REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengkritik beberapa kampanye kesehatan pemerintah. Sebab, kampanye itu dianggap tak sesuai fakta di lapangan. Di antaranya, kampanye kondom dan antirokok.
Anggota Dewan Tahqiq Badan Halal NU Arwani Faishol mengkritisi Pekan Kondom Nasional (PKN). Kementerian Kesehatan menggelarnya dengan harapan untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Walaupun pelaksanaannya dibatalkan, dampak aksi itu fatal.
Sekarang, masyarakat menganggap kondom sebagai senjata melawan HIV/AIDS. “Maka, yang dipikirkan berhubungan seks akan aman selama menggunakan kondom,” katanya dalam diskusi publik “Kampanye Kondom, Anti Rokok: Indah, Tapi Manipulatif?” Senin (16/12).
Menurut Arwani, masyarakat tak memikirkan lagi apakah hubungan menggunakan kondom itu dengan pasangan yang sah atau tidak. Lalu, orang akan rajin berhubungan seks dengan kondom. Itu logika yang kini terbangun.
Dari sisi ilmu fikih, ada banyak kerusakan yang timbul karena kampanye kondom ini. “Manfaat oke, tapi kerusakan atau kemudharatannya juga banyak,” ujar Arwani. Ia mengatakan, dalam kaidah fikih, suatu hal dinilai boleh atau tidak karena pertimbangan kerusakannya.
Sesuatu tertolak karena ada unsur yang merusak. Pertimbangan itu harus didahulukan. Ia menganggap wajar kalau PKN menuai protes dari banyak orang. Apalagi, ada perusahaan di balik kampanye ini. Kondom juga dibagikan ke kelompok yang tak berisiko.
NU juga melontarkan kritik terhadap kampanye antirokok. Arwani menganggapnya sebagai sesuatu yang berlebihan. Kampanye antirokok berbeda dengan kampanye kondom. Ada upaya untuk menghentikan masyarakat mengonsumsi rokok.
Menurut dia, rokok sebenarnya sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Syahrizal Syarif mengatakan, hingga saat ini baru satu penyakit yang mampu dihindari dan dikontrol manusia. Penyakit itu adalah cacar. Upaya terbaru adalah mengendalikan polio.
Tapi, terkait HIV/AIDS hingga saat ini belum ada penangkalnya. Penyakit ini telah memakan korban cukup banyak. Dunia sudah melakukan perang terhadap HIV/AIDS. Sayangnya, obatnya sangat mahal.
Ia juga menceritakan mengenai kondom yang diandalkan pemerintah memerangi HIV/AIDS. Indonesia, jelas dia, merupakan salah satu negara yang pertumbuhan HIV/AIDS-nya cukup pesat. Pemerintah mengambil langkah untuk mengatasinya lewat kampanye kondom.
“Kondom terbuat dari lateks. Pertanyaanya, seberapa efektif kondom dapat mencegah HIV/AIDS atau penyakin kelamin menular lain?” tanya Syahrizal. Selama ini, yang dibicarakan adalah fungsi kondom mencegah kehamilan dan penularan HIV/AIDS.
Namun, ternyata dalam kampanye kondom tidak disampaikan penggunaannya yang benar dan konsisten. Karena, hanya dengan dua hal itu kampanye kondom bisa mencegah merebaknya HIV/AIDS. Apalagi, tidak disampaikan bahayanya menggunakan kondom bekas.
Ia mengatakan, memakainya dengan benar dan konsisten saja membutuhkan pemahaman yang baik. “Kalau kita tidak paham dan konsisten, penggunaan kondom untuk HIV/AIDS tidak efektif.”
Hal terakhir yang harus jadi perhatian, sasaran kampanye kondom pun harus jelas. “Kampanye ini ditujukan kepada mereka yang berisiko,” kata Syahrizal. Kemenkes melakukan kampanye kondom secara bebas, artinya tak hanya kepada mereka yang berisiko.
Menurut dia, kampanye di kondom di Indonesia layaknya di negara-negara Barat. Padahal, di sana tujuan kampanyenya berbeda. Negara-negara Barat mempermudah akses kondom karena tingkat hubungan seks yang tinggi di sana. n amri amrullah ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.