REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan anggaran yang tak jelas peruntukannya dalam APBD DKI Jakarta 2012 sebesar Rp 2,08 triliun dan APBD Perubahan 2012 sebesar Rp 8,32 miliar. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo segera menindaklanjutinya dengan memanggil empat dinas yang memiliki anggaran siluman itu.
Meski demikian, gubernur yang akrab disapa Jokowi ini mengaku belum mendapatkan data resmi mengenai detail anggaran yang diduga diselewengkan tersebut. Karenanya, Jokowi mengatakan, akan mengonfirmasi data dari BPKP terlebih dulu. “Saya mau minta angkanya dulu ke BPKP, benar tidak itu. Kalau sudah dapat, mereka (dinas-dinas) harus jelaskan,” ujar Jokowi di Balai Kota, Kamis (31/10).
Sebelumnya, Kepala BPKP Mardiasmo mengatakan, lembaganya menemukan anggaran yang disebutnya sebagai siluman karena tidak mengikuti prosedur penganggaran semestinya. Temuan itu berasal dari empat satuan kerja perangkat daerah, yaitu Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan.
Ditambah lagi, ada Rp 8,32 miliar anggaran di APBD Perubahan DKI 2012 dalam pos bantuan sosial dan hibah untuk 191 penerima yang ternyata muncul tanpa prosedur. BPKP menduga, ada oknum yang mengoordinasi penerima bantuan sosial dan hibah dari DKI dan mendapat komisi jika anggaran tersebut dapat dicairkan.
Jokowi juga menyatakan, Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan upaya perbaikan sistem anggaran yang bertujuan untuk mengawasi dan mencegah terjadinya penyelewengan. Misalnya, pemasangan poster anggaran yang semuanya ada di kecamatan, kelurahan, hingga tingkat RW/RT, sehingga semua pihak bisa berpartisipasi mengawasi anggaran dalam rangka mencegah korupsi.
Untuk tahun depan, juga mulai diterapkan sistem penganggaran elektronik atau e-budgeting, sehingga semua yang sudah direncanakan dapat dilihat secara rinci dan tidak ada yang menikung lewat belakang menjadi sebuah program siluman.
Perbaikan juga menyentuh sistem anggaran dan layanan di kelurahan dan kecamatan, seperti pembuatan KTP, kartu keluarga, dan perizinan. “Itu yang kita lakukan, juga mengubah dengan yang E (elektronik) tadi. Pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir juga kita mulai pada Januari yang lalu dengan online system,” kata Jokowi.
DKI Jakarta merupakan pemerintah daerah dengan anggaran pembangunan terbesar se-Indonesia, APBD tahun ini mencapai Rp 46 triliun. Maka, penyimpangan anggaran di DKI Jakarta pun masuk dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuturkan, dalam pencegahan tindak pidana korupsi di pemerintahan, KPK biasanya memberikan fokus kepada beberapa sektor tertentu yang berkaitan dengan penganggaran. “Tapi, khusus untuk DKI, kami juga memberi konsentrasi pada revenue, pendapatan,” ujar Bambang seusai acara Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota Jakarta, Rabu (30/10).
Dia mencontohkan, pendapatan yang berasal dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. “Ini ada problem sistem ya, antara informasi yang diberikan oleh BPH migas dengan informasi yang dicatat oleh Pemprov DKI, itu berbeda. Dan, perbedaannya itu luar biasa,” kata dia sambil menyebut angka perbedaan hampir Rp 200 miliar kalau dikenakan pajak.
Dengan kasus ini, dia menekankan bahwa sistem koordinasi supervisi di bidang pencegahan ini menjadi sangat relevan, strategis, dan penting. Penekanannya ada pada perbaikan sistem. “Alasannya ada tiga, pertama kalau korupsi itu didekati hanya dengan menindak orang, padahal sistem yang memproduksi kejahatan itu tidak ditangani, kita sebenarnya sedang menertawakan diri sendiri, seolah-olah kalau pelaku korupsi itu selesai. Padahal tidak,” kata dia.
Kedua, kalau negara ini ingin hebat yang harus dibangun itu adalah kompetensi sistem serta orangnya. Karena itu, Bambang mengapresiasi langkah Jokowi mencopot beberapa anak buahnya yang terindikasi melakukan penyimpangan. Terakhir, lanjutnya, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan sendiri, tapi harus dikerjakan bersama-sama.
“Pekerjaan-pekerjaan ini tidak mungkin dilakukan KPK sendiri dan provinsi sendiri. Itu sebabnya, ada keinginan kuat kami ingin menjadikan jakarta sebagai center of excellence sebagai barometer pelayanan publik yang bagus atau role model,” katanya. n c01/antara ed: rahmad budi harto
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.