REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Qommarria Rostanti
Turki telah membuat kemajuan baik di bidang perbankan partisipasi (syariah). Namun, upaya Turki memajukan sektor keuangan syariah lainnya, seperti asuransi dan pasar modal syariah, masih sangat panjang.
Mitra Perbankan Syariah Global Ernst & Young, Ashar Nazim, mengatakan, setelah mengembangkan perbankan syariah, Turki hendak memajukan asuransi dan pasar modal syariah. Pada 2012, volume perbankan syariah Turki sekitar 40 miliar dolar AS. Pemerintah Turki menargetkan peningkatan aset lima kali lipat pada 2023 menjadi 200 miliar dolar AS.
“Ini adalah target ambisius. Langkah-langkah tepat harus disiapkan Turki,” kata Nazim, seperti dikutip Hurriyet Daily News, beberapa waktu lalu.
Dia menyebutkan, tantangan dan peluang bagi Turki adalah memahami dan menentukan Turki dapat menjadi modal intelektual keuangan syariah dunia. Alasannya, tahap pembangunan keuangan syariah adalah pada inovasi. Ada tiga prioritas utama yang harus diselesaikan Turki untuk mengembangkan sistem keuangan syariah. “Prioritas pertama adalah regulasi,” ujarnya.
Menurut Nazim, kejelasan peraturan sangat penting demi menarik investor. Saat ini, tidak ada aturan khusus bagi bank syariah di Turki yang berpotensi menghambat pertumbuhan sektor tersebut. Hal ini juga menyebabkan Turki kesulitan mencari celah mengembangkan asuransi dan pasar modal syariah.
Prioritas kedua adalah sisi penawaran. Nazim mengemukakan, Turki harus membangun lembaga keuangan untuk mencapai target 2023. Turki memerlukan sekitar tujuh hingga sepuluh bank syariah. “Mereka harus dibuat dalam 18 sampai 24 bulan. Setiap keterlambatan akan melambatkan industri juga,” ucapnya.
Saat ini, ada empat bank syariah telah beroperasi di Turki, yaitu Bank Asya, Turkiye Finans, Albaraka Turk, dan Kuveyt Turk. Menurut Nazim, menciptakan lembaga baru di bidang perbankan, asuransi, dan pasar modal syariah sangat diperlukan. Turki juga harus mendirikan lembaga subsektor lain, seperti perusahaan leasing dan manajemen syariah.
Prioritas terakhir, kata Nazim, adalah menciptakan bakat. Sumber daya insani (SDI) harus dikembangkan untuk meningkatkan industri keuangan syariah. “Keuangan syariah bisa menjadi kesempatan besar untuk menciptakan lapangan kerja baru,” ujarnya.
Sejauh ini, ada enam pasar utama keuangan syariah di dunia, yakni Qatar, Indonesia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Malaysia, dan Turki. Dua tahun ke depan merupakan waktu yang sangat penting bagi Turki. Apabila negara tersebut mampu mendirikan lembaga-lembaga yang mapan secara finansial dan bakat, maka Turki bisa menjadi salah satu pusat terkemuka keuangan syariah global, khususnya pasar modal, manajemen kekayaan, serta perdagangan keuangan syariah. “Itulah mengapa kami mengatakan bahwa Turki berada di posisi ideal antara Eropa, Asia Tengah, dan Timur Tengah,” ucap Nazim.
Dia mengatakan, ada dua alasan utama keharusan memilih sistem keuangan syariah, yakni keuangan syariah menawarkan distribusi risiko dan manfaat yang lebih seimbang serta aktivitas keuangan syariah lebih terkait erat dengan ekonomi riil. Keuangan syariah bertanggung jawab secara sosial sehingga sektor ini tidak hanya menargetkan negara-negara Muslim. n ed: eh ismail
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.