Senin 16 Dec 2013 06:05 WIB
Bencana Gaza

Banjir di Gaza Meluas

Banjir di Gaza memaksa ribuan orang mengungsi
Foto: REUTERS
Banjir di Gaza memaksa ribuan orang mengungsi

REPUBLIKA.CO.ID,  GAZA — Banjir di Jalur Gaza kian meluas. Lebih dari 5.000 orang telah dievakuasi dari rumah-rumah mereka yang rusak akibat banjir di wilayah Gaza utara. Hujan lebat yang turun sejak Rabu (11/12), telah menewaskan seorang warga Gaza. Badan Pekerja PBB untuk kamp pengungsian Palestina (UNRWA) mengatakan, sejumlah wilayah di Gaza utara merupakan daerah bencana. “Sejauh mata memandang, hanya terlihat air,” kata UNRWA.

Hujan deras selama empat hari menyulitkan akses ke rumah-rumah penduduk di wilayah tersebut. Ketinggian air mencapai dua meter, membuat permukiman warga hanya bisa diakses oleh perahu dayung. Akibatnya, banyak warga terjebak di dalam rumah-rumah mereka yang terendam banjir. Bahkan, banjir menewaskan seorang pria Palestina berusia 22 tahun. Pria tersebut tewas akibat menghirup asap setelah menyalakan api untuk penghangat rumahnya.

Chris Gunness, Juru Bicara UNRWA, mengatakan, daerah di dekat kamp pengungsi Jabaliya di Gaza utara telah berubah menjadi sebuah “danau besar”. Menurutnya, kini ribuan petugas UNRWA tengah mengevakuasi warga ke tempat penampungan PBB.

Pemerintah Hamas di Gaza mengatakan, sebanyak 5.246 warga telah dievakuasi ke sejumlah tempat. Mulai dari sekolah-sekolah hingga sejumlah tempat lain untuk penampungan sementara dalam empat hari terakhir.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, 100 orang warga mengalami luka-luka akibat banjir yang merusak rumah mereka di kawasan pesisir. Korban terluka akibat terkena benda jatuh dari bangunan yang rusak terendam air atau mengalami kecelakaan mobil.  Petugas mengevakuasi korban banjir  dengan perahu, truk militer, atau kendaraan berat lain.

Gaza yang berpenduduk sebanyak 1,8 juta jiwa juga telah mengalami pemadaman listrik selama 12 jam setiap hari. Hal ini terjadi sejak pembangkit listrik satu-satunya di wilayah tersebut dimatikan bulan lalu akibat kekurangan bahan bakar. Keterbatasan suplai bahan bakar dan pemadaman listrik bergilir turut menghambat proses penyelamatan.

Seperti diketahui, Gaza merupakan salah satu wilayah terpadat penduduk di dunia. Wilayah tersebut merupakan rumah bagi ribuan pengungsi miskin. Sejak blokade yang dilakukan Israel-Mesir, wilayah ini tak lagi banyak memiliki infrastruktur dasar.

Memang, awalnya blokade tersebut dilakukan sebagai upaya menghentikan masuknya senjata ke Gaza. Namun, pada kenyataannya juga menghentikan impor bahan bakar, bangunan, dan bahan kebutuhan dasar lainnya.

Dalam beberapa hari terakhir sejak badai terjadi, Israel membuka perbatasan dan mengirim sejumlah bahan bakar diesel sebagai pemanas. Mereka juga mengirim empat pompa air. “Setelah badai berakhir, masyarakat dunia harus melakukan tekanan untuk mengakhiri blokade Gaza,” kata Gunness.

Akhiri blokade

Ia menambahkan, warga Gaza harus terbebas dari seluruh blokade ini agar penanganan bencana alam di waktu ke depan dapat diatasi dengan lebih baik. Salah satu daerah yang terkena dampak terparah, yaitu Jalan Nafak yang berada dekat dengan waduk di kawasan Sheik Radwan, Gaza.

Menurut Halawa, salah seorang penduduk di wilayah tersebut, waduk mulai meluap pada Rabu malam. Pada hari Kamis (12/12), air telah membanjiri lantai dasar rumahnya yang terdiri atas dua lantai. Ia dan keluarga besarnya pun memutuskan tinggal di lantai dua rumahnya.

Ia bersama keluarganya kemudian meminta bantuan dan dievakuasi dengan perahu dari lantai atas. Halawa mengatakan, mereka kemudian dibawa ke tempat penampungan sementara di sebuah sekolah di lingkungan tersebut. “Kami mendapatkan bantuan berupa selimut dan makanan. Tapi, saya tidak membawa barang-barang saya,” katanya.

Badai musim dingin yang menghantam kawasan Timur Mediterania telah berdampak pada cuaca buruk di Timur Tengah.  Di Tepi Barat, badai salju menerpa Kota Hebron dan terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Ketinggian salju hingga satu meter. Otoritas di Yerusalem mengatakan, badai bernama Alexa itu merupakan terburuk yang menghantam kota itu dalam 60 tahun terakhir.

Menteri Perumahan Palestina Yousef Jhariz memimpin tim khusus untuk menangani masalah banjir tersebut. Menurutnya, banjir menyebabkan kerugian sebesar 64 juta dolar AS. Hingga Sabtu sore, tim telah memperbaiki jaringan listrik yang padam dan menumpuk karung pasir di beberapa daerah untuk melindungi rumah penduduk dari banjir. n gita amanda/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement