bawaslu duduk bersama untuk memantau proses pelengkapan data tanpa NIK tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai bahwa persoalan DPT dalam pemilu sangat krusial. Sebagai mata rantai, kasus ini bisa menimbulkan efek berantai terhadap elemen pemilu lain, termasuk partisipasi pemilih.
Tren penurunan partisipasi pemilih telah terjadi pada pemilu periode sebelumnya. Menurut Gun Gun, dari pemilu 1999 hingga 2004 terjadi penurunan partisipasi menjadi 87 persen. Kemudian, pada pemilu 2009 partisipasi pemilih hanya tersisa 71 persen. Kalau tidak ada perubahan pada Pemilu 2014, voters turn out ini akan meningkat. “Kalau tak serius tangani kasus ini, partisipasi hanya 65 persen.”
Mantan anggota KPU Anas Urbaningrum menilai, DPT merupakan isu yang sangat penting. “Ini titik krusial, titik yang harus dicermati sungguh-sungguh,” ujarnya. KPU, kata Anas, harus bisa menyelesaikan permasalahan DPT hingga tuntas. Karena, ia mengatakan, kesalahan data akan menjadi pintu masuk terjadinya perselisihan dalam proses dan hasil pemilu.
Bagaimana bila dalam dua pekan tak ada perubahan sistematik? KPU menjawab, apabila tidak akan ada perubahan sistemik dalam perhitungan DPT, pihaknya hanya akan menelusuri data-data yang belum sempurna saja.
Misalnya, terkait dengan laporan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang menyinyalir ada sekitar 4,5 juta warga Indonesia di luar negeri yang terancam tidak dapat memilih dalam pemilu mendatang. Pada Pemilu 2009 sejumlah pihak mengkhawatirkan munculnya belasan juta data siluman, namun sulit dibuktikan. Kasus ini pun sempat menjadi sorotan KPK pada era kepemimpinan Antasari Azhar. Sejumlah pembaca Republika memberikan komentar beragam. Ada yang menyayangkan lambatnya kasus penetapan DPT ini, tak sedikit yang menganggap hal itu sebagai proses demokrasi. n ed: zaky al hamzah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.