Jumat 08 Nov 2013 05:30 WIB

Permukiman Israel Ilegal

Red: Zaky Al Hamzah
Perumahan ilegal milik warga Israel di Palestina
Foto: AP
Perumahan ilegal milik warga Israel di Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, BETHLEHEM – Amerika Serikat (AS) mendesak Israel membatasi pembangunan permukiman. Sikap Israel untuk menahan diri akan membantu menciptakan suasana lebih baik bagi bergulirnya kembali perundingan damai Palestina-Israel. Sebab, selama ini persoalan permukiman menjadi penghambat berjalannya perundingan.

“Saya tekankan posisi AS mengenai pembangunan permukiman, kami menganggapnya ilegal,” kata Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Menurut Aljazirah, bagi politikus AS pernyataan Kerry tersebut tergolong keras. Di masa sebelumnya, frase yang biasa digunakan, permukiman Israel tak membantu perdamaian.

Kerry menyampaikan sikap AS ini setelah berbicara dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas di Betlehem, Tepi Barat, Rabu (6/11). Pekan lalu, Israel mengumumkan rencana pembangunan 3.500 rumah baru di wilayah pendudukan, Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pengumuman itu hanya berselang beberapa jam setelah Israel membebaskan 26 warga Palestina. Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dijadikan lahan permukiman diambil alih Israel pada 1967 saat Perang Timur Tengah.

Mayoritas negara di dunia menyatakan, berdirinya permukiman di dua wilayah itu tak sah. Israel berdalih dengan sejarah dan kitab suci mengenai kepemilikan tanah ini. Sampai sekarang, terdapat 500 ribu warga Israel di permukiman. Menurut Kerry, mestinya, sebisa mungkin permukiman dibatasi. Tapi, Israel tak mau berhenti. Karena itu, Kerry tak percaya begitu saja ketika Israel menyatakan sudah ada kesepahaman dengan Palestina mengenai perluasan permukiman.

Ia bahkan menyatakan keyakinannya bahwa Abbaslah yang memiliki komitmen seratus persan terhadap perdamaian. Palestina sudah mengingatkan, krisis akan semakin dalam kalau Israel tak mau menghentikan mendirikan rumah-rumah baru di area pendudukan. “Saya katakan, tak pernah Palestina mau kembali ke perundingan dengan menerima keberadaan permukiman,” kata Kerry.

Sebelumnya, di Yerusalem Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, AS sebagai mediator perundingan gagal membuat kemajuan. Berbicara kepada reporter di samping Kerry dengan wajah membatu, Netanyahu menuding Palestina merancang krisis palsu.

Palestina, jelas dia, mencoba lari dari keputusan-keputusan bersejarah demi terwujudnya perdamaian. Tapi, beberapa jam kemudian, Kerry menyatakan, Abbas berniat mencoba menciptakan perdamaian. Ia butuh kompromi dari semua pihak.

Ia mengaku ada berbagai kesulitan dalam proses perundingan damai. Ia pun menegaskan, Netanyahu harus berperan mengakhiri konflik Palestina-Israel. Kerry mencoba membantu menghidupkan lagi perundingan pada Juli lalu. Setelah selama tiga tahun perundingan mandek. Ia menetapkan kerangka waktu, dalam sembilan bulan sejak Juli diharapkan ada kesepakatan antara Palestina-Israel. Palestina merasa frustrasi karena tak ada perubahan berarti.

Inti permasalahan belum terselesaikan juga. Seperti, persoalan batas negara Palestina, kesepakatan keamanan, permukiman Israel, dan nasib para pengungsi Palestina. Dalam pidatonya, Senin (4/11), Presiden Mahmud Abbas menyatakan serangkaian pertemuan memang ada.

Sayangnya, jelas dia, tak ada perubahan berarti di lapangan. Termasuk, masalah permukiman. Wakil Menteri Luar Negeri Gazi Hamad di pemerintahan Hamas juga sepakat permukiman merupakan kendala utama perdamaian. n bambang noroyono/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement